Vincen hanya bisa menggertakkan gigi selagi menatap Noel dalam diam. Kegigihan pria paruh baya itu dalam membela sang kakek membuat hati Vincen tergerak.
Hanya orang hebat yang bisa membuat bawahannya rela merendahkan dirinya sampai seperti ini. Namun, apa hal itu bisa dalam sekejap menghapus dendam yang selama ini menumpuk dalam hati Vincen? Terdiam untuk waktu yang cukup lama, akhirnya Vincen angkat bicara, "Berapa lama lagi waktu yang dia punya?” Mendengar pertanyaan itu, Noel menjawab, “Tidak sampai satu tahun ….” Ekspresi Vincen berubah pahit. “Aku mengerti.” Kalimat itu membuat Noel mengangkat pandangannya dan menatap Vincen penuh harap. "Apa itu berarti Tuan Muda setuju untuk kembali!?” “Tidak,” jawab Vincen membuat Noel menautkan alis, bingung. Pria itu kemudian memegang pundak Noel, mengisyaratkan dirinya agar berdiri. "Akan tetapi … aku tertarik untuk mengenali bisnis keluarga Clark dengan lebih dalam." Mendengar ucapan Vincen, mata Noel langsung bersinar. Sifat Vincen begitu mirip dengan Pak Tua Clark saat muda, membuatnya paham kalau sebenarnya Vincen sudah mulai menerima keluarga Clark! “Aku mengerti, Tuan Muda!” ucap Noel, bersiap untuk pergi agar tidak lagi mengganggu tuan mudanya. Namun, kemudian dia tampak bingung. "Akan tetapi … Tuan muda, jika Anda tidak pulang ... Anda akan tinggal di mana?" tanya Noel dengan penasaran. Senyum muncul di wajah Vincen, matanya melirik Noel sejenak sebelum akhirnya dia mengeluarkan sebuah kunci, kunci apartemen yang diberikan si wanita asing. “Seseorang yang sepertinya kukenal di masa lalu memberikanku bantuan, jadi aku akan dengan senang hati menerimanya.” Noel yang melihat nomor di kunci apartemen Vincen langsung terbelalak. Itu jelas kamar apartemen milik Nona Veronica Sanchez! Bagaimana bisa tuan muda bisa memiliki hubungan dengan wanita sepenting itu!? Namun, tidak ingin ikut campur terlalu jauh, Noel hanya membungkuk dan berkata, “saya mengerti, Tuan Muda.” Dia menegapkan tubuh. “Demikian, mulai besok saya akan menyiapkan segalanya," ujar Noel dengan mantap. Vincen tersenyum, menepuk pelan bahu Noel, lalu melangkah ke apartemen Veronica tanpa ragu. Sembari memerhatikan kepergian Vincen, Noel langsung masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya dan menghubungi seseorang dengan senyum cerah di bibirnya. “Sebastian, kabarkan pada Tuan Besar bahwa Tuan Muda sudah setuju!” *** Di kediaman keluarga Clark berada, terlihat Sebastian menghampiri Pak Tua Clark dengan tergesa-gesa. "Tuan besar, ada kabar baik. Tuan Muda besok akan berangkat ke perusahaan!" serunya bersemangat. “Kamu bilang apa?!” tanyanya, tampak Pak Tua Clark memasang wajah bersinar saat mendengar berita dari Sebastian, salah satu bawahan setianya selain Noel. “Vincen bersedia mengenal perusahaan?” ulang Pak Tua Clark dengan senyum lebar. “Ha ha! Ini kabar bagus!” Sebastian tersenyum. Dia baru saja mengabarkan berita dari Noel kepada Pak Tua Clark, tepat ketika Veronica baru saja pulang. Sebastian menghela napas, bersyukur dirinya dan Noel nekat melawan perintah Pak Tua Clark untuk tidak membocorkan kebenarannya dari Vincen. Sudah sekian lama semenjak Pak Tua Clark terlihat begitu bahagia. “Apa yang kamu tunggu, Sebastian!? Cepat siapkan