Share

Insting Arya Wiratama

"Tunggu kek, bukankah kita harusnya mengambil jalur selatan menuju desa Karang Anyar?"

Arya masih larut dalam pikirannya sendiri, saat terikan Ayu kembali terdengar. Dia kemudian tersenyum kecil, sebelum menghitung sesuatu nenggunnakan jari tangannya.

"Ini sudah kelima kalinya gadis itu memprotes keputusan guru yang lebih memilih jalur hutan dari pada harus melewati jalanan utama. Sepertinya, gadis ini tidak mudah menyerah...." Ucap Arya dalam hati.

"Nona, tolong rendahkan nada bicara anda jika sedang..."

"Kenapa?! Apa paman akan menghukumku lagi karena berteriak pada kakekku?! Sudah hampir tiga hari ini aku tidak bisa mandi, karena dia lebih memilih melewati jalur hutan ..." Potong Ayu cepat.

"Nona, tolong mengertilah. Ketua memilih jalur hutan agar gerakan kita tidak terdeteksi oleh aliran hitam," Dharma mencoba menjelaskan maksud Sudarta, yang lebih memilih jalur tikus dari pada jalan utama. Namun, sekuat apapun dia berusaha, Ayu terus menyanggah dan mengakatan jika tak ada bedanya melewati kedua jalur itu.

"Lalu, apa bedanya dengan jalanan utama?!! Bukankah kita akan tetap tiba di Lembah Tanpa Cahaya tepat waktu?! Lagipula, pendekar aliran hitam mana yang berani menginjakan kakinya di wilayah aliran putih!"

"Bukan begitu nona, ketua pasti ..."

"Dharma, cukup! Tak ada gunanya kau menjelaskan masalah ini kepada anak bodoh itu," Sudarta memotong ucapan Dharma sebelum meminta rombongannya berhenti. "Hari sudah hampir malam, sebaiknya kita beristirahat dihutan ini."

"Baik ketua.... " Jawab Dharma cepat sebelum meminta beberapa pendekarnya memeiksa kondisi sekitar hutan.

"Kalian, menyebar ke beberapa titik dan buat pertahanan sederhana untuk malam ini," Lanjut Dharma pada para pendekarnya.

"Baik tuan," Sahut para pendekar itu crpat.

"Ah ... terserah kalian! Seharusnya saat ini aku sedang mandi air panas di penginapan jika melewati jalanan utama!!" Umpat Ayu sebelum melengos pergi dengan wajah kesal. Dia benar-benar sudah frustasi, karena selama hampir tiga hari perjalanan menuju Lembah Tanpa Cahaya, mereka tidak pernah sekalipun melewati pedesaaan.

Arya kembali tersenyum saat melihat Ayu melengos pergi sambil mengumpat. Dia kemudian berjalan ke arah Dharma yang sedang mengumpulkan kayu bakar.

"Paman, biar kubantu ..." Ucap Arya sambil memungut beberapa kayu bakar disekitarnya.

Dharma tidak langsung menjawab, dia terus mengumpulan kayu bakar kering, sambil seseklai menghela nafasnya.

"Sifat wanita memang seperti itu paman, tapi aku yakin dia sangat menyanyangi guru..." Lanjut Arya pelan.

"Sifat wanita?!!" Dharma langsung mengangkat alisnya sebelah sambil menatap Arya Wiratama, yang masih sibuk memungut kayu bakar.

"Ah.. aku hampir saja melupakanmu karena kau tak pernah bicara satu katapun selama perjalanan," Lanjut Dharma sambil tersenyum.

"Aku hanya tidak ingin mengganggu kalian ...." Jawab Arya seenaknya.

Selama perjalanan menuju Lembah Tanpa Cahaya, Arya memang jarang bicara pada siapa pun. Dia lebih memilih merenung tentang masalah dunia persilatan yang menurutnya akan banyak berubah setelah Sudarta lolos dari kematian.

Arya merasa, dia tidak lagi bisa terlalu mengandalkan pengetahuan yang didapat dari kehidupan lalu karena sudah terlalu banyak alur yang berubah.

"Aku harus menyusun ulang rencana dan melakukannya sendiri!!" Tekad Arya dalam hati sambil mengepalkan tangannya.

