🏵️🏵️🏵️
“Kenapa kamu menamparku, Mas?” Aku memegang pipi kanan bekas tamparan Mas Damar, rasanya sangat sakit.
“Itu sangat pantas untuk wanita sepertimu!”
“Apa maksudmu? Apa salahku?” Aku masih tidak mengerti kenapa dia berlaku kasar kepadaku.
“Kamu meminta apa yang telah kamu berikan padaku? Kamu lupa siapa yang memenuhi semua kebutuhanmu selama ini? Aku!”
“Kamu yang memaksaku untuk mengeluarkan kalimat itu karena kamu tega memintaku untuk membayar semua biaya pernikahan kita dulu.”
“Kamu nggak sanggup? Itu sudah jelas! Kamu itu nggak lebih dari benalu yang menumpang hidup denganku!”
“Sudah menjadi kewajibanmu untuk memenuhi kebutuhanku karena aku istrimu.” Aku tetap tidak terima dengan semua yang dia katakan kepadaku.
“Cih! Istri yang tidak berguna.” Dia mengeluarkan air ludahnya di depanku.
“Apa alasanmu mengatakan aku istri tidak berguna? Apa yang merasuki dirimu hingga berubah sekasar ini hanya dalam waktu beberapa bulan?”
“Karena kamu sudah tidak bisa memberikan yang terbaik untukku. Kamu istri yang tidak bisa mengerti dengan kebutuhan suami. Aku hanya bisa dapatkan itu dari Tia. Dia jauh lebih tahu apa yang kubutuhkan. Dia lebih mampu memenuhi semua kebutuhan dan keinginanku!”
“Aku selalu berusaha menjadi istri yang baik untukmu dan memenuhi semua keinginanmu. Apa yang kurang dariku, Mas?”
“Pelayananmu tidak akan pernah sebanding dengan Tia!”
Aku pun menangis mendengar pengakuan Mas Damar tentang Tia. Pelayanan apa sebenarnya yang Mas Damar maksud tentang wanita itu? Aku tidak sanggup membayangkan jika mereka telah berbuat hal-hal yang tidak pantas untuk dilakukan.
“Keluar kamu dari kamar ini! Aku nggak butuh kamu malam ini! Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan dari Tia. Aku menyesal kenapa dari dulu tidak meliriknya karena dia mampu memberikan kebahagiaan untukku!”
Aku segera keluar dari kamar yang dulunya kami impikan. Kamar itu sekarang telah menjadi saksi bisu atas perlakuan kasar yang Mas Damar lakukan kepadaku.
Seandainya kondisi Ayah saat ini sehat dan baik-baik saja, aku akan keluar dari rumah ini dan kembali ke pelukan orang tuaku.
Tidak ada lagi yang dapat kuharapkan dari pernikahan ini. Mas Damar sudah sangat berani jujur di depanku tentang kekagumannya terhadap Tia, sahabatku sendiri.
Akan tetapi, aku tidak akan pernah tinggal diam, Tia harus bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi terhadapku. Dia penyebab dari perubahan sikap Mas Damar.
Besok pagi aku akan mengunjunginya dan bersikap seolah-olah tidak mengetahui tentang semua ini. Aku akan mempersiapkan sebuah rencana untuknya.
Dia tega melakukan semua ini kepadaku, padahal aku tidak hanya menganggapnya sebagai sahabat, tetapi seperti saudari.
“Kita harus tetap selamanya menjadi sahabat.” Kalimat itu dulu Tia ucapkan kepadaku.
“Iya, Tia. Aku sudah menganggapmu seperti saudariku sendiri.”
“Kita sahabat selamanya.” Dia dengan penuh semangat mengucapkan janji itu lalu kami berpelukan.
Arti sahabat yang dia janjikan ternyata sekarang menjadi duri bagiku. Dia dengan cara yang sangat kejam, menginginkan apa yang telah menjadi milikku. Bagaimana mungkin seorang sahabat sanggup melakukan hal sejahat dan sehina itu?
Aku sudah tidak sabar menunggu hari esok tiba. Aku ingin menyaksikan reaksinya melihatku berada di rumahnya.
🏵️🏵️🏵️
Mas Damar berangkat terburu-buru pagi ini. Dia benar-benar sudah tidak menganggapku lagi ada di rumah ini. Dia pergi ke kantor tanpa berpamitan kepadaku.
Aku pun melaksanakan rencana setelah mobil Mas Damar mulai bergerak. Aku dengan sigap mengikutinya dari belakang. Ternyata mobilnya berhenti di rumah Tia. Dia dengan langkah yang sangat cepat, memasuki rumah wanita itu. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan di dalam rumah.
Aku tetap mengintai dari kejauhan, menunggu Mas Damar keluar dari rumah itu karena niatku sebenarnya ingin menemui Tia.
