“Apa? Sungguh aku tak mengerti apa yang kau bicarakan, Bray.” Shienna menggeleng. Tatapannya tajam tertuju pada Bryan. “Ayahku tidak mungkin melakukan hal itu. Ia sangat mencintai ibu. Meski—meski ibuku tidak seperti ibumu yang penyayang, tapi—“ Shienna tak mampu melanjutkan kalimat.
Raut wajahnya tampak pias dan gerakan bola matanya terlihat tak beraturan.Bryan dengan cepat meraih jemari Shienna dan menyadari kegelisahan sang istri. Ia mengatakan semuanya bukan untuk mengacaukan acara malam ini. Apa yang baru saja meluncur dari mulutnya, barulah prolog dan belum mencapai bagian pertama.“Jangan sentuh aku. Apakah kau menikahiku dengan tujuan ini? Karena kau ingin menghancurkan hatiku dengan menyebarkan berita bohong padaku mengenai ayah?”“Shie, itu tidak benar. Aku bahkan belum menjelaskan semua.”“Aku tidak ingin mendengar lainnya.” Shienna bangkit, disusul Bryan yang tak ingin Shienna meninggalkan tempat itu. Bukan seperti ini malam yang ingin ia habiskan bersama Shienna.“Apakah kau merasa sakit hati karena ayahku berhasil mengungguli ayahmu? Lalu ayahmu menyebarkan gosip kalau ayahku kerap tidur dengan wanita jalang bernama Amara dan kau merasa sakit hati karena kau begitu mencintai Amara.”Bryan menggeleng. Ia tak bisa menjelaskan segalanya jika Shienna dikuasai amarah seperti ini.“Lalu apa? Pantas saja kau tampak tidak bernafsu pada model tidak profesional itu. Karena bukan dia wanita yang sangat kau cintai.”“Bukan ini yang ingin kujelaskan padamu?”“Anggap saja kau sudah menjelaskan semua. Aku pergi.”“Shienna!”Shienna melangkah cepat meninggalkan Bryan, tetapi belum terlalu jauh, Bryan mendengar suara pekik kesakitan yang ketika ia perhatikan rupanya berasal dari Shienna.Wanita itu tampak terduduk di lantai dan berhasil membuat Bryan bergerak panik dan menghambur ke tempat Shienna.“Shienna, apakah kau baik-baik saja?” Bryan tak menunggu jawaban dari sang istri dan langsung menggendongnya menuju ke meja mereka.“Brya, lepaskan aku! Aku baik-baik saja, hanya terkilir karena hak sepatuku yang terlalu tinggi. Turunkan aku!”Bryan tak menggubris jeritan Shienna, melainkan justru menuju ke meja resepsionis dan dengan sigap wanita di balik meja tersebut berkutat dengan komputer dan tombol keyboard-nya. Lalu tak lama kemudian, ia menyerahkan sebuah kartu pada Bryan.“Kami akan mengantar ke kamar Anda, Tuan Sanders.”Mengetahui Bryan yang membawanya ke tempat yang tidak ia ketahui, nyali Shienna sedikit menciut. Berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari Jun, Bryan merupakan salah satu pengusaha paling berpengaruh dan itu membuat Bryan sering lepas kendali.“Bryan Sanders, apa yang akan kau lakukan?! Jika kau berani menyentuhku seujung kuku saja, aku pastikan kau tidak akan hidup dengan tenang!” omel Shienna terlebih ketika Bryan melepaskan jas serta dasinya, lalu melakukan kebiasaannya menggulung lengan bajunya.Bryan keluar dari kamar, kemudian kembali dengan sebuah kotak di tangannya. Ia duduk di bawah, sementara Shienna masih di atas ranjang, menghindar saat Bryan menyentuh kakinya. Namun, Bryan adalah lelaki yang cukup kuat untuk menghadapi wanita keras kepala seperti Shienna.“Jangan melawan, atau kakimu akan semakin parah dan harus diamputasi. Apa kau mau seperti itu?” gertak Bryan.