"Ternyata benar itu kamu, Vincen," ujar pria sepuh yang ternyata adalah Solomon Rondon, sambil menatap tajam ke arahnya.
Vincen tertunduk, matanya berkaca-kaca karena perasaan bersalah, lalu bersimpuh di hadapan Solomon sambil berkata, "Master, mohon maafkan saya."Dengan sigap dan penuh kasih, Solomon segera memapah Vincen untuk bangkit, tidak ingin muridnya terlihat direndahkan, terlebih mereka berada di tempat umum."Mari kita bicara sambil duduk saja," ucap Solomon dengan suara lembut, penuh kebijaksanaan.Vincen mengangguk, lalu menggiring Solomon menuju meja yang telah dipesan oleh Noel. Meski bergelar tuan muda Clark, Vincen sangat menghormati Solomon karena sosoknya yang merupakan guru bela dirinya dimasa lalu.Wajah Vincen terlihat bangga seiring mengenang saat dirinya berlatih bela diri dengan Solomon sejak masa SMP. Kisah itu bermula ketika Vincen tidak sengaja bertemu Solomon, saat ia sedang diganggu oleh teman sekelasnya.Malam harinya, dikediaman keluarga Helas tampak Marko sedang bersiap untuk menghadiri pesta yang diselenggarakan oleh Veronica. Karena mereka juga salah satu keluarga terpandang di kota Aranka, sehingga mendapatkan undangan.Marko tampak gagah mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Di sisi lain, Markus juga tampak berkarisma dengan pakaian formalnya.Di sudut ruangan, terlihat Lidia sedang merapikan rambutnya yang panjang dan berkilau. Ia menatap Marko dengan senyum tipis di wajahnya, namun ada sedikit kekhawatiran terpancar dari matanya."Bagaimana, apa kau sudah menemui Kars?" tanya Markus sebelum memasuki mobil, menatap Marko dengan tajam.Marko tersenyum menenangkan, "Ayah jangan khawatir, Kars akan mengurus pecundang itu, aku sudah memberitahunya kalau dia kemungkinan akan datang ke acara pesta Nona Sanchez!" jawab Marko yakin, merujuk pada Vincen yang sebelumnya sempat menjadi masalah bagi mereka.Markus mengerutkan keningnya, mencoba menenangkan perasaan yang
Ketika Vincen turun dari mobil, suasana menjadi hening sejenak. Semua orang menatap dengan penuh harap ke arahnya. Namun, ekspresi mereka berubah ketika sosok yang keluar dari mobil ternyata seorang pemuda mengenakan jas khas bodyguard, bukan Tuan Muda Clark yang mereka nantikan."Apa itu Tuan Muda Clark?" tanya seorang pria yang berdiri di dekat pagar."Sepertinya bukan," sahut seorang wanita yang berdiri di sampingnya, "mustahil cucu Tuan besar Clark mengenakan pakaian bodyguard!""Kalau bukan dia, terus mana Tuan Muda Clark?" tanya seorang wanita paruh baya dengan nada penasaran.Mereka tidak menyadari bahwa pemuda yang mengenakan jas serupa bodyguard itu sebenarnya adalah Tuan Muda Clark yang mereka cari. Noel yang mendengar perkataan orang-orang di sana hanya menggelengkan kepalanya dengan pasrah. Dengan senyum di bibirnya, Vincen menikmati kebingungan yang terpancar dari wajah-wajah orang di sekelilingnya. Matanya yang tajam memand
Marko mengernyitkan dahi saat mendengar Noel memanggil Vincen dengan sebutan 'Tuan Muda'. Dia yakin tidak salah dengar, dan melihat sikap patuh Noel terhadap Vincen membuat Marko terkesiap."Tidak mungkin, dia hanyalah seorang Bodyguard," gumam Marko, sambil melirik Noel yang tampak tak ragu.Lidia juga memperhatikan ekspresi Vincen yang berbeda kali ini. Seolah-olah bukan Vincen yang biasanya. Keresahan mulai mencuat dalam benak Lidia, merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Vincen yang biasanya tak berani seperti ini.Sementara itu, Noel sudah naik ke panggung dan membisikkan sesuatu pada pembawa acara yang sedang memulai acara.Pembawa acara tampak terkejut saat Noel selesai berbisik, memberi isyarat akan perubahan dalam acara.Pak Tua Clark, yang sedang bersama keluarga Veronica, melihat Noel dari kejauhan. Mereka penasaran dengan apa yang sedang dilakukan salah satu pengawal setianya itu."Tielman, bukankah itu Noel? Apa yang
Pengumuman yang disampaikan oleh pembawa acara membuat Marko dan Lidia terkejut, sulit mempercayai bahwa perkataan Vincen bukan omong kosong semata.Para tamu undangan terdengar mendesah kecewa, pasalnya mereka tidak akan bisa mendapatkan hotel Diamond sehingga tidak ada kesempatan dekat dengan tuan muda Clark."Tidak mungkin..." gumam Marko dengan masih merasa kaget.Tidak cukup hanya mendengar dari pembawa acara, Marko segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi ayahnya. Wajahnya tampak terpaku saat mendengar bahwa ayahnya mengatakan hal yang sama. Ia menoleh ke arah Vincen yang berdiri di depannya, kepala menggeleng-gelengkan karena tak percaya."Bagaimana Marko? Sekarang kau tahu bukan, di atas langit masih ada langit," ujar Vincen dengan senyuman simpul. Ia mengangkat gelas anggur yang ada di tangannya, lalu meneguknya dengan mantap.Marko merasakan emosi marah yang mendalam, tangannya berkeringat saat mengepal erat.Segera dia merapatkan pandangannya pada wajah Vincen, mencoba
