Share

Ch. 4 Persiapan dan Peperangan

"Lapor, Komandan Radin! Semua kapal sudah siap berlayar," lapor seorang prajurit dengan napas terengah-engah.

Wanita gagah dengan armor warna putih yang tak tergoyahkan itu menjawab dengan nada tegas, "Lima kapal, ikuti aku!"

Peperangan antara Kerajaan Chronoaris dan Chronovia tak terelakkan. Laser demi laser, ledakan demi ledakan, hujanilah daratan dan lautan dengan kehancuran. Chronoaris, yang kalah dalam pertempuran di laut, tidak menyerah begitu saja. Mereka menunggu dengan sabar, menjaga kapal-kapal mereka agar tetap berada dalam jangkauan musuh, hingga akhirnya saat yang tepat tiba, mereka muncul dari jalur rahasia yang telah mereka persiapkan.

"Tuan Henrick, posisi kita sedang terisolasi oleh musuh," lapor seorang prajurit dengan ketegangan.

Henrick, pria yang tenang namun penuh karisma, menjawab dengan keyakinan, "Kalian tidak perlu khawatir. Aku punya rencana hebat yang membutuhkan sedikit pengorbanan."

Tanpa membuang waktu, Henrick menyusuri lorong gelap yang mengarah ke jalur rahasia. Dalam sekejap, pandangannya terseruak oleh cahaya ungu yang memancar hingga mencapai langit. "Kita harus segera kembali ke kastil! Cepat!" Perintah Henrick dengan terburu-buru.

Semua prajurit yang mendengarnya segera bergerak dengan gesit, terperanjat oleh urgensi yang terasa di dalam suara komandan mereka. Mereka meluncur melewati lorong gelap dengan hati yang berdebar-debar, siap untuk menghadapi apa pun yang menanti mereka di balik pintu menuju kastil yang tersembunyi.

Dalam gelapnya lorong, mereka berlari menuju keamanan yang dijanjikan, langkah demi langkah, semangat perlawanan mereka semakin berkobar. Tidak ada waktu untuk ragu. Kehidupan mereka dan masa depan kerajaan tergantung pada kesuksesan rencana yang direncanakan oleh Henrick, seorang pemimpin yang penuh strategi dan ketabahan.

Dengan hati yang penuh harapan dan tekad yang tak tergoyahkan, pasukan tersebut berlari menuju masa depan yang tak terduga, menuju pertempuran yang akan menentukan nasib mereka.

"Jadi sinyal sudah diberikan?" tanya Jeremy dengan nada cemas, matanya mencari-cari sosok yang ia nantikan.

"Iya, tuan," jawab Mizuha dengan cepat, memberikan respons terhadap kegelisahan Jeremy.

"Kenapa Xander belum kembali?" tanya Jeremy dengan kebingungan yang terpancar jelas dari wajahnya.

Mizuha hanya menggelengkan kepala dengan perlahan, "Saya tidak tahu, tuan," ujarnya dengan suara pelan yang mengandung kekhawatiran.

Saat mereka tiba di depan Pintu Chronos, Jeremy segera mengumpulkan prajurit-prajurit yang telah menjadi pengikut setia Xander selama dua ratus tahun. Dengan penuh semangat, dia memulai pidatonya, menegaskan posisinya sebagai pemimpin baru.

"Mulai saat ini, kalian akan berada di bawah komandoku, dan Mizuha yang berdiri di sisiku akan menjadi wakil komandan. Aku berharap semangat kalian tetap berkobar!" ujar Jeremy dengan suara lantang, menggugah hati prajurit-prajurit tersebut.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang tegang. Jeremy mengangkat pedangnya, menandakan waktu yang tepat untuk memberikan sihir penguatan massal yang hanya dimilikinya.

Dalam sekejap, aura sihir itu menyelimuti seluruh prajurit, membangkitkan keajaiban dalam diri mereka. Sorakan kegembiraan pun terdengar di antara barisan prajurit, mereka berbicara antara satu sama lain tentang kekuatan dan keajaiban sihir penguatan yang telah digunakan oleh Jeremy.

Momentum ini menggairahkan semangat mereka, mengisi ruangan dengan harapan dan keyakinan. Mereka merasa tak terkalahkan, siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin menantang mereka di medan pertempuran. Jeremy, sebagai pemimpin yang baru muncul, telah memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan kepada pasukannya. Semua itu menjadi langkah awal yang tak terlupakan dalam perjalanan mereka, saat mereka bersiap-siap untuk memperjuangkan takdir Kerajaan Chronoaris dan menghadapi musuh yang menanti di kerajaan Chronovia.

Henrick berdiri tegak di hadapan pintu masuk ruang istana, dihadang oleh dua pengawal setia Raja Chronoaris, Abel dan Hebel Kornea. Tatapan tajam mereka menyoroti keberanian Henrick, sementara raja yang terlelap tiba-tiba terbangun dengan sinis yang jelas terpancar dari matanya.

"Ahh... jadi kau sudah mengetahuinya, ya. Kalau begitu, tidak perlu lagi bermain-main," ujar Henrick dengan suara mantap, menghela nafas dalam-dalam, dan meloloskan pedangnya dari sarungnya. Cahaya baja memantul di ruangan yang tenang.