“Kau jangan menakutiku! Kakiku hanya terkilir.”“Apakah kau pernah melihat berita mengenai remaja yang suka membantah orang tuanya? Saat ia terkilir setelah bermain bola, ia tidak patuh ketika sang ibu menyuruhnya untuk mengobati dan memeriksakan kakinya ke dokter.”“Apakah kau sedang mendongengiku?”“Aku sedang membujuk istriku untuk patuh dan diam, karena aku akan mengobatinya.” Bryan tampak fokus dan mengoleskan balsam ke kaki Shienna yang tampak memerah karena terkilir, sementara Shienna hanya memerhatikan dengan pipi yang memanas dan bersemu merah. “Apakah kau tidak mempunyai sepatu flat?”Shienna hanya diam, tetapi Bryan tahu kalau sang istri terlalu memerhatikan penampilan hingga tidak juga menghindari sepatu berhak tinggi selama masa kehamilannya. Terlebih, perut Shienna sudah tampak membesar.Bryan mendesah kemudian bangkit dan menggulir layar ponsel. Tak berapa lama, terdengar suara ketukan di pintu dan beberapa orang membawa kotak besar, masuk dan berdiri di hadapan Shienna.“Mereka ini adalah desainer sepatu yang menjadi langgananku. Mereka membawa beberapa contoh sepatu flat yang nyaman dan pastinya cocok untukmu.”“Kau tahu kalau aku tidak suka—““Memakai flat? Aku tahu. Karena itu aku katakan ‘cocok’, karena mereka bisa mengakali agar sepatumu tidak terlihat flat.” Bryan kemudian menoleh pada dua perempuan dan seorang laki-laki yang ada di ruangan itu. “Silakan. Kalian bisa kerjakan sekarang, mumpung istriku sedikit lebih jinak. Kakinya sakit, jadi dia tidak mungkin akan melakukan perlawanan.”Bryan menoleh pada Shienna yang memberengut. Melihat ekspresi sang istri, tak sadar ia menyunggingkan senyum tipis. Masih banyak waktu bagi mereka untuk berbincang, terlebih besok adalah akhir pekan. Maka, ia meninggalkan Shienna bersama para desainer, dan menuju ke balkon.***“Apakah sudah selesai?” tanya Bryan, menoleh menatap Shienna yang datang menyusulnya ke balkon.Shienna teersenyum sembari mengangguk, lantas mengangkat kaki demi menunjukkan sepatu yang tampak cantik di kakinya.“Kau benar. Sepatu buatan mereka sangat cantik. Aku meminta mereka membuatkan beberapa. Tidak apa-apa, kan?”“Pesan saja berapa pun, model atau warna apa pun yang kau suka.”Shienna tersenyum, kemudian untuk beberapa saat keduanya didera keterdiaman. Shienna memainkan jemari, disergap rasa canggung karena ini kali pertama ia bicara pada suaminya dengan intonasi yang enak didengar.Biasanya, apa pun yang berhubungan dengan Bryan, ia akan sangat enggan untuk mendengar apalagi berurusan dengannya.“Maaf karena aku tidak mendengar apa yang kau katakan. Aku hanya ... jika ayah yang tampak begitu mencintai ibu akhirnya berkhianat, lalu laki-laki mana yang bisa kupercaya?”“Tidak semua lelaki seperti itu.”Shienna mengedikkan bahu. “Awalnya aku berpikir demikian, bahwa tak semua lelaki bajingan. Mungkin memang ada lelaki seperti itu. Aku pun sempat mengira Jun adalah lelaki yang baik. Namun, saat tahu kalau ia sangat menggebu membangun usaha prostitusi, aku meralat pendapatku.”Bryan mendesah cukup keras hingga Shienna tahu kalau suaminya itu sedang kesal.“Mengapa harus membicarakan bajingan itu? Jangan katakan kau juga berubah pikiran karena perkataannya.” Bryan bertanya dengan rahang yang tampak mengetat.