“Hai Agni, lama tidak bertemu.”
“Sia— Bryan? Ya ampun, apa kabar, Bry?” Agni yang mengetahui identitas pria itu, tidak dapat membendung perasaan bahagianya.
Bryan merupakan sahabat Agni dan Sherly pada masa putih abu-abu. Dulu, Bryan, Sherly, Agni serta Laras, selalu pergi kemanapun bersama. Hingga saat memasuki kelas 12, ayah Bryan yang merupakan seorang Pendeta harus pindah tugas ke luar kota. Hal itulah yang membuat Bryan ikut pindah bersama kedua orang tuanya.
Sejak kepindahannya itu, mereka kehilangan kontak. Dan tidak pernah bertemu sama sekali. Karena itulah, Agni merasa sangat antusias saat melihat kehadiran pria itu.
“Ternyata Kamu masih ingat sama aku ya, Ni. Aku kira kamu sudah lupa,” ucap Bryan dengan senyum lebar.
Senyum Agni belum juga luntur. “Mana mungkin aku bisa lupa... Oh iya, kamu tau dari mana kalau aku disini?”
“Aku tau dari Sherly. Kebetulan, perusahaan tempat
“Aku pulang,” gumam Samudera sembari memejamkan matanya.Pria itu baru merasa lelah sekarang. Saat memejamkan matanya, dia benar-benar jatuh tertidur dengan nyenyak....Samudera merasa dia baru saja tertidur. Namun, suara ketukan di kaca mobil membuat pria itu membuka kedua matanya. Terlihat Agni tengah menempelkan kedua tangannya pada kaca mobil, sembari berusaha melihat kedalam. Terkadang sebelah tangannya akan mengetuk kaca, lalu kembali berusaha melihat kedalam lagi.Samudera yang melihat hal itu, membuka pintu mobil lalu keluar.“Sam! Sedang apa kamu di sini? Bukannya kamu sedang ada di luar negeri? Kenapa bisa ada di depan rumahku, dan kenapa tidur di dalam mobil?” Agni tidak dapat menahan dirinya untuk memberondong Samudera dengan banyak pertanyaan.Beberapa jam yang lalu, pria ini baru mengabarkan bahwa dia baru saja memenangkan tender penting. Dan sedang berusaha menyelesaikan semua pekerjaannya dengan cepat
“Hai, Agni....”“Oh, h- hai... Tasya.”Ya, yang berdiri dihadapan Agni bukanlah Reinhart, seperti yang dikatakan Samudera. Namun, Tasya.Agni masih berdiri mematung, dia masih merasa bingung dengan kehadiran Tasya di rumahnya. Belum juga kebingungan Agni hilang, tiba-tiba terdengar suara yang lain.“Hai, kakak ipar....”“Celline? Kamu juga ada di sini?”Celline Menganggukkan kepalanya dengan keras. “Iya... Bukan cuman aku, Kak. Ada Bang Rio dan Bang Rein juga. Oh iya kak, maaf ya ada hama.” Celline berucap sembari melirik Tasya dengan sinis.Agni yang melihat arah arah tatapan Celline, berdehem canggung. “Ekhm... Tidak apa-apa, bukan masalah jika menambah satu personil lagi.”Lalu, Agni melihat dua orang pria muda muncul dibelakang Celline. “Halo, Kakak Ipar,” ucap Rio sembari melambaikan tangannya.“Selamat pagi, Bu Agni.” Ti
“Kenapa kalian ada di sini?” Samudera bertanya dengan dingin. Membuat suasana yang tadinya ramai menjadi hening.“Emm, Ka- kak? Kami....”Melihat raut tidak bersahabat dari sang kakak, membuat Rio melangkah maju. Kemudian, menarik Celline ke balik punggungnya sembari mencoba untuk menjelaskan. “Tadi Bang Rein mau ngambil baju Kakak di rumah utama. Karena itu kami berdua minta ikut. Dan tentang dia....” Ucap Rio sembari menunjuk Tasya. “Dia meminta ijin pada mama, karena itulah dia ada di sini. Maaf jika Kakak dan Kak Agni tidak nyaman dengan kehadiran kami.”Rio tau, hal yang membuat sang kakak marah bukan karena kehadiran mereka berdua, tetapi karena kehadiran Tasya. Wanita yang jelas-jelas menyukai kakaknya dan selalu mencari celah agar bisa dekat dengan sang kakak. Apalagi dia tau kakak tertuanya itu tengah berjuang mendapatkan hati Agni. Akan sangat riskan jika orang ketiga muncul ditengah hubungan yang bahkan
“Mbak Agni!”Agni yang tengah sibuk di ruangannya dikejutkan dengan teriakan Rara. Terlihat Rara dengan nafas memburu berhenti dihadapan Agni. Membuat wanita itu mengerutkan keningnya.“Ada apa, Ra? Kenapa kamu kelihatan sepanik itu?”Rara masih mencoba mengatur deru nafasnya. “Gawat, Mbak! Gawat!”“Gawat kenapa? Apa yang gawat, Ra?”“Itu, mbak. Kopi... Supplier kopi.”“Ada apa dengan supplier kopi, Ra? Bicara yang jelas. Mereka minta bayaran di muka? Kalau begitu kasih saja.” Namun, Rara menggelengkan kepalanya dengan keras.“Bukan... Bukan itu, Mbak. Tapi... Tapi, mereka mau membatalkan kerjasama dengan kita!”“Apa maksud kamu, Ra? Kita masih punya kontrak selama 2 tahun ke depan, mana mungkin mereka mau membatalkan kerjasama.”Agni tidak percaya dengan perkataan Rara. Pasalnya supplier yang mereka bicarakan, telah bekerjasa
