Nayra bergegas menuju motor, begitu keluar dari Bank mengambil uang transfer dari kakaknya. Saat motornya sudah melaju, dia nyaris saja ditabrak oleh dua orang pemuda yang membawa motor secara ugal-ugalan.
Sesuatu jatuh dari tas kedua pemuda itu. Nayra berteriak memanggil, tapi laju motor mereka terlalu kencang hingga tak mendengarkan panggilan Nayra. Nayra menghentikan motor begitu dia sampai pada benda tadi. Turun dan mendekati benda itu secara perlahan.
Ia mengamati benda itu yang ternyata sebuah buku diary, di sampulnya tertulis dengan indah dua nama 'Aska dan Kara'. Nayra tersenyum geli, dia mengingat buku diary-nya yang di Jawa. Nyaris sama seperti buku itu meskipun buku diarynya berwarna pink. Sementara buku diary yang dipegangnya sekarang berwarna biru.
Nayra memasukkan buku itu ke dalam tas, lalu bergegas pulang ke rumah. Sebelum gumpalan awan hitam di langit, tumpah menjadi hujan deras. Petir dan kilat sudah mu
Nayra sekali lagi membolak-balik buku diary itu, sampai dia menemukan apa yang dia cari di balik sampul belakang buku itu. ASKA(Adnan sayang Karina) dan Kara(Karina rindu Adnan).Nayra tersenyum membaca tulisan itu, dia penasaran ingin mengetahui lebih jauh tentang hubungan mereka berdua. Namun, karena ia sudah sangat kelaparan, maka dia putuskan untuk ke dapur dulu, masak dan makan. Dia masih punya banyak waktu untuk mengintip, apa yang sebenarnya terjadi dengan suami dan sahabatnya itu di masa lalu.Usai makan siang dan berbenah, Nayra kembali meloncat ke tempat tidur. Meraih buku diary Karina dan mulai kembali tenggelam ke dalam kisah asmara kedua manusia yang begitu ia sayangi. Dia menyayangi Adnan sebagai temannya berbagi kepahitan dan menyayangi Karina sebagai sahabatnya berbagi keceriaan. ***Makassar 04 Juni 2007Tak
Makassar 05 Juni 2007Pagi diary!Apa kabarmu pagi ini? Jangan bertanya tentang kabarku. Ketika bangun dinihari tadi, aku merasa apa yang terjadi semalam itu hanya sebuah mimpi indah yang amat manis. Ah ... jika ini hanyalah sebuah mimpi, tolong! Jangan terlalu cepat membangunkan aku. Biarkan aku tetap tertidur memeluk erat mimpi ini.Bukan berlebihan diary!Apa kau tahu siapa Adnan Iskandar itu? Ya, dia adalah pria tampan dengan mata seteduh laut biru, bibir tipis yang menawan. Tatapannya, apa kau tahu diary? Tatapannya mampu menembus jantung tepat di tengah-tengahnya. Senyumannya seperti membenamkan aku ke lautan fantasi paling indah.Saat ini, aku seperti si buruk rupa yang beruntung mendapatkan cinta pangeran impian. Ah ... Adnan, aku jatuh cinta ...! Tolong jangan terlalu cepat mematahkan hatiku yang sedang berbunga ini.***Makassar 10 Juni 2007Tak terasa sudah seminggu kami jadian, mesk
Setelah merawat luka di sikunya yang tadi tergores aspal, Karina mengurung diri di kamarnya. Ayub yang merasa ibunya butuh sendiri pun, hanya bisa menatap Karina iba. Ketika Karina melangkah tanpa tenaga menuju kamar dan menguncinya. "Ibu! Kalau Ibu butuh apa-apa, Ibu panggil Ayub, ya!" Suara Ayub dari arah pintu kamar, membuat Karina meneteskan air mata. Ini semua karena buku diary itu. Buku yang ingin ia musnahkan begitu tiba di rumahnya nanti, tapi takdir berkata lain. Buku diary itu raib digondol copet, beserta tas, alat make-up, dan HP-nya. "Iya, Sayang. Maaf ya, ibu butuh sendiri dulu!" lirih Karina lemah. "Iya, Bu, Ayub paham." Suara langkah yang menjauh membuat Karina yakin kalau Ayub sudah pergi dari balik pintu kamarnya. Karina menggenggam erat dompet di tangannya, "Untung dompetnya kelupaan, kalau tidak, semuanya benar-benar akan kacau." Untuk yang pertama ka