“Karena kalian tak jauh berbeda, itu sebabnya aku membahas tentang Jun. Kalian pun bersahabat.”“Tidak lagi. Kau seharusnya bisa melihat sendiri. Sahabat macam apa yang berniat merebut istri sahabatnya?”Kali ini Shienna tampak tertegun. Bryan memang sedikit posesif, terlebih di awal-awal pernikahan mereka. Namun, kali ini sikap yang ia tunjukkan jauh berbeda. Shienna tak dapat mengartikan sikap dan ucapan Bryan, tetapi ia yakin, ada sesuatu yang Bryan sembunyikan darinya.“Aku tidak mengerti. Ada apa denganmu? Kau tampak sangat berbeda,” ujar Shienna, setelah memerhatikan sang suami yang tidak mengatakan apa pun setelahnya.“Aku masih tetap sama seperti dulu. Kau yang tidak memerhatikannya.” Bryan meraih jemari tangan Shienna dan mengecupnya. “Bisakah kita habiskan malam ini berdua? Sebagai sepasang suami istri sesungguhnya.”Shienna menatap sepasang bola mata Bryan untuk beberapa saat. Waktu serasa terhenti. Ia lantas menyunggingkan senyum dan lalu mengangguk setuju. Ia tak tahu bukti apa lagi yang ia butuhkan untuk mengetahui perasaan Bryan terhadapnya. Segalanya telah pria itu lakukan untuknya.Begitu pula dengannya. Ia merasa cemburu akan kebersamaan Bryan dan Amara, artinya ia sudah jatuh cinta pada pria itu.Shienna tak menolak saat Bryan mendaratkan kecupan mesra di bibirnya, meski sedikit terkejut. Ia memberikan balasan untuk ciuman manis Bryan. Shienna bahkan tanpa sadar melepaskan jas Bryan sekaligus pakaian yang dikenakannya, sementara ketika Bryan hendak melepaskan gaun malam miliknya, Shienna menolak.“Bagaimana jika kau biarkan aku tetap berpakaian?” Bryan mengernyit tak mengerti. “Ini akan lebih menantang. Kau pasti akan semakin penasaran dengan bagaimana rasa di dalamnya. Benar, kan?”Kalimat erotis yang baru saja Shienna ucapkan membuat Bryan menggeram kesal sembari tertawa kecil. Ia tak sabar, penasaran akan bagaimana hubungan seks dengan Shienna akan berjalan kali ini. Meski sebelumnya ia pernah merasakan, tetapi pengaruh alkohol tentu saja membuat Bryan tidak sepenuhnya ingat.Bryan akhirnya setuju, lalu mulai membiarkan jarinya bergerilya pada tubuh Shienna yang hanya menggeliat nikmat.Shienna melepaskan ikatan di bagian lehernya sehingga separuh dari gaun itu turun mengekspos bagian dadanya. Bryan memandangi bagian itu untuk beberapa saat sembari menyunggingkan senyum di balik kilat gairah di matanya.“Kau suka apa yang kau lihat?” tanya Shienna. Bryan tersenyum.“Lebih dari itu.”“Kalau begitu tunggu apa lagi?” tanya Shienna mempersilakan Bryan untuk segera melakukan apa yang ia inginkan.Bryan mulai menangkupkan tangan dan bermain di area sensitif sang istri. Shienna meloloskan desah dan erangan lirih dari bibirnya, berpegangan pada rail balkon karena ia merasakan kakinya seolah tak bertulang.Satu tangan memegangi rambut Bryan saat pria itu mulai sedikit berjongkok demi bisa mendapat akses lebih pada bagian terlarang yang membuat Shienna menggeliat dan semakin mempererat pegangannya pada teralis.Permainan terus berlanjut hingga erangan demi erangan saling bersahutan. Bryan mempercepat gerakan dan mereka berdua meraih pelepasan bersama yang tergambar dari erangan panjang serta tubuh keduanya yang menegang sebelum akhirnya Shienna kehabisan tenaga untuk berdiri.Bryan menopang dan mengangkat tubuh Shienna untuk ia baringkan di atas ranjang. Ia kecupi bibir sang istri sebelum akhirnya memandanginya cukup lama.