POV AuthorIa menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Matanya menyipit, melihat kertas di atas meja kemudian mendekat untuk meraihnya. [Aku ke rumah Mama. Bapak lagi kritis dan semakin parah] Isi tulisan tersebut.Huf, dia mengembuskan napas berat. Kemarin dia tidak sempat melihat bapak mertuanya karena pertengkaran mereka. Padahal dia sudah sampai di rumah sakit bersama putrinya.Ia membuang kertas tersebut begitu saja ke lantai. "Kenapa tidak kirim pesan saja, kenapa harus pakai kertas seperti ini?" ketus Raisya. "Lelaki itu memang aneh. Beginilah caranya untuk menghindar."Ia melanjutkan langkahnya ke dapur, membuat nasi goreng telur untuk dirinya dan putrinya. Hanya telur, sosis dan kacang polong yang tersedia sebagai bahan untuk nasi goreng. Ia belum sempat berbelanja ke pasar tradisional atau minimarket, lebih tepatnya menghemat pengeluaran.Uang simpanan mereka semakin menipis karena suaminya tak kunjung mendapatkan pekerjaan sampai saat ini. Ia sudah menyarankan suaminya untu
Mata Lisa nyalang. Ia menahan pipinya yang telah merah lebam. Ia tidak mengira akan mendapatkan tamparan keras dari wanita di depannya. Seandainya, dia tahu, dia akan bersiap-siap untuk menangkis tamparan yang mendarat di pipinya."Kau!! Dasar benalu!" Lisa histeris dan membalas Raisya. Raisya juga bersiap-siap dengan kemungkinan balasan dari Lisa. Tangan Lisa sudah lebih dulu mendarat ke pipi Raisya. Prak!Namun kemudian, Adnan melerai mereka. Ia khawatir akan semakin rumit perselisihan kedua wanita di sampingnya."Hentikan!" Adnan berdiri, di tengah, di antara dua wanita yang sedang bertengkar hebat."Sudah ... sudah!!" Ibu memekik keras karena ketakutan.Tadinya, dia sudah duduk karena kelelahan. Karena mendengar pertengkaran, ia beranjak dari tempat duduk dan menghampiri mereka. "Kalian sudah gila! Kenapa bertengkar di rumahku? Apa kalian tidak malu dilihat oleh para tetangga dan warga yang lewat?" bentak Bu Lastri dengan bibir bergetar. Matanya menatap kedua wanita yang bersel
POV AuthorArka meraih ponselnya di atas meja dan membuka aplikasi hijau. Jempolnya mengetik sebuah pesan dan mengirimnya ke seseorang. Sementara itu, sebuah notifikasi pesan masuk di telepon seluler. Dika melirik sekilas ke ponsel miliknya. Ia mengusap dan membaca pesan tersebut. Sedetik kemudian, ia tersenyum. Seringai kemenangan nampak di wajahnya karena merasa telah berhasil."Hahaha ... dia memang lucu! Dia terlalu lambat atau karena tidak berani?"Dika tidak menggubris pesan tersebut. Ia menyimpan kembali ponsel miliknya ke saku celana. Ia masih tersenyum."Siapa, Dika?" tanya Jihan dengan raut wajah bingung, karena melihat Dika yang menyeringai. "Oh, bukan siapa-siapa. Ayo, kita pergi!"Dika menyalakan mesin mobil. Ia pun sudah melupakan pesan tadi. Namun tiba-tiba, sebuah panggilan masuk ke gawainya. Ia mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat siapa yang memanggil. "Kenapa lagi dia menelepon?" Ia membatin.Wanita di sebelahnya menoleh sebentar ke Dika, kemudian menatap l
Di sebuah rumah minimalis tipe 40/60, Jihan keluar dari kamar mandi. Ia baru saja membersihkan badan. Putrinya sedang menunggu sambil bermain boneka miliknya.Wanita dengan shower cap yang masih menempel di kepalanya itu sedikit bingung memilih baju yang akan dikenakannya. Cukup lama ia menatap lemari miliknya.Malam ini dia akan ke sebuah restoran. Sore tadi, Arka mengajaknya makan malam. Beberapa pakaian yang dicobanya di depan cermin telah ia pakai sebelumnya. Jadi, dia agak bingung memilih pakaian yang mana lagi. Setelah beberapa menit, ia memutuskan memilih celana kain dan atasan memakai mantel coat atau trench coat karena di luar saat ini musim hujan. Apalagi restoran yang akan mereka kunjungi adalah restoran mewah dan pasti ruangannya akan sangat dingin. Beberapa menit berlalu, Jihan dan putrinya telah siap dengan pakaian yang dikenakannya. Mereka sedang menunggu mobil yang akan menjemput. Sebuah mobil memasuki pekarangan rumah Jihan, kemudian berhenti. Seorang lelaki keluar