apa yang dia mau, adakan rapat darurat. Aku ingin melihat apa yang bisa dia lakukan dan sejauh mana dia bisa melangkah ke depan!" seru Pak Tua Clark dengan semangat. Walau masih cukup kesal Vincen tidak kembali ke kediaman, tapi Pak Tua Clark senang juga melihat cucunya bersedia mengenal bisnis keluarga Clark. Ini adalah langkah pertama yang sempurna, dan Pak Tua Clark yakin di kemudian hari Vincen akan sepenuhnya menerima jati dirinya. Dengan segera, Sebastian menghubungi sekretaris Pak Tua Clark untuk mempersiapkan penyambutan Vincen di Central Clark Capital esok hari – perusahaan induk yang menjadi kebanggaan keluarga Clark. Sementara itu, seakan bisa merasakan ada yang membicarakan dirinya, Vincen yang telah masuk ke apartemen milik Veronica merasa telinganya panas. ‘Ada yang membicarakan ku …’ batinnya. ‘Mungkin pria tua itu sudah menerima kabar …’ tebak Vincen sembari mendengus tipis. Melihat sekeliling, apartemen yang disediakan oleh Veronica ini termasuk sangat bagus. Nyaman dan cukup untuk satu orang seperti Vincen. Menurunkan tas di bahunya ke atas meja, tanpa sengaja foto pernikahan Lidia dengannya jatuh ke lantai. Hal tersebut membuat ekspresi Vincen berubah pahit. Vincen meraih foto tersebut, lalu duduk di tepi ranjang seraya memandangnya kecewa. "Aku kira kau wanita yang berbeda, tapi ternyata aku salah ...," ucapnya sambil menghela nafas. Ada rasa menyesal di nadanya, "Berkatmu aku sadar, cinta hanya akan membuatku bodoh." Foto pernikahan itu dilemparkan begitu saja ke pojok ruangan. Kesedihan mengiris hatinya, namun Vincen tahu dirinya tak boleh larut dalam duka. Kakeknya pernah mengingatkannya, hidup di jaman sekarang tanpa kemampuan finansial hanya akan membuatnya terluka. Dan pria itu benar. Mata Vincen terbuka, memancarkan kilat berbahaya dan aura dominan yang kuat. Dengan tangan kuat, dan juga yang membara di hati, dia mengucap sebuah sumpah. "Lidia, kau akan melihat siapa diriku yang sebenarnya!"Keesokan harinya, Vincen bangun lebih awal dari biasanya. Dia merasa bersemangat untuk menghadapi hari yang baru.Setelah mandi dan menyiapkan diri, dia mengenakan jas rapi yang sudah disiapkan oleh Noel.Di depan cermin, Vincen mengenakan dasi yang serasi dengan jasnya, lalu melirik ke arah cermin. Dia tersenyum puas melihat penampilannya yang kini berubah sembilan puluh derajat dari sebelumnya.Tak ada lagi jejak kekusutan atau kelelahan di wajahnya, kini yang tersisa hanyalah wajah berkarisma dan penuh percaya diri."Ternyata aku tampan juga.” Dia tertawa saat mendengar pujian konyol yang dia kumandangkan untuk dirinya sendiri.Sudah begitu lama sejak Vincen memiliki waktu untuk mempersiapkan dirinya seperti ini. Lagi pula, sebagian besar waktunya dia luangkan untuk bekerja demi menafkahi sang istri, Lidia. Ah salah... Mantan istri harusnya.Mengingat hal tersebut, Vincen cepat-cepat menggelengkan kepalanya. ‘Berhenti memikirk
