"Suaminya sangat pintar dan cerdas. Jika anda memiliki kesalahan padanya, dia akan pastikan akan membawa anda ke dalam jeruji besi!" Perkataan Roy yang mulai terlintas dalam benak mama Dina.Apa mereka seorang polisi? Apa mereka datang karena suruhan dari suami kanaya? Kan, hanya kanaya yang memanggilku dengan sebutan mama Dina? tanya batin Mama Dina mengira. Ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat salah satu orang tersebut menyodorkan berkas untuknya."Bacalah dengan teliti. Jika anda mau menanda tangani surat perjanjian ini, anda bisa menerima uang yang ada di koper ini!" tunjuk orang tersebut membuka koper yang berisikan tumpukan uang.Seketika, dua bola mata indah mama Dina mengerling menatap uang yang berwarna merah berada di hadapannya. Uang yang sudah lama tak ia dapatkan selama ini.Uang? Ya Tuhan, apa aku sedang bermimpi? batin Mama Dina bertanya."Mama Dina?" tanya orang itu mengagetkan mama Dina."Ya," jawab Mama Dina mendongak menatap mereka yang terlihat menun
"Heem," lirih Naya terkejut saat Alen tiba-tiba membopong tubuh ala bridal milik istrinya tersebut."Mas, kenapa menggendongku?" tanya Naya bingung."Aku yang akan mengantarmu!" ucap Alen mengejutkan istrinya itu."Tapi, Mas!" ucap Naya terhenti saat tatapan mata tajam mengarah padanya."Bukankah aku ini suami kamu? Apa kamu malu pada suami kamu sendiri?" Pertanyaan Alen benar-benar membuat Naya tak mampu menegak salivanya sendiri. Bibirnya merapat dan mulai menenggelamkan wajahnya tepat di dada milik suaminya."Tak mungkin aku malu, Mas. Tubuhku ini sepenuhnya sudah menjadi milikmu. Justru, aku berpikir mas Alenlah yang ...," kata Naya terhenti."Diamlah! Semakin kamu bicara, tubuhmu terasa sangat berat," ucap Alen seraya menggeret infus milik istrinya itu."Iya," jawab Naya yang tersenyum senang.****Di rumah, bunda Elena tak sabar menunggu kabar dari adik iparnya. Kabar yang mampu menjawab rasa penasaran yang selalu menaungi pikirannya."Kenapa Ana tak kunjung memberi kabar? Bukan
Alen melirik. Bibirnya merapat saat melihat istrinya tersenyum ke arahnya."Jangan GR! Sudah cukup kemarin kamu membuatku kehilangan waktu menemanimu di rumah sakit!" tutur Alen memicing menatap Naya yang seketika senyumnya memudar."Iya, Mas!" lirih Naya melas.Bibirnya merapat. Kedua tangannya dengan erat merangkul leher suaminya.Apapun alasanmu, Mas. Entah kenapa, hatiku merasa nyaman dengan perlakuan istimewamu ini! gumam batin Naya menyandarkan kepalanya tepat di dada bidang yang di miliki suaminya itu.Alen menyeringai. Aroma wangi rambut naya yang begitu khas membuatnya tak berhenti menciumnya.Perlahan, Alen mulai merebahkan tubuh naya dengan hati-hati."Makasih, Mas!" ucap Kanaya seraya mengembangkan senyum manisnya."Untuk hari ini, kamu tak perlu melakukan aktivitas apapun. Dan jangan turun ke bawah meskipun ada orang yang datang ke mari. Mengerti!" tegas Alen mengingatkan."Tapi, Mas. Jika aku tak melakukan apa-apa. Trus, bagaimana dengan mas Alen? Apa mas Alen tak kelap
"Iya, Mas. Aku tau! Tapi, beneran aku sudah baik-baik saja, Mas. Perutku, tubuhku sehat semua," protes Naya."Menurutlah! Aku tak mau terjadi sesuatu pada anak kita!" Perkataan Alen yang membuat Naya mengernyit mendengarnya."Anak kita?" tanya Naya terkejut setengah mati. Sebuah perkataan yang sangat bertentangan dengan isi surat perjanjian kontrak pernikahan mereka."Kamu hamil! Jadi, mulai sekarang jangan pikirkan diri kamu sendiri. Pikirkan juga keselamatan dan kesehatan anak kita," kata Alen menatap Naya dengan senyum manisnya."Anak kita? Apa itu artinya mas Alen mau menerimanya? Mas Alen mau mengakuinya?" tanya Naya memastikan.Perlahan, Alen menurunkan tubuh istrinya itu. Dengan lembut dan perhatian, jari jemari tangannya membelai rambut indah yang di miliki istrinya."Ya, aku akan menerimanya dan juga menerimamu, istriku!" Perkataan Alen yang manis membuat naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Apa ini kenyataan? batin Naya bertanya. Lentik indah bulu matanya tak be