"Hei, ada apa dengan wajahmu?! Apa kau sedang mengkhatirkan sesuatu?" Tegur Dharma saat melihat ekspresi wajah Arya.

"Ti.. tidak paman," Arya langsung menggelengkan kepala pelan, "Aku hanya teringat kembali ucapan Ayu tentang posisi ketua aliansi yang kemungkunan akan diperebutkan oleh para ketua perguruan."

"Perebutan ketua aliansi?! Tunggu, jadi diamnya kau selama perjalanan tadi karena memikirkan masalah ini?" Dharma hampir saja tertawa terbahak-bahak andai tidak segera menahannya. Dia benar-benar tak menyangka, Arya akan berpikir sejauh itu di usianya serakang.

"Dengarkan saranku baik-baik ..." Dharma menepuk pundak Arya pelan, sebelum melanjutkan ucapannya.

"Tidak semua hal bisa kau pikirkan sendiri nak. Itulah sebabnya ketua membentuk delapan kelompok pendekar di dalam tubuh Alang-Alang Kumitir. Biarkan ketua yang mengatur semuanya dan tugasmu hanya berlatih.." Lanjut Dharma sebelum berjalan meninggalkan Arya.

"Ah satu lagi, tolong kejar nona Ayu dan bawa dia kembali... Aku khawatir dirinya pergi terlalu jauh ke dalam hutan dan tersesat."

Arya kembali terdiam setelah Dharma pergi meninggalkannya. Dia kemudian mengamati tangan, dan kaki kecilnya sambil tersenyum.

"Benar juga, terkadang aku lupa jika sedang terkurung ditubuh kecil ini," Ucap Arya Wiratama dalam hati sambil melangkah pergi ke dalam hutan.

"Jika aku tidak salah, gadis itu tadi pergi ke arah sini..." Arya berjalan menyusuri jalan setapak yang sudah hampir tidak terlihat lagi karena ditumbuhi rerumputan liar. Tidak lupa, dia menancapkan beberapa ranting kecil di jalanan yang dilewati agar tidak tersesat saat kembali.

Sepanjang perjalanan, Arya kembali menyusun langkah-langkah yang harus dia lakukan beberapa tahun ke depan untuk memperkuat ilmu kanuragannya, sekaligus mencari dukungan perguruan lain. Dia sadar kekuatan Alang-Alang Kumitir saat ini tak akan cukup jika mereka sampai berhadapan dengan para pendekar Kamandaru.

Masalahnya, untuk mencari dukungan pihak lain dia harus mengembara dan menancapkan namanya kembali di Dunia Persilatan, agar suaranya di dengar. Ini jelas bukan perkara mudah karena Sudarta dan Dharma pasti tidak akan mengizinkannya mengembara sendirian.

"Sial! Aku harus segera mencari cara untuk meyakinkan guru agar.." Ucapan Arya seketika terhenti, saat melihat Ayu duduk dibawah pohon besar sambil memakan buah-buagan segar.

"Dasar gadis bodoh ...Bagaimana bisa dia bersantai ditempat ini sedangkan guru dan yang lainnya ..."

"Deg!"

"Tu ... Tunggu, Perasaan ini?" Wajah Arya langsung berubah saat merasakan instingnya tiba-tiba bereksi. Dia jelas terkejut, karena harusnya naluri itu baru muncul setelah seorang pendekar mencapai tingkat tertentu dalam ilmu kanuragan.

"Apa mungkin ini terjadi karena aku mempelajari Dasar kitab Naga Api?!" Arya segera melempar pandangan ke sekitar, untuk mencari sumber dari kegelisahannya itu dan ketika ekor matanya tertuju ke Selatan, sesosok pendekar beropeng terlihat berdiri di atas pohon sambil mengamati Ayu.

Arya segera menyembunyikan dirinya di balik pohon besar. Dia kemudian menghitung jarak tempuh dari tempat Ayu duduk ke perkemahan yang mereka buat di pinggiran hutan.

"Tidak, jaraknya terlalu jauh jika aku harus kembali dan meminta bantuan... Bisa-bisa gadis itu sudah terbunuh atau menghilang saat kami tiba di tempat ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status