POV Author"Hmm ...." Arka memotong pembicaraan mereka yang terlalu serius. Ia tidak suka melihat keakraban di depannya. "Silakan pesan menu seleramu!" Arka menyerahkan daftar menu ke lelaki di depannya. Menyela pembicaraan mereka yang semenjak tadi sangat serius.Dika menaikkan alis sambil menatap Arka, meminta penjelasan. "Pesanan mereka sudah aku order sebelumnya. Aku sangat hafal pesanan mereka. Kalau kau, tidak sama sekali," lanjut Arka, menjawab tanda tanya di kepala Dika."Oh, Ok. Ternyata kau sedekat itu dengan mereka. Bahkan, kau sangat menghafal selera dan kesukaan mereka.""Ya, tentu!" jawab Arka dengan sedikit membusung dada. Dika menerka-nerka apa sebenarnya maksud Arka mengundangnya ke restoran malam itu. Ia belum mendapatkan jawaban dari tanda tanya besar di kepalanya. "Oh, aku tahu sekarang! Mungkin saja dia ingin memperlihatkan padaku bahwa mereka sudah sangat dekat. Mungkinkah itu maksudnya?" bisik Dika di dalam hati."Kenapa menatapku seperti itu? Tersenyum pula
"Argh, kau membuatku semakin pusing. Sudah, ah. Aku mau ke mobil sekarang!" Arka membuang puntung rokok yang belum ia habiskan. Minatnya seketika hilang ketika mendengar ucapan Dika yang semakin membuatnya khawatir.Ia tahu, lelaki yang dimaksud Dika adalah mantan suami Jihan.**Sambil menunggu Arka kembali ke mobil, Jihan berselancar di dunia maya. Ia membuka IG, mungkin saja ada pesan dari sahabatnya atau informasi lain yang diperlukan.Tidak ada yang didapatkan, hanya postingan netizen mendadak jadi selebgram karena isi postingannya tentang makan dan tempat kunjungan.Ia beralih membuka WA, mengusap dari atas ke bawah, hingga beralih melihat story WA. Usapan jarinya terhenti. Yang menarik perhatiannya nama Bu Sumi di story tersebut. Ia jarang melihat story Bu Sumi di WA. Karena penasaran, ia mengklik saja untuk melihat. Ia sedikit memicingkan mata. Semua orang di dalam postingan tersebut sangat ia kenali. Dan caption di status Bu Sumi tentang melayat. Jantung Jihan sedikit berd
POV AuthorPerjalanan sekitar sejam, mereka tiba di rumah yang memiliki taman cukup luas tersebut. Saat akan melangkah ke depan pintu, seketika Jihan mengurungkan niatnya untuk masuk. Ia mendengar suara di dalam rumah. Seseorang sedang berteriak histeris. Bunyi lemparan perabot ke lantai cukup membuat Jihan, Arka, dan Dika saling bertatap bingung. Bunyi benda-benda itu berulang-ulang. "Pokoknya, aku tidak terima dihina dan direndahkan oleh wanita itu, Ma. Aku benci benalu itu. Beraninya dia mengaturku. Dia pikir dia siapa?" Jihan mengetahui siapa pemilik suara tersebut. Tentunya, milik Lisa. Akan tetapi, siapa benalu yang dia maksud. Mungkinkah Raisya? Mereka bertikai karena apa? Pertanyaan-pertanyaan tadi masih mengitari kepalanya. "Tapi, kau harus menahan diri, Lis. Kalau kau bertindak kelewat batas, maka Mas-mu akan memiliki masalah lagi.""Ahrgh, Lisa gak peduli, Ma. Mas Adnan gak belain Lisa di depan benalu itu, bahkan tidak memarahinya. Padahal aku, adiknya. Malah mengajak
Adnan memukul meja dan langsung menarik pintu untuk keluar rumah sekaligus menenangkan diri. Udara di luar cukup untuk membuang karbondioksida yang sudah menumpuk di dadanya. Menghadapi istrinya yang penuh dengan emosi tidak akan mendapatkan solusi. Dia memutuskan untuk menghindar sementara. Ia juga tidak mungkin membela salah satu.Raisya semakin kesal dengan jawaban suaminya, yang terkesan tidak mendukungnya atau membuat hatinya senang. Lelaki itu justru berlalu dan menghindar dari masalah.Ia berjalan ke kamar dan membanting pintu. Kekesalannya belum hilang sehingga menarik semua pakaian yang telah tersusun rapi di dalam lemari dan menghamburkannya begitu saja.Putrinya yang terkejut dengan bunyi keras dari pintu, kembali tidur lagi karena tidak mendapatkan respon dari ibunya. Gadis kecil itu sangat mengantuk dan kelelahan karena seharian mengikuti kedua orang tuanya.**Cahaya matahari mulai meninggi. Ketiga anggota keluarga belum juga bangun dari tidur. Seorang lelaki masih tert