'Eh..., apa Paman tahu aku hanya berpura-pura tadi saat di lapangan?' pikir Pandya."Kau hebat bisa bertahan hanya dengan kekuatan pikiran! Anak-anak yang lain tidak sabaran, mereka cepat menyerah! Bahkan, hanya karena mereka mengalami kesusahan sedikit, lalu memilih hal yang mudah," ucap Akandra berkobar-kobar.'Ah, padahal aku tidak bertahan dengan kekuatan pikiran," pikir Pandya serasa tersindir.Walaupun Pandya sendiri tahu jika sebelumnya sang paman sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, saat ini sang paman mencoba bersikap biasa saja untuk menyemangatinya. Dari wajah Akandra terlihat sangat jelas seberapa bahagianya dia karena Pandya berhasil lolos di tahap ujian 1."Maaf tuan, tapi kondisi pasien belum baik dan masih dalam tahap pemulihan. Lebih baik dia diobati terlebih dulu." Tabib Arsa menyela pembicaraan."Apa luka dalam miliknya separah itu?" tanya Akandra memastikan sambil menatap sang tabib."BWUH!"CRAAAST!"UHUK UHUK!"Baru saja Akandra bertanya, Pandya kembali muntah d
Sakra berteriak setelah sejak tadi dia hanya mendengarkan saja. Sebenarnya dia sudah ingin menginterupsi pikiran Pandya, tapi mengetahui apa kekhawatirannya membuat dirinya tidak ingin ikut campur. Namun, setelah mendengar tawaran dari Akandra—Sakra tidak bisa diam begitu saja.'Bukankah aku sudah memiliki tenaga dalam milikmu? Kenapa aku harus menerima tawaran dari Paman?' tanya Pandya yang cukup terkejut dengan teriakan Sakra yang menggema di pikirannya.'Ternyata kau benar-benar bodoh! Apa kau tidak berpikir jika mendapat bantuan tenaga dalam lain bisa jadi tenaga dalammu yang asli bisa terpancing? Dan jika kau sudah memiliki tenaga dalam sendiri, bukankah Pil Cakra yang kau dapatkan sebagai keuntungan bisa menjadikanmu lebih hebat nantinya?' Sakra menanyakannya untuk meyakinkan Pandya untuk menerima tawaran itu.'Eeemmbb..., memang menggiurkan. Tapi jika ketahuan itu akan menjadi masalah yang lebih besar!' ucap Pandya yang masih ragu menentukan pilihan.Akandra yang memberikan wakt
"Apa kau pikir akan bisa membaca kitab-kitab sepenting itu dengan bebas?" tanya Akandra menyindir Pandya.ZHIIING!Akandra mengeluarkan tenaga dalamnya membuat suasana sedikit mencekam. Dia hanya ingin menambah nuansa yang menakutkan sebelum melanjutkan ucapannya. Walaupun, dia tahu jika Pandya tidak akan merasa takut hanya dengan hal seperti itu—setelah berhasil mengahadapi tenaga dalam yang lebih kuat sebelumnya."Perpustakaan dijaga dengan sangat ketat untuk orang-orang di bawah Padepokan. Dan jika ada yang berani untuk menyembunyikan atau mengambil salah satu kitab yang ada di sana—sudah dipastikan orang itu akan mendapatkan balasan yang menyakitkan." Akandra memperlihatkan ekspresi mengerikan di wajahnya—tetap mencoba untuk menakuti Pandya.Namun, Pandya hanya memasang raut wajah datar dan hanya mendengarkan penjelasan pamannya dengan seksama. Sedangkan, Tabib Arsa yang sejak tadi berada di belakang Akandra sudah berkeringat dingin dan berwajah pucat. Tapi dia juga tidak bisa per
"Hari ini kamu harus istirahat untuk memulihkan kondisimu. Jadi, aku sebagai Penjaga...Ehem, bukan. Maksudku sebagai gurumu ini akan kembali nanti. Jika kau sudah merasa lebih baik, cobalah untuk mempelajari lipatan kertas itu!" ucap Akandra yang langsung berbalik.Dan saat berbalik, Akandra melihat Tabib Arsa yang masih mengamati mereka. Melihat itu Akandra jadi teringat dengan saksi mata yang mengetahui apa yang sudah terjadi sejak tadi. Padahal sejak tadi dia tidak menyadari jika ada tabib di ruangan itu."Aku pergi dulu. Tolong jaga muridku dengan baik." Akandra mengatakannya sambil berjalan ke arah pintu.Namun, saat Sampai di depan pintu—langkah kaki Akandra terhenti. Dia membalikkan badan dan kembali menatap ke arah Pandya kemudian beralih menatap ke arah tabib Arsa. Sedang tabib Arsa yang mendapat tatapan itu kembali merasakan keringat dingin yang menyergap di sekujur tubuhnya."Jika ada orang lain mengetahui tentang apa yang terjadi tadi, aku akan langsung mencarimu dan membu
