“Apa taruhannya?” Lisa memandang Ian, penasaran dengan apa yang direncakannya.“Jika kamu kalah, kamu harus menciumku. Kalau aku yang kalah, aku akan memasakkanmu ikan bakar setiap hari gratis! Bagaiman, berani bertaruh denganku?” tantang Ian sambil tersenyum.“Dasar Ian bodoh! Siapa yang ingin menciummu?!” Lisa berkata dengan wajah merah, “Tapi aku tidak akan mundur! Aku terima taruhannya!” “Sudah aku duga, dengan iming-iming ikan bakar, kamu pasti tidak akan menolak taruhan ini.” Senyuman di wajah Ian melebar, membuat Lisa curiga akan kepercayaan diri Ian.Tak lama kemudian, suara beberapa derap langkah kaki terdengar mengisi kesunyian malam. Mereka berjalan bersama menuju kedai Ian sambil terus merekam menggunakan ponsel. Sepertinya mereka sedang melakukan Livestreaming dan ingin menunjukkan kedai milik Ian pada para penontonnya.“Ssst! Ada beberapa yang menuju ke sini,” bisik Ian.Lisa menatap Ian sedikit tegang. “Apa yang harus kita lakukan?”Jika mereka terekam dalam Livestream
Semakin jauh mereka pergi, Lisa semakin bingung. Ini benar-benar berbeda dari apa yang ia bayangkan. Rumah manapun yang mereka lewati memiliki ukuran yang sangat besar dan mewah. Lingkungan, keamanan, dan suasana di sini adalah yang terbaik di matanya. Bahkan Lisa sendiri ragu bisa membeli rumah di sini dengan pendapatannya sekarang.Lisa kembali memikirkan kembali perkataan Ian sebelumnya. ‘Mungkinkah Ian benar-benar tinggal di rumah mewah dalam perumahan ini?’‘Sial, bukankah jika aku kalah taruhan, aku harus menciumnya?’ Mata Lisa terbelalak begitu ia mengingat taruhannya dengan Ian. ‘Tidak! Aku tidak akan membiarkan Ian mengambil keuntungan dariku!’“Ini adalah Kluster Danau Angsa. Di sini, ruang terbuka hijau ada di mana-mana, dan keamana juga aangat baik. Harga properti di Kluster ini lebih mahal dari Kluster lainnya. Aku cukup beruntung bisa memiliki rumah kecil di Kluster ini yang bisa aku tinggali.” Ian memberi Lisa penjelasan mengenai Kluster yang mereka masuki. “itulah alas
Ian memejamkan mata, hatinya dipenuhi antisipasi. ‘Apakah Lisa benar-benar akan menciumku?’Sementara Lisa, ia sangat gugup. Lisa belum pernah melakukan kontak intim dengan pria manapun, baik dalam film maupun kehidupan pribadinya. Bisa dibilang, Ini mungkin ciuman pertamanya.Lisa mengangkat matanya yang indah dan mengerahkan keberaniannya. Jantungnya semakin berdebar kencang saat dia mencondongkan tubuh ke depan dan perlahan mendekati Ian.Ketika wajah Lisa semakin dekat, Ian mendadak membuka matanya menatap mata indah Lisa. Hal ini membuat wajah Lisa memerah. Sebelum Lisa sempat bereaksi lebih lanjut, Ian dengan lembut mencium keningnya. Aroma manis tercium di hidungnya, dan sensasi hangat menjalar ke hatinya.“Aku akan membuatkan makan malam untukmu. Apa yang ingin kamu makan?” Ian memandang wanita cantik di depannya dan bertanya dengan lembut.“Apa saja boleh …” Lisa menganggukan kepalanya dengan ekspresi kosong penuh ketertegunan.“Oke, tunggu sebentar,” senyum Ian seraya beranj
“Sepertinya aku benar-benar menjadi lebih terkenal sekarang.” Ian duduk di samping Lisa sambil membawa sepiring ikan bakar dan meletakkannya di meja. Ian lalu membuka ponselnya, mencoba melihat kembali sosial medianya. Namun, saat mengoperasikannya, ponsel miliknya berjalan sangat lambat, bahkan sempat macet. Hal ini disebabkan banyaknya notifikasi sosial media yang muncul di ponselnya, menyebabkan ponsel spek kentang miliknya sedikit macet. ‘Sepertinya aku harus membeli ponsel baru,’ batinnya.Ian sama sekali tidak memperdulikan kepopulerannya di internet. Menurutnya, kepopuleran dirinya tidak akan pernah menandingi Lisa.“Kebanyakan orang seharusnya senang ketika mereka menjadi populer. Tapi kenapa aku merasa kamu berbeda dari yang lain?” Lisa memandang Ian dengan heran.“Kamu tahu, karena ketampananku, sejak SD sampai universitas, ada banyak wanita yang mengejar dan menghalangi jalanku, hanya untuk berfoto denganku. Jumlah mereka tidak banyak, jadi aku bisa mengabaikannya. Namun,