Sangat lama aku menunggu hingga akhirnya Mas Damar keluar. Wajahnya terlihat sangat bahagia dan sepertinya dia baru selesai mandi. Aku sangat tahu kalau tadi dia sudah mandi di rumah, tetapi kenapa sekarang dia harus mandi lagi?
Dia juga mengenakan kemeja yang berbeda dari sebelumnya. Aku tidak menyangka kalau ternyata Tia juga menyediakan pakaian Mas Damar di rumahnya. Mas Damar dengan mesra mendaratkan ciuman di dahi Tia. Wanita itu juga mencium punggung tangan Mas Damar.
Kenapa perlakuan mereka seperti sepasang suami istri? Hal itulah yang Mas Damar lakukan kepadaku beberapa bulan yang lalu.
Ingin rasanya menangis menyaksikan pemandangan yang tidak kuharapkan pagi ini, tetapi niat itu aku urungkan. Tujuanku sekarang adalah bertemu dengan Tia.
Akhirnya, Mas Damar memasuki mobilnya lalu meninggalkan rumah Tia.
Setelah mobil Mas Damar jauh dari rumah Tia, aku segera bergerak dengan sepeda motor milikku. Pagarnya tidak dikunci, aku langsung masuk ke halaman rumahnya.
Aku segera menekan bel yang ada di samping pintu. Tanpa menunggu lama, aku mendengar langkah seseorang. Setelah pintu terbuka, sosok Tia berdiri di depanku.
“Tari?” Dia tampak kaget, tetapi langsung memelukku.
Kenapa dia masih bersikap seolah-olah tidak melakukan kesalahan? Apa mungkin Mas Damar tidak memberitahukan kalau aku sudah mengetahui kedekatan mereka?
“Kamu apa kabar? Masuk, yuk.” Dia meraih tanganku lalu kami pun masuk ke rumahnya.
“Kabarku buruk,” jawabku singkat.
“Kok, ngomongnya gitu? Kamu kenapa? Gimana hubunganmu dengan Mas Damar?”
Pertanyaan yang dia lontarkan membuatku makin ingin menampar mulut manisnya. Dia masih sanggup bersikap seperti tidak terjadi sesuatu di antara dirinya dan Mas Damar.
Hatiku makin sakit melihat rambutnya masih basah. Apakah dia melakukan sesuatu dengan suamiku?
“Aku dan Mas Damar baik-baik aja, Tia. Dia makin sayang padaku, aku sangat bersyukur memiliki suami seperti dia.” Mungkin Tia tidak tahu kalau aku saat ini sangat membenci Mas Damar karena dia. Kebohongan ini kulakukan untuk melihat reaksinya.
“Bagus, dong ... semoga tetap langgeng, yah.” Dia tampak tegar di depanku, tetapi dia tidak tahu bahwa aku melihat kekecewaan di wajahnya.
“Kamu juga harus cari pendamping secepatnya. Sampai kapan kamu tetap sendiri? Nggak enak, loh, hidup sendiri. Punya suami lebih enak, tapi bukan suami orang lain, yah. He-he!” Dia sontak kaget mendengar ucapanku. Aku heran melihat reaksi itu.
“Kok, kamu ngomongnya gitu, sih, Ri?” Dia mengerutkan dahinya.
“Zaman sekarang banyak, tuh, yang menginginkan suami orang. Semoga kita dijauhkan dari sikap seperti mereka, yah. Bagiku, mereka itu nggak punya hati atau mungkin juga karena nggak ada yang mau. Apa mereka merasa jelek atau kekurangan hingga tidak percaya diri untuk memilih yang masih sendiri, bukan bekas orang lain?”
Uhuk! Uhuk!
Tiba-tiba dia batuk.
“Kamu lagi batuk, yah? Jaga kesehatan, dong. Perjalanan masih panjang, belum juga nikah.”
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
Batuknya lebih panjang saat aku mengatakan kata belum nikah. Ada apa dengan Tia sebenarnya? Sudah sejauh mana hubungannya dengan Mas Damar?
Setelah perbincangan selesai, aku akhirnya meminta izin pamit. Dia masih tetap menunjukkan senyum kepalsuannya di depanku. Dia tetap bersikap manis dengan memelukku.
Aku ingin menangis mengingat persahabatan kami. Kenapa dia sangat tega menghancurkan hati dan perasaanku? Apa yang harus aku lakukan untuk membongkar kedekatannya dengan Mas Damar?