Raja Chronoaris menatap Henrick dengan tatapan sinis, mencoba menguji keberanian dan keteguhan hatinya. "Apa yang Kerajaan Chronovia berikan padamu? Ketenaran? Kekuasaan? Uang?" ujarnya dengan suara menggoda.

Henrick menegakkan dirinya dengan bangga, meyakinkan semua orang di ruangan itu tentang identitas dan tujuan sejatinya. "Aku tidak berpihak kepada kalian, orang-orang bodoh. Namaku yang sebenarnya adalah Henrick Sylverstain, seorang kesatria setia yang telah bersumpah kepada Kerajaan Dragonheart," katanya dengan bangga.

Tawa mencemooh langsung memenuhi ruangan saat Raja Chronoaris menggelengkan kepalanya dengan penuh kemenangan. "HAHAHAHAHAHA! Dragonheart? Sebuah kerajaan yang sudah lama runtuh dan hancur. Kalian tidak akan pernah mampu mengalahkanku," ejeknya dengan nada yang terus-menerus merendahkan.

Henrick, yang tidak banyak bicara, langsung melancarkan serangan kepada Abel dan Hebel dengan kecepatan dan ketepatan yang luar biasa. Abel segera mundur, melantunkan mantra sihir "Transform", dan tombak besar di tangannya berubah menjadi senjata railgun yang menggelegar. Serentetan tembakan railgun itu meluncur menuju Henrick, sementara Hebel melompat ke belakang, siap melindungi Abel dari serangan balik.

Ledakan demi ledakan railgun mengguncang istana megah itu, meruntuhkan tembok-tembok dan mengirimkan debu dan puing-puing ke udara. Raja Chronoaris melihat kekacauan itu dan dengan cepat melarikan diri dari takhta singgasananya. Kegaduhan itu memberi kesempatan kepada Henrick untuk bergerak lebih leluasa, menghindari proyektil-proyektil mematikan yang ditembakkan ke arahnya.

Tatapan Henrick terus mencari keberadaan Raja Chronoaris yang sembunyi di balik kegelapan. "Sekarang saatnya kita mengakhiri ini," gumamnya dengan tekad yang bulat.

Namun, Abel dan Hebel tidak gentar. Mereka mengolok Henrick dengan sombong, merasa tak tergoyahkan dalam keunggulan mereka. "Kau bahkan tidak mampu mendekati kami, kaulah yang akhirnya akan kami hancurkan!" ejek Abel dengan nada mengejek, disambut oleh Hebel yang memperkuat ejekan itu dengan suaranya yang merayap di telinga Henrick.

Henrick, tanpa ragu atau keraguan, menghentikan langkahnya dan berjalan dengan langkah perlahan mendekati keduanya. Tatapannya yang tajam dan dingin memancarkan keberanian dan ketegasan. "Raja kalian adalah seorang pengecut," ucapnya dengan suara rendah namun penuh kepercayaan. "Ketika dia merasa berada di atas angin, dia akan tetap berada di sekitar ini. Tetapi ketika seseorang terancam dengan kepastian kematian, dia akan mengorbankan segalanya. Dia hanyalah seorang raja yang bodoh."

Abel dan Hebel semakin marah dan terus menembakkan railgun mereka, yakin bahwa serangan mereka akan menghancurkan Henrick. Namun, tiba-tiba, situasi berubah 180 derajat. Henrick dengan refleks yang luar biasa memantulkan setiap tembakan railgun dengan pedangnya, dalam kecepatan yang begitu tinggi sehingga Abel dan Hebel tidak mampu mengikutinya dengan mata telanjang. Mereka tercengang melihat kepiawaian dan keahlian tempur Henrick yang tak terduga.

Hebel, yang merasakan kehadiran kematian yang menghantui dirinya, segera merasa ketakutan dan mundur dengan cepat. Sementara itu, Abel mengganti senjata railgunnya dengan sebuah tombak, siap menghadapi Henrick secara langsung.

"Kalian masih berada 1000 tahun di belakangku dalam pertarungan ini. Kini, nikmatilah hidup kalian di neraka!" ujar Henrick dengan suara yang penuh kepercayaan. Tanpa memberikan mereka kesempatan untuk bereaksi, Henrick meluncur ke arah Abel dan Hebel dengan kecepatan yang luar biasa. Abel dan Hebel mencoba melawan balik, namun serangan mereka tidak mampu menjangkau Henrick yang begitu gesit.

Dalam sekejap, Abel dan Hebel terpental jauh ke belakang, melewati takhta singgasana yang hancur berantakan. Benturan tubuh mereka dengan tanah menghasilkan dentuman yang memenuhi ruangan istana yang sunyi.

Suara gemuruh kapal perang Chronovia menggema di sekitar istana yang terguncang oleh ledakan dan kekacauan. Raja Chronoaris merasa kepanikan yang membelenggu dirinya semakin menguat saat mendengar deru mesin perang yang semakin mendekat. Dalam keadaan panik, dia berusaha melarikan diri menuju kediamannya, mencoba menyelamatkan diri dari kekacauan yang melanda.

Namun, sebelum dia bisa melangkah lebih jauh, sosok yang mempesona dan mengeluarkan aura yang menakutkan terhadap Raja Chronoaris. Dengan baju zirah yang berkilau dan pedang yang memancarkan aura kekuatan, berdiri tegak di hadapan Raja Chronoaris.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status