Ian meremas otaknya, mencoba menautkan suara tersebut dengan wajah yang dikenal. Lambat laun, gambaran seorang pria paruh baya dengan kacamata dan tampang tampan mulai terbentuk dalam pikirannya. "Kolonel Yudha?" bisiknya, seolah tak percaya.Dari ujung telepon, terdengar gelak tawa Kolonel Yudha. "Ah, betapa menyenangkannya mendengar kamu masih mengingatku, Ian," ucap Kolonel Yudha, suaranya terdengar hangat dan menyenangkan. "Maaf telah membuyarkan pagimu yang damai, namun kami memiliki tugas yang sangat membutuhkan keahlianmu."Suara Kolonel Yudha terdengar seperti desiran angin musim semi yang lembut, namun di balik itu ada semacam urgensi yang tak bisa diabaikan. Ini bukan panggilan biasa, ini adalah panggilan tugas sebagai konsultan eksternal Kementerian Penanggulangan Bencana Supranatural."Apakah aku memiliki pilihan untuk menolaknya?" ujar Ian, suaranya penuh dengan nada tantangan, seolah sedang mencoba meraba batas Kolonel Yudha.Dari ujung telepon, terdengar suara Kolonel Y
Di jalan Tol Surabaya-Kertosono, sebuah mobil Pagani Zonda HP Barchetta berwarna biru metalik melaju dengan kecepatan tinggi. Mesin mobil menggelegar, dan angin berdesir di sekitarnya. Ian, dengan rasa khawatir yang tak terkendali, memacu mobilnya secepat mungkin. Hatinya dipenuhi kegelisahan karena keluarganya.Berdasarkan penjelasan Kolonel Yudha, selama dua tahun terakhir, setiap malam Kamis Wage, Jum’at Kliwon, dan Sabtu Legi dalam penanggalan Jawa, selalu ada laporan orang hilang di kepolisian setempat. Semua kasus ini terkait dengan Jembatan Karangsemi yang terkenal di daerah tersebut. Karena kejadian ini terjadi setiap bulan, serta beredarnya rumor kuntilanak merah yang berkeliaran di sana, Kementerian Penanggulangan Bencana Supranatural akhirnya mengirim tim pengintai untuk menyelidiki penyebabnya. Namun, pada malam Kamis Wage kemarin, tim tersebut tiba-tiba hilang kontak.Informasi ini tentu saja membuat Ian semakin cemas. Desa tempat keluarganya tinggal tidak terlalu jauh d
Soni, dengan wajah yang penuh keangkuhan, membuka mulutnya. "Kau pikir aku takut?" ujarnya dengan nada mengejek. "Baiklah, apa tantanganmu?"Ian, dengan senyuman di wajahnya, menjawab, "Tantanganku sederhana. Kita bertukar satu pukulan. Siapa yang roboh duluan, kalah. Bagaimana?" Senyuman itu cukup terlihat mengerikan, seakan sebuah perangkap kejam telah Ian buat dalam tantangan ini.Soni merasa ada yang tidak beres dengan senyuman Ian. Tapi, kebenciannya pada Ian telah membutakannya. "Jika aku menang," katanya dengan nada penuh tantangan, "Kamu harus berlutut di hadapanku, menjilat sepatuku dan menjauhi Lisa selamanya!"Soni membenci Ian bukan tanpa alasan. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Ian dan Lisa memiliki hubungan yang dekat. Sebagai lelaki normal, Soni sangat mengidolakan Lisa yang cantik dan memiliki tubuh sempurna. Saat ia melihat foto Lisa dan Ian jaman SMA, hati Soni terasa hancur. Ia juga tidak percaya dengan klarifikasi Lisa. Soni yakin Ian dan Lisa memiliki hubung
Dengan gigi berderak, Soni memandang Ian, bola matanya terbakar dengan api kebencian yang tak terpadamkan. "Mengapa kamu menyembunyikan kekuatanmu?" katanya, suaranya meluncur keluar seperti ular berbisa. "Jika aku tahu kamu sekuat ini, aku tidak akan berani menerima taruhan ini!"Ian menggelengkan kepalanya, rambutnya bergerak mengikuti irama angin malam. "Kuat atau tidaknya aku, kamu tidak seharusnya menilai seseorang hanya dari luarnya saja," balasnya, suaranya tenang namun tegas. "Sekarang, kamu harus menanggung akibat dari perbuatanmu ini."Dari telapak tangan Ian yang terbuka, muncul sebuah pil putih yang bercahaya, bagaikan intan yang terang benderang di tengah bayang-bayang rindangnya pohon.. Dengan gerakan yang lincah dan pasti, ia melemparkannya ke arah Soni, kata-katanya tergantung di udara seperti embun pagi. "Minumlah itu."Soni menangkap pil tersebut, matanya memeriksa pil itu dengan penuh kecurigaan, seolah-olah dia sedang memandangi sesuatu yang sangat berbahaya. Raut