PAAATS!BUUUKK!"ARGH!"BRUUUK!"AAARGH!! UHUK!"Suara perkelahian beriringan dengan suara teriakan para murid yang kesakitan. Para penjaga dan guru membekuk semua murid yang berdemo di gerbang akademi hanya dalam waktu yang singkat. Bahkan, kini para murid yang tadi berteriak-teriak sudah tidak berkutik dan tidak sadarkan diri.Agha dan Baadal yang melihat dari kejauhan merasa puas dengan apa yang mereka lihat. Karena, walaupun memang ada unsur tidak adil—tapi ujian tetaplah ujian. Mereka yang gugur berarti tidak berhak menyandang status pendekar murni sekalipun.Apalagi ada sosok istimewa yang bisa menyelesaikan ujian tanpa tenaga dalam. Hal itu membuat standard para guru kini menjadi semakin tinggi untuk meloloskan para murid. Karena ini pertama kalinya dalam sejarah ada seorang murid tanpa tenaga dalam bisa berhasil di ujian tahap 1."Mereka sangat sombong. Padahal guru-guru bahkan penjaga disini memiliki kemampuan yang lebih tinggi di banding mereka, tapi mereka tetap melakukan h
Di dalam ruang pengobatan akademi, tabib Arsa masuk membawa nampan yang berisikan jarum akupuntur beserta ramuan obat yang dia buat. Dia cukup sibuk sejak semalam karena Pandya yang pada akhirnya tidak sadarkan diri, setelah bertahan cukup lama dengan rasa sakit yang dideritanya. Dan ini sudah ketiga kalinya dia kembali membawakan alat akupuntur dan ramuan obat untuk Pandya.Nampan itu diletakkannya di nakas samping tempat tidur agar memudahkan tabib Arsa untuk menggunakannya. Namun, belum sempat memulai pekerjaannya—Pandya terbangun dari tidurnya. Dia menatap tabib Arsa dengan wajah yang masih pucat."Tabib...," panggil Pandya dengan suara yang masih serak."Namaku Arsa, kau bisa memanggilku tabib Arsa," jawab tabib Arsa menanggapi panggilan Pandya."Ah, kalau begitu... Tabib Arsa, apa kondisi saya cukup parah?" Pandya bertanya sambil berusaha untuk duduk, namun langsung di tahan oleh tabib Arsa.Mendengar pertanyaan itu membuat tabib Arsa menatap Pandya dengan tatapan nanar. Walaupu
'Tentu bisa. Saat ini jiwaku sudah menyatu denganmu, jadi itu bukan hal sulit untuk melakukannya. Memang kenapa?' tanya Sakra bingung.'Jika menggunakan tenaga dalam milikmu, aku akan bisa sembuh lebih cepat bukan? Tapi jika aku bisa sembuh lebih cepat, orang-orang akan mencurigaiku. Jadi, apa kau bisa mengatur denyut nadiku agar tidak ada yang curiga setelah aku sembuh?' Pandya menjelaskan idenya.'Idemu tidak buruk. Baiklah, aku akan mengaturnya agar tidak akan ada orang yang curiga. Tapi apa rencanamu setelah itu?' Sakra masih belum benar-benar paham dengan rencana yang dipikirkan oleh Pandya.Pandya menyunggingkan senyumannya tanpa sepengetahuan tabib Arsa. Dia sudah membayangkan apa yang akan dilakukannya, setelah tubuhnya benar-benar sembuh. Apalagi saat ini Akandra sudah menjadi guru baginya, dia yakin kalau pamannya itu juga mempunyai rencana untuk bisa membuatnya tetap mendapat pelatihan selama masa pemulihannya.'Baiklah. Kalau begitu kau bisa mulai menyembuhkan luka dalamku
Raut ketegangan terpancar dari wajah para murid. Mereka benar-benar terkejut dengan pengumuman yang mendadak itu. Bahkan, untuk keuntungan ujian tahap 1 saja belum mereka terima semua, tapi mereka sudah harus memikirkan tentang ujian tahap kedua."Bukankah ini terlalu cepat untuk ujian tahap kedua?" bisik salah seorang murid."Benar, bukankah 3 tahun ada 6 tahap ujian? Bukankah paling tidak ada waktu 6 bulan untuk setiap tahapannya?" tambah murid yang lain."Sudahlah, lebih baik kita dengarkan dulu saja penjelasannya!" jawab salah seorang murid menghentikan pembicaraan itu.Semua masih menunggu kelanjutan ucapan Agha. Namun, bukannya melanjutkan bicara—dia malah menghampiri salah seorang penjaga yang membawa sebuah kotak dengan kedua tangannya. Kotak berwarna hitam itu cukup besar, walaupun sepertinya penjaga itu tidak merasakan beban sama sekali saat membawanya.Agha menganggukkan kepala kepada salah seorang penjaga yang langsung paham dengan apa yang dimaksud. Penjaga itu membuka gu