Degupan jantung Naya berdetak begitu kencang. Tatapan mata Alen, tubuhnya yang begitu mendekat membuat Naya tak mampu menegak salivanya sendiri."Mas, aku ambil ...," kata Naya terkejut saat Alen mulai mendaratkan ciuman tepat di bibir mungilnya. Perlahan, Alen melepas ciumannya. Senyumnya tertoreh menatap wanita yang kini telah menjadi bagian dari dirinya."Ijinkan aku melakukannya!" ucap Alen seraya menyapu sehelai rambut yang menutupi wajah cantik istrinya itu.Naya tersenyum. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap menatap lelaki tampan yang kini berada di atasnya."Mas, bukankah aku pernah bilang, sejak mas Alen mengikat janji suci untukku. Aku sudah merelakan dan menyerahkan tubuhku ini sepenuhnya untuk, Mas!" kata Naya menyatukan kedua tangan tepat di leher suaminya."Mulai sekarang, jika mas ingin melakukannya, Mas Alen tak perlu meminta ijin dulu padaku. Llakukanlah! Dengan senang hati aku akan menerimanya."Perkataan Naya benar-benar membuat Alen tak mau menahannya
Perlahan, Naya mendongak. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat melihat ekspresi wajah suaminya mulai memperlihatkan sikap kasarnya kembali.Ya Tuhan, bagaimana kalo mas Alen berubah perasaan setelah mengetahui kalo aku ini adalah orang yang pernah mengecewakan dirinya? Padahal, aku baru saja merasakan kasih sayang tulus darinya. Apa lebih baik aku tak mengatakannya saja? gumam batin Naya seraya mendongak menatap sang suami yang telah menanti jawaban darinya."Jadi bercerita tentang masa lalu kamu?" tanya Alen mengeryit. Kedua alisnya seakan bertaut mengimbangi dua mata yang mulai menyipit.Bibir Naya melipat. Perlahan, ia mulai berdiri sembari meraih jari jemari tangan Alen."Mas, apa mas akan meninggalkanku jika masa laluku begitu menyakiti hatimu?" tanya Naya hati-hati."Tergantung!" jawab Alen menatap naya yang seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Dua bola mata indahnya berbinar seperti menyimpan rasa takut yang begitu mendalam.Bagaimana ini? Bagaimana kalo mas Ale
"Ok! Deal, ya, Om?" Arga mengulurkan tangan dan menjabat tangan pak Lukman yang lebih kekar darinya.Tak anak tak ibunya, ternyata sama serakahnya jadi orang! Lihat saja, aku akan membalas rasa sakit yang dulu pernah mereka tujukan padaku! gumam batin Pak Lukman mencoba untuk tersenyum di hadapan Arga."Secepatnya, saya akan menyusun rencana buat kita!" ujar Arga dengan penuh keyakinan.Di rumah, Alen tersenyum menatap kedua bodyguardnya yang makan dengan lahapnya."Kalian ini, makan sebegitu banyaknya tapi kenapa badan kalian tak gemuk-gemuk?" tanya Alen memicing seraya menopangkan kedua tangan di dada.Mereka mendongak dan tersenyum menatap satu sama lain."Nggak apa, Mas. Yang penting kami sehat dan bisa mendampingi mas Alen kemanapun mas pergi! Ya kan, Niel?" ujar Diego menaikkan alisnya yang tebal."Heem. Tapi, bukankah masakan ini buat mbak Naya, Mas. Kenapa mas Alen menyuruh kami memakannya? Apa ini tidak akan menjadi masalah besar jika bunda tau?" tanya Dhaniel mengingatkan.S
Spontan, Alen melindungi tubuh istrinya saat Diego menghentikan mobil secara mendadak."Apa yang terjadi?" tanya Alen mengeryit menatap kedua bodyguardnya keluar menghampiri beberapa orang yang seperti mencari masalah.Siapa lagi mereka? tanya batin Alen mengernyit memandang ke arah mereka yang terlihat sedang berbicara sesuatu. Tak sampai dua menit, mereka berjabat tangan dan seakan menyudahi pembicaraan mereka.KlekDiego dan Dhaniel masuk mobil secara bersamaan. "Siapa mereka? Apa kalian kenal?" tanya Alen penasaran."Iya, Mas. Mereka tadi temanku di kampung, mereka bilang kalo jembatan menuju kampung rusak dan tak bisa di lewati oleh mobil!" tutur Diego melajukan mobilnya kembali."Trus, bagaimana kita bisa sampai ke kampung?" tanya Alen seraya merapatkan bibirnya seraya perlahan."Tenang saja, Mas. Mereka akan menunjukkan tempat di mana keinginan mbak Naya akan terpenuhi. Tempatnya sebelum menuju ke kampung halamanku, Mas!" sahut Dhaniel yang membuat Alen bernafas lega.Setenga