Share

Awal Petualangan

"Ah gawat, aku terlambat ..." Arya langsung melompat dari atas tempat tidur, saat melihat sinar matahari sudah masuk ke dalam kamarnya. Dia kemudian berbegas menyambar pakaian dan pedang kayunya, sebelum berlari kearah pintu.

"Paman Dharma pasti akan marah besar padaku. Padahal, baru tadi malam aku ..."

"Kau pasti tidur larut malam lagi! Bukankah sudah kuperingatkan untuk tidak tidur terlaru larut?" Seorang gadis muda yang tak lain adalah Ayu langsung memasang wajah kesal saat melihat Arya keluar dari kamarnya.

Arya langsung tersenyum kecut, dia kemudian merapihkan pakaiannya dan menutup pintu kamarnya.

"Apa ini waktu yang tepat untuk memahariku? Guru dan yang lainnya pasti sudah menunggu di gerbang utama," Tanpa mempedulikan tatapan tajam Ayu, Arya langsung berlari sambil menyelipkan pedang kayunya dipinggang.

"Hei tunggu, aku belum selesai bicara!" Teriak Ayu cepat.

"Tidak sekarang, kita berdua bisa dimarahi habis-habisan jika paman Dharma menunggu terlalu lama...." Balas Arya.

Ayu mendengus kesal, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, selain berlari mengejar Arya yang sudah hampir enam bulan ini menjadi adik sepergurannya.

"Dasar bodoh! Harusnya aku tidak mempedulikannya tadi!" Umpat Ayu semakin kesal.

Tak terasa, enam bulan telah berlalu sejak resmi menjadi murid perguruan Alang-Alang Kumitir, kini Arya telah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan bertubuh tegap, dan sedikit berotot. Hal ini terjadi, karena selama enam bulan belakangan dia dilatih dengan sangat keras oleh Dharma, pendekar kelompok Cakra Kumitir yang menjadi pelindung perguruan itu.

Bahkan, saking kerasnya latihan fisik yang disusun Dharma selama enam bulan belakangan, Arya sempat berpikir jika pendekar kepercayaan Sudarta itu tak menyukainya. Namun, setelah merasakan perubahan besar pada masa otot dan tulangnya, dia membuang semua pikiran itu.

Walau sampai detik ini Arya belum juga diizinkan berlatih kanuragan, tapi berkat latihan fisik yang dia "lahap" selama ini, tubuhnya sudah hampir menyerupai seorang pendekar.

Arya sebenarnya tak mempermasalahkan hal itu karena setiap malam, setelah berlatih bersama Dharma, dia selalu melatih ilmu kanuragan secara diam-diam di kamarnya menggunakan pedang kayunya. Dia, hanya bingung dengan keputusan Sudarta yang melarangnya berlatih tenaga dalam sampai waktu yang tidak tentukan.

Sebagai seorang pendekar yang sudah berumur enam puluh tahuh dikehidupan sebelumnya, Arya merasa larangan itu aneh dan terkesan menjauhkannya dari ilmu kanuragan. Beruntung, dia masih mengingat jurus-jurus pedangnya dulu sehingga bisa melatihnya kembali.

Selama hampir enam bulan ini, Arya memang memutuskan melatih kembali ilmu pedangnya untuk melihat efek yang terjadi setelah mempelajari kitab Naga Api. Walau, dia masih belum benar-benar bisa menguasai tahapan dasar dari kitab itu tapi dibeberapa kesempatan, Arya mulai merasakan energi aneh muncul dari Cakra Mahkotanya.

Dan hari ini, setelah terkurung cukup lama di Kumitir, Sudarta secara mengejutkan mengajaaknya pergi ke Lembah Tanpa Cahaya di Semeru untuk menghadiri pertemuan para pendekar aliran putih. Arya, dan Ayu diminta mengurus keperluan para pendekar Alang-Alang Kumitir selama berada di tempat itu.

Arya jelas sangat bersangat karena Lembah Tanpa Cahaya dikehidupannya yang lalu adalah pusat dari markas aliansi aliran putih. Dia bahkan, sempat menghadiri pertemuan ditempat itu saat terpilih menjadi ketua Dewa Pedang sekaligus ketua aliansi kedua setelah Rakata Tewas terbunuh.

