Permintaan ibu mertua yang begitu tak masuk akal membuat Greta semakin tak suka. Tapi dia lebih memilih mendiamkannya, apalagi pernikahannya dengan Bram masih seumur jagung. Bukannya apa, hanya saja malas untuk mempermasalahkannya.Sudahlah dengan masalah perhiasan, kelakuan ibu mertua dan iparnya semakin membuat nyonya Greta tak suka. Saat memerintah pelayan dengan kasar. Memperlakukan mereka seenaknya saja. Pada hal selama ini nyonya Greta tak pernah membuat batasan antara dia dan para pelayannya.Semua pelayan di rumah ini dianggap sebagai saudaranya sendiri. Bahkan jika dia ingin meminta bantuan pada pelayannya, nyonya Greta meminta tolong dengan kata yang halus tanpa berteriak. Karena dia yakin pelayannya pasti sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan.Nyonya Greta memilih pergi ke perusahaannya. Mungkin di sana akan lebih baik. Dari pada berdiam di dalam rumah dan melihat kelakuan sang ibu mertua yang begitu kasar. Berulang kali dia meminta suaminya untuk menegur sang ibu, a
Seharian penuh nyonya Greta tak bermain dengan ponselnya. Saat mengambil ponsel di dalam tas hitam miliknya, setelah kerja dia langsung menyimpan tas di dalam kamarnya. Seingatnya sejak pagi tadi dia sibuk, dan tak sempat untuk membuka tasnya.Kaget dan shock tak mampu mengeluarkan kata-kata. Notifikasi pemakaian kartu kredit atas nama suaminya banyak sekali. Transaksi dengan angka jutaan hingga puluhan juta untuk barang-barang yang penuh di ruang tengah milik ibu mertua dan iparnya."Mas, apa yang sudah ibu kamu lakukan. Lihat begitu banyak transaksi hari ini akibat ulah mereka. Apa kamu sengaja memberikan kartu kredit milikmu untuk digunakan seenaknya oleh ibu dan adikmu itu. Belum cukupkah baru kemarin kita membelikan ibu kamu set perhiasan emas yang tak murah harganya. Dan lihat sekarang apa yang sudah mereka lakukan. Aku tak mengerti jalan pikiran ibu dan adikmu, bisakah mereka menghargai aku di dalam rumah ini?"Emosi Greta sudah mencapai ubun-ubun. Dia melampiaskan kemarahann
"Bu, pria itu tampan sekali," bisik Nita pada ibu Siti.Penampilan pria yang berada di hadapan mereka sungguh menggoda. Tak ada satu pun cela di wajahnya yang tampan rupawan.Hani meletakkan dua cangkir teh dihadapan nyonya Greta dan tamunya."Lho Hani, kok tehnya cuma dua. Buatkan juga untuk kami bertiga," bentak ibu Siti dengan kasar."Babu kok tak punya kesadaran, teh hanya dibuat untuk mereka. Apa kamu lupa kami juga tamu di dalam rumah ini?" Tanya ibu Siti dengan kasar, membuat Nita mencubit lengan ibunya, meminta ibunya menjaga sikap yang baik di hadapan tamu yang sangat tampan ini."Baik nyonya, akan saya buatkan lagi," ucap Hani sopan.Yang sebenarnya hatinya sangat dongkol diperintah seenaknya oleh ibu Siti dan putrinya itu.Hani bergegas kembali menuju ke dapur. Matanya sempat bertatapan dengan tamu nyonya Greta. Jantungnya tak berhenti berdegup kencang. Sambil memegang dadanya, Hani mengatur hembusan napasnya dan menarik dalam-dalam."Kamu kenapa Hani, kayak baru melihat han
"Kenapa kamu kecewa, apa yang sudah saya lakukan. Hingga membuat kamu begitu kecewa pada saya?" Tanya Niko melihat raut kekecewaan Hani di wajahnya. Membuat dadanya terasa sesak sekali, entah kenapa."Iya jujur saya kecewa, selama ini saya benar mempercayai tuan adalah teman saya. Nyatanya anda sudah menipu."Niko mengangkat dagu Hani dan bertanya, "Kata siapa orang kaya tak boleh berteman dengan pelayan. Kamu ini ada-ada aja. Terus siapa bilang saya penipu, saya pria baik-baik Hani.""Tadi, saat nyonya bertanya kapan tuan tiba di Indonesia, tuan menjawab baru tiba kemarin. Nyatanya selama ini tuan berada di sini, berkunjung ke rumah ini.""Jadi, tuan datang menyelinap kemari tanpa sepengetahuan nyonya Greta, untuk apa? Apa tuan berniat mencuri di rumah kakak tuan sendiri?" Cecar Hani pada Niko.Niko menggelengkan kepalanya, wanita di hadapannya ini sungguh banyak sekali bicaranya malam ini."Sudah jangan menangis, aku masih tetap teman kamu kok. Dan sekarang sebagai teman aku ingin m