Selagi Noel akhirnya diperintahkan Pak Tua Clark untuk kembali ke kantor terlebih dahulu, Vincen masih tampak berlari masuk ke dalam sebuah gang.Sampai di ujung gang, yang menuju ke jalan besar lain, Vincen menoleh ke kiri dan ke kanan, tampak jelas mencari-cari sesuatu … atau seseorang.Dengan alis tertaut erat, Vincen bergumam, “Aku yakin aku baru saja melihat wanita tadi malam di sini.” Namun, berlari ke sana kemari di area itu sama sekali tidak membawakan hasil, membuat Vincen mengepalkan tangan kesal. ‘Sial …’ makinya. ‘Mungkinkah aku salah lihat?’ batinnya bertanya-tanya.Ada rasa penasaran yang tidak bisa hilang di hati Vincen, terutama karena dia ingin sekalit ahu siapa sebenarnya wanita yang telah memberikan apartemen dan mobil kepadanya itu?Kenapa dia membantu Vincen? Apa mereka pernah berhubungan dulu? Tahu tidak akan mendapatkan jawaban, dan yakin kalau tidak akan menemukan wanita itu lagi karena kehilangan jejak–atau salah lihat–Vincen akhirnya menghela napas dan memut
Vincen menyipitkan matanya saat menoleh, mendapati Marko dan Lidia yang berjalan masuk ke perusahaan Kakeknya.Lidia, dengan intimnya, memeluk lengan Marko erat-erat. Pada detik itu, tatapan Vincen berubah seketika, terlihat semburat amarah membara dalam sorot matanya.Namun, di sisi lain, Lidia tampak terkejut dengan penampilan baru Vincen yang kini semakin tampan.Keduanya menghampiri Vincen yang saat itu tengah berdiri tegak di depan meja Resepsionis. Raut wajah Vincen tampak sulit diartikan, seolah ada perasaan yang terpendam."Tuan muda Helas," sapa Resepsionis dengan sopan, ia sadar betul Marko bukanlah sosok yang bisa disinggung begitu saja.Marko hanya menghadiahi Resepsionis senyum simpul, mengangguk pelan sebagai bentuk penghormatan.Lidia memandang Vincen dari atas hingga bawah, tak bisa mengelak bahwa penampilan baru Vincen cukup memukau.Namun, Lidia mengedarkan pandangan sinis, mengejek dengan suara yang me
"Ehem!" Vincen berdehem keras, membuat Sebastian langsung menghentikan perkataannya dan refleks menoleh ke arah tuan mudanya tersebut. Wajah Sebastian tampak bingung, matanya bergerak bolak-balik antara Silas dan Vincen, mencoba mencari tahu maksud dari suara berdehem tadi. Di sela Sebastian yang bingung, terlihat Silas dengan ragu menegurnya secara sopan. Wajahnya pucat, keringat dingin mengucur deras di keningnya. Tangannya gemetar, menunjukkan betapa takutnya ia pada Sebastian. "T-Tuan Sebastian, memangnya siapa dia? Saya tidak pernah melihatnya di perusahaan ini sebelumnya," tanya Silas penasaran, wajahnya tampak ketakutan melihat Sebastian. Sebastian kembali menatap Silas dan Marko, masih bingung akan maksud isyarat yang diberikan oleh Vincen. "Dia...." Sebelum Sebastian menjawab, Vincen bergegas bicara terlebih dahulu. "Aku merupakan pengawal khusus Tuan besar Clark," ucapnya sembari menatap Sebastian yang terkejut. “Bukan begitu, Pak Sebastian?” Melihat panc
Sebastian terkejut dengan perintah mendadak dari Vincen yang memintanya untuk mengusir Marko dan Lidia. Namun, kesetiaan pada tuan mudanya membuat dia segera mengeksekusi perintah itu. "Keamanan!" seru Sebastian lantang, membuat security yang tadi menyeret Silas bergegas masuk ke dalam perusahaan kembali. "Seret mereka berdua keluar!" lanjut Sebastian tegas. Sontak saja Marko dan Lidia terkejut, karena orang kepercayaan Pak Tua Clark, dengan mudahnya menuruti perintah Vincen. Security dengan sigap mencengkeram lengan Marko dan Lidia. “Ahh! Lepaskan aku! Marko, tolong aku!” seru Lidia yang terseret dengan mudahnya karena tenaganya sebagai seorang wanita tidak sebanding dengan para sekuriti. Di sisi lain, Marko berusaha memberontak dan berteriak, “Kalian tidak bisa melakukan ini padaku! Aku adalah putra dari Markus Helas! Apa kalian tahu menyinggung ayahku akan berakibat fatal bagi kalian!? Tuan Besar Clark akan menghukum kalian karena telah berani menghinaku seperti ini!” Mende