==========
🏵️🏵️🏵️Hari ini, aku tidak banyak melakukan kegiatan seperti biasanya. Aku sengaja mengurung diri di kamar, meratapi nasib yang telah menimpa diriku. Aku menangis sesenggukan karena tidak pernah menyangka akan mengalami penderitaan seberat ini.Ingin rasanya bersandar di pundak Ibu lalu menumpahkan semua yang telah Mas Damar perbuat kepadaku. Hanya Ibu yang mengerti dengan kesusahan putrinya.Aku kembali mengingat apa yang telah Ayah sampaikan ketika aku dan Mas Damar masih berstatus sebagai sepasang kekasih.“Ayah tidak bermaksud untuk melarang hubunganmu dan Damar, tapi Ayah khawatir dengan keluarganya. Ayah dapat merasakan kalau mereka tidak menyukai hubungan kalian.” “Yang jalanin semuanya Tari dan Mas Damar, Ayah. Jadi, Ayah nggak perlu khawatir.” Kalimat itulah yang keluar dari mulutku untuk meyakinkan Ayah saat itu.Sekarang aku baru menyadari semuanya, ternyata Ayah memiliki perasaan yang sangat kuat tentang apa yang akan menimpa diriku.Aku merasa bersalah karena tidak me
🏵️🏵️🏵️Apa lagi yang aku pertahankan dari keluarga aneh Mas Damar? Mereka tidak pernah peduli dan menganggapku ada. Mereka juga tidak berniat sama sekali memberikan solusi terbaik jika aku sedang mengalami kesusahan.Masih sangat jelas dalam ingatanku, kala itu Ibu sedang sakit dan tidak memiliki biaya untuk membayar rumah sakit. Mas Damar juga saat itu sedang tidak memiliki tabungan karena telah dia gunakan untuk biaya pernikahan kami.Aku dan Mas Damar tidak memiliki pilihan lain, kami pun memberanikan diri untuk meminta bantuan orang tuanya. Orang tuanya bersedia membantu dan memberikan pinjaman, tetapi dengan syarat yang tidak kuduga sama sekali.“Mama bersedia memberikan bantuan, tapi ada syaratnya.” Mama mertua melontarkan kalimat itu.“Apa pun syaratnya akan Tari penuhi yang penting Mama bersedia memberikan bantuan pada kami.” Aku menyanggupi apa pun syarat yang beliau berikan.“Kalian tetap mengembalikan uang Mama. Tapi jika kalian tidak mampu membayar secara tunai, bisa dic
🏵️🏵️🏵️Aku merasa tenang setelah menghubungi dia beberapa hari yang lalu karena dirinya sangat peduli kepadaku. Semenjak mengenalnya beberapa tahun silam, dia selalu memberikan yang terbaik untukku.Dia tidak pernah membenciku walaupun dulu diriku pernah menyakiti dan melukai hati dan perasaannya. Dia sosok yang penuh dengan pengertian dan bersikap dewasa.“Maafin aku, yah, Mas, karena telah menyakiti hatimu.” Saat itu aku meminta maaf atas apa yang kulakukan kepadanya.“Kamu nggak perlu minta maaf, Mentari. Kamu nggak salah, tapi keadaanlah yang tidak berpihak padaku.” Kalimat ikhlas itu membuatku makin merasa bersalah kepadanya. “Harapanku hanya satu, melihatmu tetap bahagia bersama laki-laki yang mencintaimu. Damar adalah pilihan yang sudah kamu yakini untuk membahagiakanmu,” lanjutnya dengan lembut.“Iya, Mas. Aku bersyukur karena kamu mengerti dengan perasaanku. Dia laki-laki yang kudambakan dan akan mejadi imam, juga pendamping hidupku.” Aku dengan penuh semangat saat itu memb
🏵️🏵️🏵️“Besok kita sudah mulai menjalankan rencana kita, Mas,” saranku kepada Mas Surya.“Okeh. Apa yang harus aku lakukan besok?” Tampaknya Mas Surya sangat antusias dengan rencana yang telah aku utarakan.“Kamu ikutin, tuh, si pelakor setelah dia pulang dari sekolah. Dia ngajar di sekolah milik keluarga Mas Damar. Ini orangnya.” Aku menunjukkan foto Tia di ponselku.“Maksudnya, mulai besok aku mengamati gerak-geriknya, yah?” “Iya, Mas. Namanya Tia, kami saling kenal sejak duduk di bangku SMA hingga akhirnya bersahabat.”“Kenapa dia setega ini padamu? Dia berusaha menghancurkan rumah tangga sahabatnya sendiri.”“Aku juga nggak tahu, Mas, tapi waktu SMA dia mengaku mengagumi Mas Damar. Tapi semua itu udah nggak penting lagi bagiku karena tujuanku sekarang hanya ingin melihatnya merasakan penderitaan yang kualami.”“Apa kamu yakin hanya Damar yang dekat dengannya saat ini? Aku tidak percaya jika dia tidak memiliki kekasih sebelum selingkuh dengan Damar.” Ternyata apa yang aku pikirk
