Kalila mengangguk, dia sudah menantikan kapan momen ini akan tiba. Hampir dua tahun, Kalila menahan beban perasaan yang menggunung. Kini sudah saatnya dia melepas semua itu dengan ikhlas .... “Ganti kostum dulu, ayo!” Zia menarik lengan Kalila menuju teman satu tim yang sudah menunggu. “Harus ya?” “Wajib ini sih!” Kalila menurut saja, dia percaya jika Zia dan tim tidak akan menjerumuskannya. Malam itu terasa lebih meriah, banyak pengusaha dari berbagai bidang yang hadir untuk memperluas koneksi. Kebetulan Zia sendiri ingin memperkenalkan produk kosmetik kepada para pengusaha yang hadir sekaligus menambah jaringan pergaulan. “Ini berlebihan tidak sih?” Kalila berpaling dari cermin yang ada di depannya. “Aku tidak terbiasa dengan make up seperti ini, beda sama kamu ....” “Dandanan kamu terlalu sederhana, Lil. Seharusnya kita bisa menempatkan diri, itu saja sih.” “Tidak berlebihan?” Zia menggeleng. “Kamu bisa lihat aku kan? Penampilan menarik itu penting, terlepas kit
“Ah ya, luar biasa ... Maaf, kalau tidak salah, Anda istrinya Pak Giordano kan?” Kalila tertegun selama beberapa detik, dia sengaja berpura-pura tidak menyadari jika Gio turut hadir di tengah-tengah mereka. “Untuk saat ini iya,” jawab Kalila tenang. “Untuk ... untuk saat ini? Bagaimana itu maksudnya?” MC agak salah tingkah dengan pertanyaannya sendiri. “Pak Joan, kenapa jadi mengulik kehidupan pribadi rekan saya?” Dea mengingatkan. “Oh iya, ha ha! Maaf, tapi saya akui produk skincare dan kosmetik dari Zideka sangat memukau. Saya bahkan bisa lihat Bu Kalila tampak jauh lebih segar dan sehat ....” “Sehat?” ulang Zia heran. “Begitulah, Pak Gio sering bilang kalau kondisi kesehatan Bu Lila kurang bagus sehingga dia lebih sering ke acara resmi dengan sekretaris kantornya.” Joan menjelaskan. “Oh!” Kalila tidak lagi merasakan nyeri di dada ketika mengetahui fakta bahwa Gio sering mengajak Nia untuk pergi mendampinginya. “Saya merasa sangat sehat.” “Senang mendengarnya, baik
“Anda dan Bu Kalila diisukan akan berpisah tidak lama lagi,” pungkas Haris. “Apa?” Haris beringsut mundur ketika Gio menatapnya tajam. “Siapa yang menyebarkan berita sampah itu?” “Bu—bukan sekadar berita sampah, Pak!” geleng Haris. “Ucapan Bu Lila di acara itu sudah di-hilight dan mendapatkan ulasan di mana-mana, bahkan tidak sedikit yang membagikannya di media sosial mereka ....” “Ucapan yang mana?” Haris mengerutkan keningnya, berusaha mengingat-ingat. “Hanya tinggal menunggu waktu, itu! Bu Lila mengatakannya dengan sangat jelas di depan wartawan media online, seharusnya kakek dan nenek Anda juga sudah tahu.” Bolpoin yang ada di genggaman tangan Gio serasa ingin dia patahkan jadi dua. “Faktanya baik kakek atau nenekku tidak ada yang menghubungi aku untuk minta penjelasan apa pun,” komentar Gio. “Aku yakin berita itu akan padam dengan sendirinya.” “Tapi ucapan Bu Lila seolah menyiratkan perceraian ....” “Lila tidak akan punya nyali untuk bercerai dariku,” tegas
Ini tidak bisa dibiarkan, batin Gio seraya menghubungi Haris dan menyuruhnya untuk mencari keberadaan Kalila.“Mas, kamu ini kenapa sih? Biarkan saja Lila pergi, ngapain dicari-cari?”Nia tidak tahan untuk tidak melayangkan protes karena Gio terus uring-uringan semenjak Kalila pergi dari rumah.“Aku harus tetap mencarinya ....”“Buat apa?”“Lila masih istriku, Nia.”“Aku tidak percaya ini, Mas!”Gio duduk bersandar di sofa sambil memejamkan mata. Niat hati ingin menentramkan hati di rumah istri pertama, tapi justru dia dihadapkan dengan rengekan si istri itu sendiri.“Kamu bilang kalau kamu tidak pernah menganggap Lila sebagai istri, terus kenapa kamu malah sibuk cari-cari dia?”“Itu karena Lila pergi meninggalkan masalah untuk aku, kamu pikir karena apa?”Nia memajukan bibirnya, tangannya sibuk mengusap-usap perutnya yang semakin membuncit.“Aku tidak mau tahu ya, Mas. Pokoknya aku tidak rela kalau kamu jatuh cinta sama Lila, itu artinya kamu sudah berkhianat sama pernikah