“Aku jatuh cinta padamu, Shie ... untuk ke sekian kali. Berulang kali. Bahkan tak pernah hilang rasa cintaku terhadapmu selama ini. Tak pernah.”Shienna membalas tatapan Bryan dengan tatapan yang tak bisa ia artikan. Shienna tersenyum, kemudian kembali mengecup bibir Bryan. Keduanya bergelung dalam satu selimut yang sama dan terlelap dengan tubuh saling berpelukan dan hati yang saling bertaut.***Bryan terbangun dan tak menemukan Shienna di ranjang. Ia mengedar pandangan, memastikan keberadaan sang istri.Tak menemukan di mana pun di suite yang ia tempati, di mana telah terjadi penyatuan yang indah antara mereka, Bryan bangkit dan melangkah menuju balkon. Bisa saja Shienna menikmati paginya di sana karena pemandangan yang sangat indah.Sayangnya, Bryan tak menemukan siapa pun di balkon. Hatinya mulai gelisah. Panik, ia kembali ke dalam dan memeriksa kamar mandi, dapur, dan seluruh ruangan, tetap tak ada tanda-tanda sang istri.Pakaian Shienna pun sudah tak lagi ia temukan.Ia mengambil ponsel dan menghubungi Shienna, hanya operator yang menjawab dan mengatakan bahwa nomor ponsel Shienna berada di luar jangkauan.“Shit! Di mana kau, Shienna?”Bryan mengempaskan bokongnya di tepi ranjang, matanya tak sengaja tertuju pada kertas yang ada di nakas. Ia raih dan baca isinya.[Terima kasih untuk malam penuh cinta yang kau berikan. Maaf, aku harus pergi seperti ini.Istrimu tercinta, Shie.]Shienna membuka mata kala langit masih tampak gelap. Tatapannya menerawang jauh, memandangi langit-langit kamar di mana dirinya berbaring saat ini.Di sampingnya, Bryan masih terlelap setelah malam panas antara mereka yang untuk beberapa saat sempat membuat Shienna begitu bahagia. Namun, memudar setelah ia kembali teringat apa saja yang Bryan katakan. Perkataan Bryan masih terngiang di dalam ingatannya dan ia tak mampu mengusir kalimat yang terus menggema di telinganya. Semuanya. Tentang drama bisnis antara ayahnya, ayah Bryan, Bryan, dan Jun. Lalu kehadiran Amara yang berputar di sekitar ketiganya seolah menjadi lingkaran setan yang sulit untuk diputus. Ditambah lagi ungkapan perasaan Bryan terhadapnya, yang justru terkesan sebuah kepura-puraan demi sebuah tujuan. Shienna tak begitu mudah percaya, meski telah melewati malam indah, tak ada satu pun manusia di dunia yang akan menolak seks luar biasa meski itu dengan musuh sekalipun. Ia tahu, seks adalah godaan terbesar. Karena itula
Bryan terbangun dalam keadaan yang begitu bahagia. Hatinya berbunga karena ia telah mengungkapkan perasaan pada wanita tercintanya. Perasaan yang selama ini ia pendam dan menjadikannya tak tenang menjalani hari-hari karena yang ia bayangkan adalah perpisahan dengan Shienna saat bayi mereka lahir. Akan tetapi, seketika, perasaan bahagia itu seolah hancur berkeping-keping sesaat setelah ia membaca pesan yang Shienna tulis di secarik kertas dan ditinggalkannya di atas nakas. Sebuah salam perpisahan yang sama sekali tidak menyatakan alasan yang membuat Shienna memilih jalan itu. Bryan patah hati, merasa terkhianati sekali lagi meski kali ini, bukan karena perkara yang sama seperti sebelumnya. Kali ini jauh lebih menyakitkan. Tubuh Bryan melorot ke lantai, tertegun untuk beberapa lama sebelum akhirnya memaksa diri bangkit, memakai pakaian sekenanya dan bergegas mencari keberadaan sang istri. Shienna mungkin belum terlalu jauh dan ia harus memastikan itu. Bryan mengemudikan mobil dengan
