Banyak hal terjadi diluar dugaan. Banyak hal terjadi melebihi prasangka. Putaran roda hidup yang terus bergerak membawa manusia pada poros kesedihan yang berbeda-beda. Arah angina yang berubah-ubah juga mengubah banyak rasa da sudut pandang yang kerapkali egois.Sepanjang perjalanan Sepia dan Panji tidak banyak bicara. “Terima kasih banyak karena kamu sudah mau mengunjungi Malika. Maaf, ya aku mengganggu waktu istirahatmu …,” kata Panji. Laki-laki itu membukakan pintu mobilnya di depan rumah Sepia. Ia tersenyum, begitu berterima kasih pada perempuan itu karena telah membantunya. Setelah malam ini, ada banyak hal yang telah dan akan berubah. Kenyataan yang terbuka dan kesedihan yang ada telah merubah sedikit banyak pandangan Sepia pada laki-laki itu. Pun caranya bersikap yang sebelumnya selalu menjaga jarak.“Tidak apa-apa. Aku tidak merasa terganggu kok. Ini keadaan penting, Malika memang sedang memerlukan perhatian lebih dan membutuhkan dukungan dari banyak orang. Jangan biarkan di
[Sepia, Malika sudah dibolehkan untuk pulang] Panji.Sepia tersenyum setelah membaca kabar baik itu. [Syukurlah] balas Sepia.“Tuh, kan. Jadi senyum-senyum sendiri kayak gitu, gimana aku enggak curiga coba,” Ara berdecak kesal.“Apaan sih, Ra. Bukan apa-apa kok, ini Cuma lagi baca pesan yang ngabarin anakku, bukan hal lain seperti yang kamu duga. Kamu aja yang terlalu curigaan jadi orang,” elak Sepia.Sepia berbohong. Ia kembali menatap layar ponselnya, nama kontak Panji sedang mengetikkan pesan lagi. [Tapi, masalah baru muncul, Pi. Malika menagih janjinya, dia terus merengek minta ke rumahmu] Panji.Jemari Sepia kembali bergerak membalas pesan dari Panji. [Bilang pada Malika kalau aku masih bekerja, nanti sore saja ajak dia ke rumahku. Soalnya sekalian aku lagi nungguin Afandi sama Shabiru yang mau ke sini] balasnya.[Serius?] Panji membalas begitu cepat, secepat kilat.[Iya, aku sudah berjanji pada Malika. Aku akan menepatinya] balas lagi Sepia.“Tuh, kan sibuk sendiri sama hape!”
Hal terbaik dalam hidup ini terkadang disadari setelah berlalu lama. Berupa hal-hal sederhana yang terkesan biasa saja, tetapi akhirnya bisa menjadi yang paling dirindukan. Mengobrol bersama, membahas hal-hal yang tidak penting, dan tertawa. Hal itu mungkin menjadi hal umum yang biasa saja, tetapi tidak bisa semua orang dapatkan. Sepia beruntung untuk apa yang telah terjadi hari ini, seolah-olah ia diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan yang semula retak. Perlahan semuanya akan membaik, Sepia percaya itu.Pasta yang dibuat Sepia cukup banyak, ia ingat dengan Gina kemudian membawa sepiring untuk diantarkan ke rumahnya, juga sepiring untuk diberikan pada Radit karena laki-laki itu pernah membantunya.“Hai, Gin. Sedang apa?” tanya Sepia.Gina duduk di kursi depan terasnya sambil memutar musik. “Sedang menuggu suamiku nih, Pi belum pulang. Omong-omong di rumahmu sedang ada acara ya? Sepertinya ramai sekali?”“Enggak ada acara apa-apa, Cuma ada teman sama anakku dari Bandung
“Ibun akan bekerja?” tanya Shabiru.Sepia sedang sibuk membuat nasi goreng, lalu tangannya dengan lihai menyalakan kompor untuk membuat telur mata sapi. Keduanya ia kerjakan bersamaan. “Iya, sayang.”“Nanti baju ibun bau minyak kalau begitu. Aku, kan belum lapar. Masih bisa makan nanti saja sama Kak Afandi,” ujar Shabiru yang duduk mengayunkan kaki kursi meja makan.“Sarapan itu penting sayang.”Sepia tidak peduli dengan pakaiannya yang telah rapi. Tidak masalah saat ia harus memasak terlebih dahulu sebelum berangkat. Lagipula hal seperti itu tidak ia lakukan setiap hari.“Memangnya ibun tidak akan telat?” tanya lagi Shabiru.“Tidak kok, ini masih sangat pagi. Kantor juga dekat.” Sepia meletakkan nasi goreng telur mata sapi ke atas piring lalu memberikannya pada Shabiru. “Makan dulu, ya.”Shabiru mengangguk dan mulai meraih makanan itu. Sementara Sepia beralih mencuci peralatan masak dan tangannya. Menjadi ibu sekaligus wanita karir bukanlah hal yang mudah, tetapi bukan pula hal yang