“Ikut aku pulang!” perintah Gio seraya menarik paksa tangan Kalila untuk pergi.“Aku tidak mau, sebentar lagi kita akan bercerai!”“Cerai? Jangan mimpi!”Kalila balas menarik tangannya. “Apa maksudmu?”“Kita memang harus bercerai, tapi tidak sekarang!”“Kalau begitu lebih baik kita tinggal terpisah saja mulai sekarang ....”“Tidak bisa, kamu harus ikut aku pulang ke rumah!”Terjadi tarik menarik yang cukup alot di antara keduanya. Tentu saja tenaga Kalila tidak sebanding dengan tenaga Gio yang jauh lebih kuat, dengan mudah dia berhasil mendorong paksa istrinya itu ke dalam mobil.“Mau ke mana kamu?” Gio menarik tangan Kalila saat dia duduk di kursi kemudi dan di saat yang bersamaan Kalila membuka pintu mobil di sampingnya.“Aku sudah ada rumah sendiri, Mas! Sebaiknya kita tinggal terpisah saja mulai sekarang ....”“Kamu tidak tahu aturannya? Aku tidak pernah menjatuhkan talak sama kamu, itu artinya kita masih sah suami istri.”“Tapi kita sedang dalam proses cerai!”“Tetap
“Jangan harap aku akan menyentuhmu malam ini.”Giordano berkata dengan nada sedingin es kepada seorang wanita yang baru saja dia halalkan sebagai istri.“Aku mengerti,” sahut Kalila tanpa mengangkat wajahnya.“Saat kita tidur, jangan hadapkan wajahmu yang buruk rupa itu kepadaku. Aku ingin kita saling memunggungi ....”“A—aku akan tidur di kamar pembantu saja kalau begitu!”“Bagus, kamu ingin nenek menghujatku karena kita pisah kamar?”Kalila diam, tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya Giordano inginkan.“Terus aku harus bagaimana?”“Bodoh, ini akibatnya kalau nenek asal memungut perempuan gembel buruk rupa untuk dijadikan istriku.”Ucapan Giordano tidak ada bedanya seperti pisau yang menyayat habis kulit Kalila sedikit demi sedikit.“Ganti bajumu dan tidur, tidak malukah kamu mengenakan gaun pengantin mewah itu?” hardik Giordano dengan emosi tertahan. “Fisik dan gaun itu sangat tidak serasi, bikin malu.”Hujan itu hampir saja luruh, jika saja Kalila tidak mati-matian m
“Aku sudah boleh mengaktifkan ponsel belum ya?” gumam Kalila, saat pagi harinya dia terbangun dan Gio masih belum terlihat di manapun.Meskipun demikian, Kalila tidak bisa mengurung diri di penginapan terus menerus hanya untuk menunggu Gio datang menjemputnya.Aku harus cari makan, pikir Kalila sambil bersiap untuk mandi. Beberapa saat kemudian, Kalila berjalan-jalan sendirian di sekitar pantai. Tidak lupa dia membawa uang yang sempat Gio masukkan ke dalam tasnya sebelum mereka berangkat bulan madu kemarin.Meskipun faktanya Gio berada entah di mana, Kalila bertekad untuk menikmati momen bulan madu ini. Kesempatan tidak datang dua kali, terlebih lagi bisa menjadi istri Giordano, seorang cucu konglomerat yang memiliki usaha di berbagai bidang.Karena perutnya mulai menjerit lapar, Kalila memutuskan untuk berhenti di depan salah satu resto yang berderet sejajar. Begitu dia melangkah masuk, kedua matanya terbelalak menyaksikan pemandangan yang tersaji tidak jauh darinya.Gio terny
Gio tidak menjawab pertanyaan Kalila, melainkan dia mengembalikan ponsel itu setelah menghapus seluruh fotonya bersama wanita tadi.“Jawab, Mas. Siapa dia?”Gio tidak meladeni, dia berbalik dan membongkar koper untuk mengambil sepotong baju ganti yang masih bersih.“Aku mau mandi, setelah itu tidur.”Kalila memejamkan mata ketika Gio menutup pintu toilet dengan cukup keras, dia tidak mengira bahwa ujian akan secepat ini mendera rumah tangganya yang bahkan baru seumur jagung.Selagi suaminya masih mandi, Kalila memeriksa ponselnya dan terkejut saat mendapati jika layarnya terkunci oleh pola yang tidak dia ketahui.“Pasti ulah Mas Gio,” gumam Kalila gusar, berkali-kali dia mencoba memasukkan pola dengan serampangan dan kesemuanya berakhir dengan kegagalan.Seharian itu Gio memilih tidur, tidak dipedulikannya wajah masam Kalila dan juga serentetan pertanyaan yang dia lontarkan.“Kita bercerai saja, Mas.” Kata-kata sakti itu akhirnya terucap dari bibir Kalila setelah beberapa sa