Bryan masih menatap ke dalam ruangan di mana sang istri masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Operasinya berjalan lancar, kata dokter. Dan ia hanya perlu menunggu sampai kondisi Shienna lebih stabil untuk bisa menemuinya. Akan tetapi, Bryan tak sabar. Ia ingin bertemu sekarang dan berbincang dengan wanita yang begitu ia cintai. Ia tak sanggup melihat Shienna tak sadar dengan beberapa peralatan penunjang yang masih terpasang di tubuhnya. Nanti ketika Shienna sadar, apakah ia akan menanyakan tentang bayinya? Apa yang harus Bryan katakan jika itu terjadi? “Bryan, apakah ia baik-baik saja?” tanya Jennifer yang datang tergopoh-gopoh setelah mendengar kabar dari Edward. Ia membekap mulut kala melihat kondisi sahabatnya. “Oh, Shie ... apa yang terjadi padamu?” Bryan tidak memberikan respon atas pertanyaan Jennifer dan Jennifer menyadari pria di sebelahnya kini sedang memandangi sang istri dengan tatapan terluka. “Pulanglah, Bryan. Aku akan menjaganya. Ed bilang kau belum pulang atau ter
Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam dan ruangan di luar sudah begitu sepi. Jennifer mungkin telah pulang, batin Shienna. Kini hanya ada dirinya sendiri dengan batin yang remuk dan begitu nyeri. Ia bangkit dan dengan gerakan hati-hati, membereskan pakaian dan memasukkan ke dalam koper. Ia tak mungkin tinggal lebih lama di tempat itu karena Bryan pasti akan datang. Shienna memutuskan untuk pergi meski ia tak tahu harus ke mana. Tujuan paling mungkin baginya adalah ke rumah orang tuanya. Hanya di sana ia bisa pergi tanpa diketahui siapa pun. Shienna masuk ke dalam mobil dan mengaktifkan auto pilot sembari memantau tujuan kepergiannya. Ia bersandar pada jok dan memejamkan mata, berusaha melupakan pertemuannya kembali dengan Bryan yang membuat batinnya semakin tersiksa. Ia sadari mulai jatuh cinta pada Bryan, tetapi apa yang telah pria itu lakukan membuatnya didera sakit luar biasa yang tak tahu berapa lama akan sembuh. Bryan pastilah telah merencanakan segalanya. Kalau pun
Bryan terduduk di kursi kerjanya setelah mencari Shienna beberapa hari dan tetap tak menemukannya.Jennifer yang mengira kalau Shienna telah berada di tempat yang aman dan tak akan pernah melarikan diri, menyesali perkataannya dan tak menyangka kalau sahabatnya akan pergi begitu saja bahkan tanpa memberi keterangan apa pun padanya. Ia turut serta membantu Bryan untuk menemukan Shienna, tetapi usaha mereka tak membuahkan hasil. Mereka selalu kembali dengan tangan kosong. “Ke mana kau akan pergi setelah ini?” tanya Bryan pada Jennifer yang membereskan barang-barangnya yang sempat ia tinggalkan di kantor Bryan untuk ikut bersama pria itu mencari Shienna. “Entahlah. Mungkin aku akan kembali ke rumahku dan melupakan semuanya. Apa yang terjadi beberapa waktu terakhir sangat gila dan aku sudah kehabisan akal untuk menemukan di mana Shienna berada,” jawab Jennifer yang kemudian bangkit. “Aku pergi. Kau sebaiknya beristirahat dan melupakannya untuk sementara. Kita sudah mencari anak bandel i
