Share

Bab 4

Vincen mendengus. "Aku tidak mengenalmu! Sekarang katakan kamu siapa?"

Walau dibalas dengan begitu ketus, wanita itu masih tersenyum manis padanya. Dengan gerakan lembut, wanita itu melepaskan cekalan tangan Vincen. Dia beranjak berdiri, menepuk-nepuk pakaian bagian belakangnya. Kemudian, Dari dalam tasnya, menjulurkan sebuah dompet dan kunci mobil pada Vincen.

"Berhenti bersedih untuk sesuatu yang tak layak dan Pergilah ke alamat yang ku tuliskan di kertas dalam dompet," katanya. "Di sana kamu akan menemukan kehidupanmu yang layak." Kemudian, wanita itu langsung berbalik, berniat untuk pergi.

"Tunggu! Apa maksudmu?!"

Langkah wanita itu terhenti sesaat, lalu dia menoleh untuk menatap Vincen dengan tatapan penuh arti. "Kita akan bertemu lagi, Vincenzo Clark Adama."

Usai mengatakan itu, wanita tersebut masuk ke dalam sebuah mobil mewah dan meninggalkan rumah kontrakan Vincen.

"Hei!" teriak Vincen sambil berlari, berusaha mengejar si wanita, namun mobil itu semakin menjauh.

Tak berhasil mengejar, Vincen pun berhenti. Dia terengah-engah, lalu menatap dompet yang dibawanya. Di dalam dompet itu terdapat sebuah Black Card dan kartu kunci pintu otomatis.

"Siapa sebenarnya dia?" gumam Vincen, rasa bingung menyelimuti pikirannya.

Namun, ucapan sang wanita terngiang di benaknya. ""Berhenti bersedih untuk sesuatu yang tak layak dan Pergilah ke alamat yang ku tuliskan di kertas dalam dompet. Di sana kamu akan menemukan kehidupan yang layak."

Memikirkan hal tersebut, Vincen pun mengepalkan tangannya. Wanita itu benar, bersedih untuk sesuatu yang tak layak tidak ada gunanya. Dibandingkan bersedih, lebih baik dia memikirkan kembali cara untuk bangkit dari keterpurukan ini.

Tanpa pikir panjang Vincen langsung masuk ke kontrakannya, mengambil barang-barang yang kiranya berharga dan bergegas meninggalkan tempat tersebut. Dia bersumpah, suatu hari nanti, dia akan buktikan bahwa dirinya lebih baik dari semua orang yang merendahkannya!

***

Sementara itu di dalam mobil si wanita yang memberikan dompet dan kunci mobil ke Vincen, tampak dia sedang memandangi sebuah foto di layar ponselnya.

"Nona, kenapa Anda tidak langsung memberitahu tuan muda saja?" tanya sopir sekaligus pengawal si wanita sopan.

Wanita itu mengulas sebuah senyum. "Tidak perlu, lagi pula dia juga akan datang ke apartemen Diamond, aku ingin dia mengingatku sendiri," jawabnya tanpa menoleh.

Sopir menggelengkan kepalanya pelan. "Saya benar-benar tidak tahu cara berpikir Anda," ujarnya.

"Jangan banyak bicara, fokus saja menyetir, bawa aku ke rumah Tuan besar Clark!" perintah si wanita masih sambil menatap foto di layar ponselnya.

"Baik Nona," jawab sopir menambah kecepatan pergi ke kediaman keluarga Clark yang merupakan orang terkaya di Aldasia.

Setelah satu jam perjalanan mobil si wanita sampai di kediaman keluarga Clark. Tampak penjaga gerbang menghadang mobil tersebut, tetapi saat melihat si wanita, penjaga gerbang langsung membungkuk dan segera membuka gerbang.

Mobil wanita itu melaju perlahan, kemudian berhenti di halaman keluarga Clark. Pak tua Clark, yang baru saja pulang, mendengar suara mesin mobil itu. Ia langsung menghentikan langkahnya, berbalik, dan memperhatikan mobil itu dengan tatapan curiga.

Saat wanita tersebut turun dari mobil, ekspresi terkejut langsung menghiasi wajah Pak Tua Clark. "Veronica!" serunya.

Veronica tersenyum dan langsung mendekati Pak Tua Clark. "Kakek! Lama tak bertemu," ujarnya, lantas memeluknya erat tanpa ragu-ragu.

Pak Tua Clark menepuk punggung Veronica, balas memeluknya singkat. "Kapan kamu pulang? Kenapa tak beritahu Kakek?" tanyanya, sambil melepaskan pelukan.

Veronica tersenyum simpul. "Aku tiba siang tadi, sebenarnya ingin langsung kesini, tapi sempat mampir dulu ke tempat lain," sahutnya lembut.

"Ayo masuk, kita ngobrol di dalam saja," Pak Tua Clark mengajak dengan suara yang lembut namun penuh kebahagiaan.

Veronica mengangguk setuju. Mereka pun berjalan bersama memasuki rumah besar dan mewah itu, siap mengejar kisah masa lalu yang telah lama terpisah.

Pak Tua Clark mengangkat tangan ke arah pelayan yang melintas. "Tolong bawakan minuman ke ruang tamu." Katanya lalu menoleh pada Veronica. "Ayo, mari kita ngobrol di sana." Dia menunjuk kursi di ruang tamu.

Veronica melirik sekeliling dan menggeleng. "Rumah ini masih seperti dulu," ucapnya lembut sembari melangkah perlahan dan menempati kursi di hadapan Pak Tua Clark.

Pak Tua Clark menghela napas panjang, raut wajahnya kian tampak lesu. "Begitulah, dan aku pun masih hidup sendirian seperti dulu."

Senyuman Veronica mengintip di bibirnya. "Bagaimana kondisi Kakek?" tanyanya dengan perhatian.

"Ya beginilah, pria tua yang hidup sebatang kara memang menyedihkan. Mungkin hidupku tinggal menghitung hari," jawab Pak Tua Clark sambil menunduk, seolah berusaha menyembunyikan kesedihan.

Veronica beranjak berdiri, cepat menggenggam tangannya. "Jangan bicara seperti itu, aku janji akan membawa Vincenzo pulang ke rumah dan merawat Kakek," ujarnya penuh harap.

Ekspresi Pak Tua Clark berubah, keningnya mengerut. "Kamu mengenal … Vincen?” Pria tua itu terkejut, baru tahu kalau putri dari kerabat lamanya ini mengenal sang cucu.

Senyuman penuh arti muncul di wajah Veronica. "Bisa dibilang, kami sempat mengenal.” Kemudian, wajah Veronica berubah sendu. “Akan tetapi, aku tidak tahu apa dia masih mengingatku ….”

"Jadi alasanmu kembali ke Aldasia setelah sekian lama … apakah itu untuk … Vincen?" tanya Pak Tua

Clark sambil mengamati wajah Veronica.

“Dia pernah berjanji padaku, jadi aku kembali untuk menagih janji itu," jawabnya pelan.

Pak Tua Clark tampak bingung. “Janji?” ulangnya. “Janji apa?”

Veronica tersenyum penuh arti. “Kakek bisa tanyakan padanya saat dia mengingatnya.” Wanita itu kemudian memandang ke arah kejauhan, membayangkan sosok Vincen yang saat ini pasti sedang berusaha menggali ingatannya. “Yang perlu Kakek ketahui adalah …” Veronica menatap Pak Tua Clark,“... aku akan pastikan Vincen kembali ke posisi yang seharusnya.”

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status