Vincen Adama, baru saja kembali dari mengantarkan paket dengan kemeja yang basah oleh keringat. Meski lelah, ia tetap terlihat bersemangat. "Vincen! Aku ingin kamu segera mengirimkan paket ini!" Manajer meninggikan suaranya, dia tidak peduli jika Vincen baru saja kembali dan masih basah kuyup oleh keringat. "Baik Pak," jawab Vincen langsung, walau dia lelah tetapi berusaha untuk tetap produktif. "Paket ini untuk pelanggan VIP, jika kamu bisa memuaskan mereka, aku akan mempertimbangkan untuk memberi kamu promosi!" Kata manajer itu sambil menyerahkan sebuah kotak paket. Mata Vincen berbinar dan dipenuhi harapan. "Anda yakin Pak?" tanyanya memastikan. “Tentu saja! Kapan aku pernah berbohong padamu?” Manajer itu menjawab sambil tersenyum. "Terima kasih Pak!" ucap Vincen bersemangat, lalu bergegas mengantarkan paket tersebut. Meski baru kembali, dia tetap ingin menjalankan perintah dengan baik. Dalam hatinya, Vincen tidak peduli dengan promosi. Alasan antusiasmenya adalah kare
Vincen merasa dadanya sesak ketika melihat adegan di depan mata. Tidak ada bayangan sedikit pun dalam benaknya bahwa Lidia, sang istri tercinta, sedang bermesraan dengan pria lain. Dengan sangat intim pula! "Lidia!" seru Vincen lantang, selagi tubuhnya bergetar penuh amarah. Berjalan masuk ke dalam rumah tersebut, menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Pria yang sedang bersama Lidia menoleh, menyipitkan matanya menatap Vincen yang mengenakan seragam kurir. Senyum sinis tersungging di wajahnya. "Lidia, lihat siapa yang datang," ujar pria itu dengan suara lembut. Lidia yang telah mabuk, wajahnya merah, tampak kesal saat pria itu menghentikan aktivitasnya. "Ada apa sih?" gerutunya. Namun begitu melihat sosok Vincen yang sudah ada di hadapannya, mata Lidia membulat kaget, "V-Vincen, kenapa kau ada di sini?!" Meski hati hancur, cinta Vincen untuk Istrinya masih sangat kuat. Dengan langkah tegap dia menghampiri sang istri, meraih tangannya. "Ayo kita pulang, Lidia," bis
Pria sepuh itu berjalan mendekati Vincen yang tengah berdiri termenung di pinggir trotoar dengan memegangi motornya, disertai pengawal setianya. Melihat kedatangan pria sepuh, Vincen segera berdiri dengan tegap dan hendak mendorong motornya untuk segera pergi. "Mau sampai kapan kamu melarikan diri seperti ini? Apa kau ingin seperti Ayahmu!" ucap pria sepuh dengan suara lantang, membuat Vincen terhenyak. Vincen berhenti mendorong motornya, alisnya berkerut dan matanya menatap tajam pria sepuh. Dalam hati, dia bertekad tak akan terpancing emosinya saat orang tua itu mencoba merendahkannya. "Pulanglah, mau sampai kapan kau hidup dalam belenggu kemiskinan, Vincenzo? Istrimu sudah menceraikan mu, sekarang semua ucapanku benar, bukan?" lanjut pria sepuh, mencoba melumat harga diri Vincen. Kembali, Vincen merasakan amarah membara dalam hatinya. Tangannya mengepal kuat, ia berusaha menahan emosi. "Tidak perlu ikut campur urusanku, bukankah kau sendiri yang sudah mengusirku? A
Vincen mendengus. "Aku tidak mengenalmu! Sekarang katakan kamu siapa?" Walau dibalas dengan begitu ketus, wanita itu masih tersenyum manis padanya. Dengan gerakan lembut, wanita itu melepaskan cekalan tangan Vincen. Dia beranjak berdiri, menepuk-nepuk pakaian bagian belakangnya. Kemudian, Dari dalam tasnya, menjulurkan sebuah dompet dan kunci mobil pada Vincen. "Berhenti bersedih untuk sesuatu yang tak layak dan Pergilah ke alamat yang ku tuliskan di kertas dalam dompet," katanya. "Di sana kamu akan menemukan kehidupanmu yang layak." Kemudian, wanita itu langsung berbalik, berniat untuk pergi. "Tunggu! Apa maksudmu?!" Langkah wanita itu terhenti sesaat, lalu dia menoleh untuk menatap Vincen dengan tatapan penuh arti. "Kita akan bertemu lagi, Vincenzo Clark Adama." Usai mengatakan itu, wanita tersebut masuk ke dalam sebuah mobil mewah dan meninggalkan rumah kontrakan Vincen. "Hei!" teriak Vincen sambil berlari, berusaha mengejar si wanita, namun mobil itu semakin menjauh.