"Ada begitu banyak kenangan indah ditempat itu, semoga saja aku bisa menghentikan kekacauan yang terjadi beberapa puluh tahun lagi," Senyum Arya merekah seketika, dia kembali teringat perjalan hidupnya dulu yang dikenal sebagai pendekar kejam dan tanpa ampun.

"Arya, kau masih bisa terlambat di saat sepenting ini? Apa sebenarnya yang kau lakukan setiap malam...." Dharma langsung menyemprot Arya saat melihat pemuda itu berlari kearahnya.

"Ah tolong maafkan aku paman, tadi malam aku tidak bisa tidur," Balas Arya beralasan, dia tidak mungkin mengatakan pada Dharma jika setiap malam berlatih tenaga dalam.

"Tidak bisa tidur setiap malam? Apa kau sedang membohongiku?!!?" Kejar Dharma kesal.

"Sudah, cukup Dharma, sebaiknya kita segera pergi karena hari sudah cukup siang," Sudarta memotong perdebatan guru dan murid itu.

"Terus saja membelanya kek! Andai aku yang terlambat, kakek pasti sudah memarahiku habis-habisan," Protes Ayu dari kejauhan.

Arya langsung tersenyum setelah mendengar protes Ayu, sedangkan Sudarta tampak tak menanggapinya, dan memilih melangkahkan kakinya.

"Ayo pergi, jangan sampai kita terlambat," Ucap Sudarta cepat.

"Paman lihat itu! Kakek bahkan tak mendengarkan ucapanku," Gerutu Ayu kesal.

Dharma hanya terkekeh, dia sudah terbiasa melihat Sudarta dan Ayu berdebat.

"Perjalanan kita masih panjang nona, sebaiknya kita bergegas pergi, agar tak bermalam di hutan," Ucap Dharma lembut.

Perlahan-lahan, Sudarta, Dharma, Ayu, Arya dan tiga pendekar muda Kumitir melangkah meninggalkan perguruan, menuju Lembah Tanpa Cahaya Semeru untuk menghadiri pertemuan aliran putih.

Arya yang berjalan paling belakang tampak tersenyum lebar, dia sangat menantikan petualan keduanya yang dimulai dari Lembah Tanpa Cahaya.

"Dikehidupan sebelumnya, aliansi aliran putih baru terbentuk, saat aku berusia tiga puluh tahun .... Sepertinya, alur mulai berubah dan itu artinya ada kemungkinan aku bisa memghentikan kekacauan besar di masa depan," Ucap Arya dalam hati.

"Hei bodoh, apa isi kepalamu sudah rusak? Bagaimana mungkin kau masih bisa tersemyum setelah membuat kakek menunggu begitu lama. Lagipula, apa kau tidak tau jika pertemuan besar ini bisa menimbulkan gesekan antar perguruan?" Celetuk Ayu saat melihat Arya tersenyum.

"Menimbulkan gesekan?" Balas Arya terkejut.

Ayu menganggukkan kepalanya pelan, "Sudah menjadi sifat alami manusia ingin menjadi yang terbaik dalam hal apapun, walau mereka berada di pihak yang sama. Apa kau pikir orang-orang itu tak ingin menjadi ketua aliansi putih?"

"Tidak selama kau bisa mengendalikan ambisi mereka Ayu. Itulah kenapa aku selalu memintamu belajar, dan terus belajar," Sahut Sudarta cepat.

"Mengendalikan ambisi mereka?" Balas Ayu bingung.

Sudarta mengangguk pelan, "Kalian akan segera mengetahuinya setelah tiba di Lembah Tanpa Cahaya."

"Apa-apaan jawaban seperti itu," Umpat Ayu dalam hati.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Musyafir Gendeng
mantap alur cerita nya
goodnovel comment avatar
Didik Cahyono
Harus isi koin ini
goodnovel comment avatar
Afrizal Darni
ceritanya bagus kak,mohon abdetnya tiap hari y kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status