Masa lalu dan sesuatu yang telah berlalu mungkin memang tidak pernah bisa terulang lagi, tetapi kisahnya melekat, ingatannya tetap tersimpan, kenangannnya tetap ada seberapa keras pun bayangan itu berusaha disingkirkan. Namun, kadangkala selalu ada saja yang serba salah, selalu ada yang diungkit, selalu ada saja sesuatu yang terjadi dua kali dalam hidup. Entah itu kesempatan atau terulangnya lagi sesuatu yang telah berlalu. Entah sedang memikirkan apa, Sepia tiba-tiba membuka kembali media sosialnya yang lama yang tidak pernah ia buka beberapa tahun ini. Ternyata semuanya masih tersimpan rapi, meski setiap postingan sudah ia privasi, tetapi banyak hal masih ada dalam tempatnya membangkitkan kenangan yang sama.“Itu siapa?” tanya Ara. “Kamu sama siapa? Aku kayak kenal, deh?” sebuah kerutan kecil kembali muncul di kening Ara.Refleks Sepia langsung mematikan ponselnya. Ia tidak tahu sejak kapan Ara ada di belakangnya dan mungkin telah melihat beberapa foto yang Sepia gulir. “Ngagetin aj
“Oh, iya. Sepia, Panji aku duluan ya, sudah ditungguin sama suamiku,” kata Ara lalu menepuk bahuSepia dan pergi meninggalkan mereka berdua di lorong lobi.“Aku minta maaf,” kata Panji.“Maaf untuk apa?” tanya Sepia.“Soal barusan.”Saat mereka berdua berjalan bersebelahan, tiba-tiba Kiara melewati mereka berdua begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Kiara langsung memasuki mobilnya dan pergi meninggalkan area kantor.“Sebenarnya siapa dia? Maksudku kenapa dia juga bisa masuk keluar kantor dengan mudah?”Panji terdiam sejenak. “Dia itu, sepupunya Nawang …,”Kiara adalah sepupu Nawang. Usianya baru 22 tahun, Panji mengenalnya sejak buku keduanya terbit di bawah naungan Nawang. Lepas dari kejaran Nawang yang dulu naksir berat terhadap Panji, ia harus menerima kenyataan baru bahwa Kiara juga menjadi penggemar berat barunya. Bahkan lebih parah dari Nawang yang masih bisa bersikap biasa saja, Kiara lebih posesif meski sebenarnya tidak ada hubungan apa-apa diantara keduanya. Panji merasa te
Berjam-jam lamanya, Alea duduk diam. Wajahnya sedang dirias oleh beberapa orang MUA. Persiapan pernikahan telah sempurna selesai, tinggal menunggu pengantin perempuan bersiap dan pengantin laki-laki datang. Pernikahan dilakukan di salah satu gedung yang tidak terlalu besar. Tamu dan keluarga besar sudah datang, makanan telah tersaji, dan dekorasi telah terpasang dengan indah sejak semalam.Sepia juga telah bersiap. Ia mengenakan setelan kebaya berwarna hijau sage yang dipadukan dengan rok batik. Rambutnya disanggul kecil dengan tambahan aksesoris bunga yang semakin membuat penampilannya begitu cantik. “Shabiru, Vanilla, ke sini dulu. Biar ibun rapikan pakaian kalian sedikit lagi!” panggil Sepia.Tugas terbesarnya yang lain dalam pernikahan Alea adalah membuat Shabiru dan Vanilla tetap anteng mengikuti jalannya pernikahan. Senada dengan dirinya, Vanilla juga mengenakan kebaya berwarna sama juga riasan sanggul kecil yang membuat penampilannya semakin manis. Shabiru juga mengenakan kame
Satu tahun sudah berlalu. Hari terus berganti membawa setiap orang menuju hal-hal baru setiap waktu. Kebahagiaan adalah hal yang mudah datang dan pergi, sehingga terkadang titik tersulitnya bukanlah saat kebahagiaan tidak kunjung datang, melainkan saat kebahagiaan telah berakhir. Semua orang sibuk dengan kehidupannya masing-masing. Begitu pula yang terjadi pada Sepia. “Bunga-bunganya disimpan di rak paling bawah, kertas dan kain di bagian rak atas. Kalau pita di lemari kaca saja. Untuk buket bunga yang punya nyonya Widia tolong dikirim sebelum jam empat sore ya, kalau untuk pesanan yang lain sepertinya tinggal yang santai, tidak ada yang mepet waktu,” jelas Sepia kepada dua orang pegawai tokonya.“Baik, Kak. Nanti Ahmad yang akan kirim bunganya,” sahut Meli.“Belanjaan sudah beres semua, Mel? Stok aman?” tanya lagi Sepia.“Sudah, Kak. Tinggal diletakkan di tempatnya. Kalau untuk pesanan Nadira yang buket bunga asli diambil jam berapa Kak?” tanya lagi Meli sambil sibuk membereskan bar