“Apakah kau menemukannya?” tanya Zanara dengan tatapan dingin yang tertuju ke arah Bryan sejak tadi.Bryan mulai memeriksa apartemen Zanara sejak mereka tiba dan Zanara tidak mencegah saudara iparnya itu terus memeriksa dengan tatapan skeptis, karena ia tak bisa memberikan bantuan apa pun. Ia bisa jadi tahu di mana keberadaan Shienna, tetapi untuk mengatakan pada pria ini, tak akan semudah itu. Shienna pasti punya alasan yang masuk akal kenapa ia sampai menghindar dan meninggalkan pria seperti Bryan. Bryan terduduk, lelah mencari dan tidak menemukan tanda-tanda keberadaan sang istri di kediaman saudara kembarnya. Ia nyaris putus asa, tetapi ingatannya seketika kembali ke malam saat mereka menghabiskan waktu bersama. Sangat indah dan ia tak ingin mengubur momen itu meski Shienna mungkin menginginkan itu terjadi. Bryan tak akan pernah merelakan Shienna begitu saja. Ia akan membawanya kembali bagaimana pun caranya. “Duduklah. Aku akan membuatkanmu secangkir teh.” “Tidak perlu. Terima
Membaca surat yang Shienna tinggalkan untuknya, membuat dada Bryan semakin sesak. Ia pria yang kuat dan tegar dan akan selalu menjadi seperti itu karena sang ibu masih membutuhkannya. Namun, sakit yang ia rasakan kali ini jauh lebih berat.Ke mana ia haru smengadu dan berbagi nyerinya kali ini? Ia merasa tak sanggup menjalani hari dan merasa putus asa mencari Shienna dan mengharapkan cintanya. Mungkin Edward benar, sudah saatnya ia menyerah dan melupakan segala impiannya tentang Shienna yang kenyataannya tak pernah terwujud sesuai harapan. Bryan masih mendekap kertas itu di dadanya, tertidur dalam isak dan kepedihan yang bersemayam dalam batinnya. Ia remuk ... Ia hancur kali ini ... Akan tetapi, sekali lagi ia harus berhasil bangkit dan hidup bersama pahit yang terus menerus menghiasi kehidupannya. Tak akan pernah ada kehidupan cinta yang manis. Seharusnya ia tahu itu sejak pertama mengetahui perselingkuhan sang ayah dengan Amara, wanita yang ia yakini akan menjadi cinta dalam h
“Hey, Jo!” sapa Shienna yang kemudian dengan segera, pria yang ia panggil Jo meraihnya masuk ke dalam dekapan. Mereka berpelukan cukup lama hingga menyadari kalau Jennifer tengah memerhatikan mereka berdua. “Ahem! Aku tahu kalau kalian saling merindukan. Uhm, maksudku mungkin Jo yang lebih merindukanmu, Shie. Ia terus menanyakan kabarmu sejak kau menghilang.” Shienna hanya tersenyum mendengar ucapan Jennifer dan memandang Jonathan yang pipinya memerah seperti buah plum. “Wajar saja kalau aku mencemaskanmu. Kau biasanya selalu meramaikan rumah kami. Sejak ayah dan ibu kami pindah, rumah ini terasa sepi,” jawab Jonathan. “Ya, sepi karena kau lebih suka kehidupan private di apartemenmu bersama wanita-wanita cantik yang menghangatkan ranjangmu setiap malam, kan? Hmmph!” Jennifer meronta karena Jonathan kini tengah membekap mulutnya yang tak henti bicara.Sementara itu, Shienna hanya memerhatikan kekompakan dua saudara kembar itu dengan senyum terkembang. Ia merindukan suasana seperti