Di ruang meeting, para eksekutif Central Clark Capital terlihat sibuk membahas mengenai sosok pewaris keluarga Clark. Mereka penasaran tentang latar belakang dan kredibilitas pewaris tersebut.Suasana di ruangan itu terasa semakin tegang. Beberapa eksekutif terlihat mengepalkan tangan, seolah mencoba menahan emosi mereka. Salah seorang di antara mereka menghela napas, menunjukkan rasa frustrasi yang mendalam.Meskipun, kecurigaan dan ketidakpercayaan masih terpancar dari sorot mata mereka. Mereka kemudian melanjutkan diskusi mereka, mencoba menggali lebih dalam mengenai sosok pewaris keluarga Clark yang menjadi teka-teki besar bagi perusahaan mereka. "Menurut informasi, pewaris ini tumbuh besar sebagai orang biasa.Apakah dia mampu dan cukup kredibel untuk menjadi seorang pemimpin?" ujar salah satu eksekutif dengan nada skeptis.Beberapa orang di ruangan itu terdiam, tidak berani setuju maupun menentang pertanyaan tersebut. Di saat ini, orang yang tadi sempat mengajukan pertanyaan la
Markus melihat Vincen yang baru saja muncul di hadapannya bersama dengan Sebastian disisinya. Dengan segera ia mematikan telepon yang sedang ia pegang. Pikiran Markus menebak-nebak bahwa Vincen mungkin adalah cucu dari Tuan Besar Clark, sosok yang sangat dihormati di perusahaan tersebut. "Salam, Tuan," sapa Markus sopan seraya mengulurkan tangannya. “Anda pasti cucu Tuan Besar Clark yang sering dibicarakan, Tuan Muda Clark, bukan begitu?” Vincen seketika berhenti. Dia menatap Markus dari atas sampai bawah, ingin tahu siapa pria paruh baya di depannya itu. Di saat ini, Sebastian segera mendekat dan berbisik. "Tuan muda, dia Ayah Marko, Markus Helas."Mendengar hal itu, ekspresi bingung Vincen langsung berubah dingin. Tanpa menjabat tangan Markus, dia berkata, "Anda salah sangka, Tuan Helas. Saya hanyalah bodyguard khusus yang ditugaskan Tuan Besar Clark untuk menjaga Tuan Muda Clark." Kemudian, dia menatap ruang meeting yang pintunya terbuka, lalu menatap Markus sekilas. “Saya masih
Merasa dirinya sangat konyol, Marko langsung menepis pemikiran tersebut dan bertanya langsung pada sang ayah, “Ayah, apa maksudmu? Aku tidak pernah bertemu Tuan muda Clark, jadi bagaimana bisa aku menyinggungnya?" ujarnya lemah dengan Lidia memeluk lengannya, membantunya tetap berdiri. Melihat sosok Lidia, Markus bertanya, “Apa wanita ini istri seseorang?!” Pertanyaan itu langsung membuat Lidia dan Marko membeku. “Kenapa … Ayah bertanya begitu?” "Jawab!” Bentakan sang ayah membuat Marko sedikit takut. Dia baru pernah melihat pria itu begitu marah kepadanya! “Lidia memang pernah menikah, tapi dia sudah bercerai. Aku dan dia–” “Bajingan!” maki Markus dengan penuh kekesalan. Sekarang, dia tahu kalau paling tidak ucapan Vincen ada benarnya, dan dalang dirinya diusir dari meeting internal Clark adalah putranya sendiri! Sudah marah karena dipermalukan dan kembali naik pitam lanta