"Saya permisi kembali ke dapur tuan.""Duduk di sini."Niko menunjukkan kursi di sebelahnya."Tapi,""Duduk!" Pintanya tegas.Sungguh Hani tak kuasa untuk menolak lagi.Niko mengeluarkan sebuah benda seperti pena dari dalam sakunya.Lalu dia menekan tombol kecil di ujung pena itu."Sudahlah Nit, mana mau pria adik orang kaya itu sama kamu. Walau pun pakaian kamu mahal. Penampilan kamu sudah memakai riasan tebal begitu, tentu saja si tuan Niko itu tetap tak suka sama kamu.""Tapi bu, aku kan udah pakai pakaian mahal, bedak mahal juga di mana kurangnya coba?"Suara Nita terus menggerutu terdengar jelas dari pena di tangan Niko.Hani memandang wajah Niko dengan penuh tanya."Apa ini dari benda kecil kemarin yang aku letakkan di kamar ibu Siti?"Niko mengangguk, lalu menaruh telunjuknya di bibir meminta Hani diam dan terus mendengarkan."Jadi, kita bisa mendengar semua perbincangan mereka di dalam kamar?""Ya," jawab Niko."Menurut ibu Bram akan cepat kembali nggak ya?" Suara itu kembali t
Hani tak berniat untuk menjawab ibu Siti dan Nita. Tangannya sibuk mengambil semua gaun milik nyonya Greta di atas ranjang. Tak habis pikir dia akan kelakuan ibu Siti dan Nita. Tak puas berbelanja dengan kartu kredit, sekarang malah semakin berani melakukan tindakan di luar dugaan.Gaun mahal milik nyonya Greta mereka keluarkan semuanya. Tanpa sopan santun mereka mengambil saat nyonya Greta tak berada di dalam kamarnya."Apaan sih mbak Greta itu bu, cuma beberapa gaunnya saja di ambil kembali. Apa salahnya jika dia memberikan pada kita beberapa dari gaun itu. Tak ada ruginya juga kan, buat dia."Nita mengomel karena apa yang diinginkannya lebih baik.Ibu Siti mendengus kesal karena tak bisa berbuat apa-apa."Tunggu saja kamu Greta, saat Bram sudah menyelesaikan rencananya," gumam ibu Siti dalam hatinya.Walau terlihat kesal, dia membiarkan Hani melakukan suruhan menantunya itu.Sebisa mungkin terlihat biasa saja.Hani menggelengkan kepalanya tak mengerti jalan pikiran ibu Siti dan Nita
"Sayang, aku buatkan susu untuk kamu. Tadi siang aku belikan susu khusus buat kamu."Nyonya Greta memandang wajah suaminya tak mengerti."Jadi, tadi siang aku keluar pergi ke supermarket. Terus aku melihat ini, terus aku pikir apa salahnya juga kalau kita mencoba. Iya kan sayang?""Ini susu agar kita bisa segera memiliki putra," bisik Bram perlahan di telinga istrinya.Nyonya Greta tersenyum tanda mengerti."Kamu tak marah kan sayang?"Nyonya Greta menggelengkan kepala. Lalu menerima segelas susu buatan suaminya kemudian meminumnya sampai habis."Makasih suamiku, kamu baik sekali."Bram menganggukkan kepalanya.Perlahan mata nyonya Greta berkunang-kunang, kepalanya terasa berat."Sayang aku ngantuk sekali.""Kalau begitu tidurlah, aku ingin ke kamar mandi dahulu," jawab Bram.Belum sempat menganggukkan kepalanya, suara dengkuran halus nyonya Greta terdengar. Membuat Bram tersenyum puas, usaha pertamanya berhasil.Dengan bersiul kecil Bram masuk ke kamar mandi lalu membersihkan diri den
Hani turun dari mobil berwarna silver milik Niko. Sedikit memijit pelipisnya yang terasa pusing. Tak terbiasa berkeliling naik mobil mewah. Kedua tangannya menenteng plastik obat yang tadi baru dibeli di apotik."Kemari kamu!"Sentak kasar ibu Siti, dan menarik lengan Hani menuju pojok ruang tamu."Kemana saja kamu sama nak Niko. Bisa-bisanya kamu berani menggoda adik majikan kamu ya. Sadar diri kamu itu siapa, nak Niko itu siapa. Dia tak sepadan dengan kamu."Ibu Siti mengeratkan tangannya pada lengan Hani. Namun Hani hanya mengerutkan keningnya tak mengerti jalan pikiran ibu Siti."Jika kamu masih berani seperti ini, aku akan mengusir kamu dari sini!"Hani menatap tajam wajah ibu Siti."Iya bu, usir saja. Tapi ingatlah, bagaimana jika nyonya Greta tau yang sebenarnya. Bagaimana latar belakang mas Bram. Apa dia masih bujang atau sudah memiliki istri di kampung," jawab Hani tegas.Mata ibu Siti memerah menahan amarah, bagaimana pun bisa saja keberadaan mereka terancam di dalam rumah i