Saat sampai di dalam mobil, tubuh Agni mulai bergetar hebat. Wanita itu kemudian mengeluarkan telepon genggamnya, dan mendial nomer Samudera. Agni ingin mendengar suara dari ‘obat penenangnya'.Setelah menunggu beberapa saat, telepon itu mulai tersambung.“Halo, Agni.” Agni ingin menangis, saat mendengar suara pria itu.“Agni?”“Ha- halo, Sam.”“Agni ada apa? Apakah kamu sakit?” suara pria itu sarat akan kekhawatiran.“Ha? Em... Ekhm, aku tidak apa-apa, Sam. Apa aku mengganggu?”“Tidak sama sekali! Kau sedang apa?” meskipun dari suaranya, Samudera merasa ada yang aneh dengan Agni, tetapi pria itu tetap mengimbangi obrolan Agni.Mereka berbicara tentang berbagai hal. Namun, tidak sekalipun Agni menyinggung tentang apa yang dialaminya tadi. Dia hanya ingin menceritakan hal-hal yang indah pada Samudera, kesakitannya cukup dia simpan sendiri. Saat panggil
Dentuman musik EDM yang memekakkan telinga terus menggema di Klub malam elit di pusat kota. Terlihat, orang-orang dengan jenis kelamin berbeda, serta berasal dari latar belakang berbeda pula, tengah meliukkan tubuhnya di lantai dansa. Berbanding terbalik dengan suasana di lantai dansa yang semakin memanas dengan musik dan keringat, ketegangan justru tengah menyelimuti salah satu ruangan VVIP di klub itu. Aura dingin yang sangat kuat, terpancar dari seorang pria tampan yang tengah duduk di sudut ruangan. Dihadapan pria itu, berdiri seorang wanita cantik yang mengenakan dress ketat berwarna merah, dan seorang pria dengan penampilan parlente. Kedua orang itu terus saja mengucapkan kata maaf sejak tadi. Namun, pria tampan itu tidak menggubris perkataan mereka. “Ma- maafkan saya, Tuan. Saya... Saya benar-benar minta maaf.” Air mata sudah mengalir di pipi wanita itu, tetapi tidak membuat pria tampan itu tergugah. “Aku minta maaf, Sam. Aku sama sekali tidak
Samudera berlari disepanjang koridor Rumah sakit. Raut panik tergambar jelas di wajah pria itu. Sementara dibelakangnya, puluhan Bodyguard ikut berlari bersama dengannya. ‘Atraksi’ dadakan yang mereka tampilkan mengundang perhatian dari para pengunjung Rumah sakit.Jonatan yang sama paniknya dengan sang tuan sampai lupa dengan tugasnya untuk ‘mensterilkan’ keadaan. Akibatnya, kedatangan mereka membuat heboh seisi rumah sakit. Untungnya Reinhart sedikit lebih tenang, sehingga pria itu sedikit demi sedikit bisa mengendalikan situasi.Sepertinya jiwa mereka berdua tengah tertukar.Sebenarnya, Reinhart bisa memaklumi kenapa Jonatan sepanik itu. Jonatan merupakan orang yang paling tau sedalam apa perasaan Samudera pada Agni. Dan bisa dibayangkan, akan sehancur apa Bos Besar mereka itu jika sampai terjadi sesuatu pada Agni.Diluar dari itu, Jonatan juga mengkhawatirkan keselamatan mereka semua. Jika terjadi sesuatu pada Agni, mereka semu
Sherly ikut tenggelam dalam pikirannya. Seperti baru menyadari sesuatu, wanita itu kemudian menoleh ke arah dokter Rini. “Jadi... Maksud dokter teman saya keracunan? Ah, maksudnya di racuni, begitu?”Dokter Rini mengangguk, “benar sekali. Ada kemungkinan makanan yang terakhir kali di makan oleh nyonya Agni, mengandung racun arsenik di dalamnya.”“Tapi...” Sherly menggantungkan ucapannya.....Samudera menoleh pada Jonatan. Paham dengan maksud tuannya, Jonatan mengeluarkan telepon genggamnya kemudian berjalan ke sudut koridor sembari melakukan panggilan telepon.“Bagaimana?” Dengan masih menggendong Aska, Samudera menghampiri Jonatan yang tengah berdiri di sudut lorong.“Sudah di pastikan, racun yang di telan nyonya Agni, berasal dari cokelat yang dimakannya, Tuan.” Samudera kembali tenggelam dalam pikirannya. Pria itu kembali berjalan kearah ruang rawat Agni.“Kapan Ask