🏵️🏵️🏵️Sekarang aku makin berani menentang kekasaran Mas Damar. Aku bukan lagi Tari yang selalu sabar untuk disakiti. Saat ini, aku Mentari yang penuh semangat untuk memancarkan sinarnya.“Tari, buka pintunya!” Mas Damar menggedor-gedor pintu kamarku.Aku tidak berkutik sedikit pun. Aku tidak menjawab panggilannya karena bagiku sekarang, dia tidak lebih dari laki-laki tidak memiliki perasaan.“Aku ini suamimu dan kamu wajib menenuhi hakku. Buka pintunya!” Suaranya makin terdengar keras memintaku membuka pintu.Akan tetapi, aku tetap diam dan tidak menghiraukannya. Terserah dia mau bilang apa, yang pasti aku tidak ingin lagi melaksanakan kewajiban sebagai istri bersamanya.Dia tidak berhak lagi mendapatkan pelayanan dariku, dia dengan kasar telah menyakitiku secara lahir dan batin. Dia lebih baik mendapat pelayanan dari Tia, wanita kotor yang dia banggakan.Kekuatan yang aku peroleh saat ini tidak luput dari kalimat semangat yang Mas Surya ucapkan kepadaku.“Kamu jangan rapuh, yah, h
🏵️🏵️🏵️Setelah pertemuanku kemarin dengan Mas Surya, akhirnya hari ini dia kembali melakukan pengintaian di sekitar sekolah milik keluarga Mas Damar. Dia memberitahukan bahwa hari ini, tidak ada yang mencurigakan dari sikap Tia.Hari kedua hingga kelima tetap seperti hari pertama, tidak ada yang dapat dicurigai. Tia tetap langsung pulang ke rumah.Ini hari keenam, Mas Surya mengikuti gerak gerik Tia, aku makin berharap adanya informasi yang lebih menarik lagi. Aku akan kumpulkan semua bukti yang telah aku peroleh, mulai dari perselingkuhannya dengan Mas Damar hingga minggu kemarin dirinya memasuki hotel bersama seorang laki-laki.Hati ini benar-benar sudah tertutup untuk memberikan maaf kepadanya karena yang ada dalam pikiranku saat ini, menginginkan kehancuran hidupnya. Aku juga ingin lepas dari ikatan pernikahan yang tidak kuingkan lagi.Tiba-tiba terdengar nada panggilan masuk dari ponselku. Seperti yang kuharapkan, ada nama Mas Surya di layar. Tanpa pikir panjang, aku segera men
POV DAMAR🏵️🏵️🏵️Namaku Damar Hermawan, suami Tari—wanita yang dulunya sangat aku cintai. Namun, setelah tidak sengaja mendengar percakapan itu, rasa cinta dan sayangku kepadanya berubah menjadi sebuah ambisi untuk balas dendam.Saat itu, kami telah menjalin hubungan selama delapan tahun. Banyak kenangan yang telah terlewati bersama. Aku dan Tari sama-sama saling mencintai. Dia selalu memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepadaku. Tari mengaku kalau aku cinta dan pacar pertamanya. Sebelum bertemu denganku, dia belum pernah menjalin hubungan dengan laki-laki lain walaupun sebenarnya banyak yang mendekatinya.Terus terang, awalnya aku sangat tulus mencintai Tari, tetapi kesetiaan itu tergoyahkan oleh sahabatnya sendiri, ditambah lagi dengan ucapan ayahnya yang tidak sengaja kudengar hingga membuatku kecewa.“Hubungan kamu dan Damar sudah berjalan sangat lama, Tari. Delapan tahun bukan waktu yang sebentar. Sampai kapan kalian tetap seperti ini? Ayah sudah tidak tahan dengan ucapan
🏵️🏵️🏵️Setelah usia pernikahanku dengan Tia berjalan satu tahun, Tari pun akhirnya tahu kalau dia memiliki madu. Aku bingung kenapa dia tiba-tiba mengetahui hubungan kami.Tari memaksaku untuk memberitahukan yang sebenarnya tentang pernikahanku dan Tia. Dia tampak sangat terkejut mendengar penuturanku.Aku tidak peduli walaupun dia telah mengetahui hubungan kami. Aku justru makin kasar dan berusaha untuk menyakitinya hingga dia meminta cerai.Akan tetapi, tidak semudah itu aku akan melepasnya, dia harus menderita sebelum berpisah denganku. Tuduhan ayahnya harus benar-benar terlaksana yang telah menganggapku tidak bertanggung jawab.Aku menolak bercerai dengannya dengan alasan bahwa dia masih memiliki utang banyak kepadaku. Aku memintanya mengembalikan biaya yang telah kukeluarkan untuk membiayai pernikahan kami.Hanya itu jalan satu-satunya supaya dia tidak lepas dariku sebelum dia benar-benar tersiksa dan menderita. Itu maksud dan tujuanku untuk menikahinya.“Gila kamu, Mas. Bagaim