Karina berdiri mematung di emperan toko yang sama, saat pertama kali bertemu dengan pria asing pemilik jaket itu. Menunggu ojek yang akan mengantarnya ke rumah Tante Tiara. Papa Karina menyuruhnya merawat adik perempuan satu-satunya yang lagi sakit. Karena anak Tante Tiara cowok semua dan sudah pada kerja. Jadi tidak ada yang merawat dan menjaga saat beliau sakit begini. Beberapa menit kemudian, ojek membawa Karina melaju menuju rumah Idham.Karina melangkah membuka gerbang rumah, berjalan ringan menuju pintu."Assalamu alaikum!" serunya meski tak ada jawaban dari dalam. Karina memutar knop pintu, ternyata tidak terkunci. Ia melangkah masuk dan menutup kembali pintunya."Tante! Tante! Tante Tiara ...! Dham ...!" panggil Karina berulang kali, tapi tak mendapat jawaban. Tiba-tiba Karina kebelet pipis, dengan setengah berlari ia menuju kamar mandi di samping dapur.Brugh!Begi
Karina masih bermalas-malasan di kamar, setelah acara makan siang dan segala ritualnya selesai (berbenah dan cuci piring). Tantenya lanjut istirahat, usai ia minum obat dibantu oleh Karina.Sementara Idham dan Raka, mereka heboh berdua di ruang tengah. Karina terlihat suntuk sendiri di kamar, tapi gara-gara kejadian tadi, dia enggan untuk bergabung dengan mereka.Tok... Tok...Karina melengos malas ketika tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar, "Pasti si Idham, mau jahil lagi!" gerutunya, "apa!?" bentak Karina kesal."Ceila, jangan ngambekkan dong, Kak. Bercanda kita!" teriaknya dari luar."Bodo', Pergi sana! Aku mau tidur!""Kak ... entar nyesel, loh," godanya lagi, sambil mengetuk pintu menggunakan irama gendang dangdut. Membuat emosi Karina benar-benar merambat ke ubun-ubun, dia melangkah keluar tidak sabar menjitak kepala adik sepupunya itu.
"Kak ...! Kakak!" teriak Idham memenuhi seluruh ruangan rumah Mama Ina."Belum ketemu beberapa bulan, sudah serindu itu kamu sama kakak, Dham? Sampai suaramu harus menggelegar di seluruh penjuru?" sungut Karina kesal, menjitak pelan kepala adik sepupunya itu."Ini masalahnya genting, Kak!" Idham nampak panik."Ah, bisa aja loe, sok penting.""Serius, Kak!""Ya, tidak usah berbelit-belit kalau gitu, ngomong aja langsung kamu kenapa? Paling mau minjem uang," tuduh Karina."Emang Kakak punya uang, buat aku pinjam?" ejek Idham mulai jengkel."Makanya kamu ngomong aja langsung, kamu kenapa? Sampai genting kamu bawa-bawa." Idham duduk prustrasi di kursi sambil mengacak rambut sendiri, "Dimas kecelakaan!" ucapnya lemas."Innalillah, jadi bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Karina dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.
"Hal terindah dalam sebuah hubungan adalah ketika pelaminan telah menjadi muaranya."Faiqa EiliyahKarina menatap Raka dengan jantung mulai berdebar tak karuan. Saat tatapan mata pria di depannya serasa mampu menyelam masuk ke dasar hatinya."Be my wife!" pinta Raka menggenggam erat jemari Karina dan menatapnya lekat."Jangan gila deh, usiaku lebih tua dua tahun darimu, jangan ngasal kamu." Sergah Karina sambil mencoba menarik tangan dari genggaman pria tampan di depannya. Pria tampan yang kini tengah berusaha meruntuhkan keangkuhannya."Please!" pinta Raka masih dengan tatapan itu, tatapan yang membuat Karina lemah."Kamu bisa mendapatkan banyak wanita seusiamu di luar sana, bahkan yang jauh lebih muda darimu.""Apa yang seumuran denganku atau yang lebih muda dariku bisa menjamin aku bisa merasakan perasaan yang sama seperti yang kurasak
Karina mengikuti Rani dengan berbagai pikiran yang lalu lalang di benaknya. "Nah, itu dia tempatnya!" tunjuknya dengan ekspresi wajah girang.Karina mengikuti arah telunjuk Rani, di mana di tempat itu berbaris macam-macam penjual jajanan. Seperti Bakso bakar, jagung bakar, kacang rebus, aneka gorengan, aneka kue dan aneka minuman."Apa yang akan kita lakukan di sini?" tanya Karina seperti orang bodoh."Aha ... ha ... ha ... menurut Kakak kita mau ngapain di tempat seperti ini?" tawa Rani pecah menertawakan kepolosan wanita di sampingnya."Ayo, Kak, kita makan besar!" serunya bersemangat. "Tenang, sebelum ke sini Kak Dimas memberiku uang yang cukup untuk kita makan sampai sesak!" sambunganya cekikikan."Kakak mau makan apa?" tanyanya masih dengan gaya bicaranya yang super cepat."Kamu duluan aja deh, nanti kalau kamu benar-benar sudah kenyang baru kakak bantu,