"Jangan bersikap baik padaku. Aku akan salah paham jika kau melakukan itu," gumam Yohan masih dengan tatapan sayu dan wajah yang memerah.Jane terpaku. Menatap dua bola mata yang berwarna hazel."Jangan bercanda. Aku tidak menyukai leluconmu."Cengkeraman tangan Yohan semakin erat. Dia sedikit menarik tangan Jane dan jatuhlah Jane terduduk di pangkuannya. Jane mencoba berdiri, namun Yohan menahannya kuat. "Jangan begini. Kita tidak sedekat itu sampai melakukan ini.""Melakukan apa?" Gumam Yohan mengunci pergerakan Jane. Mereka bahkan bersitatap dalam. Gilanya, Jane merasakan debaran jantung yang luar biasa cepat sampai napasnya sendiri pun terdengar seperti terengah-engah. Baru ini. Sekali ini dia merasakan hal itu padahal selama ini dia sangat profesional. Perasaan apapun yang berhubungan dengan cinta dan kasih sayang, Dia tutup dalam-dalam.Tapi, kenapa dengan pria ini dia merasakan sesuatu yang lain? Dia ingat kemarin masih sangat membencinya. Tapi dengan cepatnya benci itu beru
Jane terdiam Regan tiba-tiba menanyakan itu. Apa ekspresi bahagianya kelihatan ya? Padahal Jane sudah menyembunyikannya dengan sangat baik.Pada dasarnya, Regan itu peka. Dia pandai membaca suasana hati dan gestur tubuh walau kelihatan tidak memperdulikan sekitarnya."Apa?" Jane syok. Tapi tidak menjawab apa-apa. "Jadi benar kau sedang menyukai seseorang. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini. Tapi aku harap orang yang kau sukai bukan salah satu dari kami." Jane terpaku. Sepeka itukah pria ini sampai bisa menebak kalau pria yang ia sukai adalah salah satu dari mereka?"Itu_""Jadi benar?" Sahut Regan. Dia meletakkan gawainya. Kakinya melangkah ke tempat Jane duduk. Sudah setengah jam lamanya wanita itu berada di kamar Regan karena ingin membahas isi dari konferensi pers yang akan di adakan lusa. "Maksud saya begini, Tuan_""Bukan aku, Kan?" Tebak Regan lagi. "Tentu saja bukan. Saya tidak akan berani untuk menyukai anda," jawabnya memelankan suaranya di ak
"Kenapa kau diam saja, Regan? Kau menyukai Jane, Kan?" Regan hanya diam saja. Tubuhnya terpaku. Daripada harus mengakui kejujuran yang ada dalam pikirannya sekarang, Dia memilih untuk berbohong. "Aku tidak menyukainya. Tapi Jane adalah tanggung jawabku. Segala yang terjadi padanya, masih dalam pengawasanku. Aku tidak mempermasalahkan dia ingin berhubungan dengan siapa, tapi tetap saja aku tidak akan terima jika kau menyakiti hati Jane." Setelah mengatakan itu, Regan berjalan pergi meninggalkan Yohan sendiri. Pria itu hanya diam saja, tidak tersenyum ataupun berdalih apapun lagi. Yohan memperhatikan setiap pergerakan Regan sampai pria itu tidak terlihat lagi. ..Selama dua hari, Regan sama sekali tidak menyapa Jane. Bukannya ingin menghindar, tapi Regan merasa tidak ingin membicarakan apapun dengan Jane. Bertemu dengan Jane, hanya akan menambah beban pikirannya. 'Apakah aku benar menyukai Jane? Kenapa aku mendadak mempunyai perasaan semacam ini?'Itu terus kalimat yang mengitar d
"...Apakah kalian akan menikah dalam waktu dekat?" Pertanyaan yang sama di ulang kembali. Regan tercekat. Lidahnya kelu. Dia membisu setengah melamun. Jane yang melihat itu, meremat kuat jemari Regan. Pun, pria itu tersentak. "Regan sedang banyak pikiran karena masalah di perusahaan akhir-akhir ini. Saya harap anda mengerti kalau dia terlihat lelah," sanggah Jane menenangkan situasi yang mendadak kaku. Jane menatap Regan, pria itu melepas genggaman tangannya dan berdehem melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher.Jane yang merasakan penolakan halus itu tersenyum kikuk sambil sesekali menatap ke arah kamera. Berharap salah satu dari mereka tidak menyadari hal barusan. "Maaf, Saya tiba-tiba memikirkan pekerjaan di saat seperti ini. Untuk rencana pernikahan, Saya masih belum bisa memberikan kepastian kapan akan terjadi. Kami masih nyaman dengan hubungan yang kami jalani. Saya akan memberitahu kalau ada kabar bahagia. Jadi saya harap, anda bisa menulis artikel baik tentang kami
Kedatangan Alice yang tiba-tiba, mendadak muncul tanpa pemberitahuan, pastilah membuat Yohan apalagi Jane terkejut luar biasa. Memang Yohan terlihat jahat, menyuruh Jane pergi tanpa memberi solusi dia harus pergi kemana. Di saat Yohan harus mendengarkan segala ocehan dari gadis cerewet di depannya ini, tak sekalipun semua omong kosongnya itu masuk ke dalam pikirannya. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Yohan nampak bosan, namun kemudian Alice bertanya padanya."Kau masih sendiri?"Yohan yang tadinya berdiri dari duduknya untuk mengambil sebotol anggur dari lemari di mini bar miliknya, pun dia membeku sesaat lantas menuangkan anggur itu ke dalam gelas Alice yang kosong. "Kenapa kau sangat ingin tahu?" Tanyanya lalu menuangkan anggur ke dalam gelasnya lantas meminumnya.Alice terkekeh,"Apa ini? Kenapa kau tiba-tiba kembali ke setelan awal? Kemana Yohan yang terlihat perhatian tadi?"Yohan menyeringai,"Aku sudah mempunyai kekasih. Tapi aku tidak ingin mengenalkannya padamu.""Me
"Alice?" "Oh my god! Regan!" Alice histeris, lantas berjalan cepat dan merengkuh tubuh Regan dalam dekapannya."Aku sangat merindukanmu seperti orang gila!" Lanjutnya lalu bangun dari pelukannya. Mencium pipi Regan kanan dan kiri. Regan syok, reflek melepas dekapan Alice."Kapan kau datang? Kenapa kau tiba-tiba ada di sini?" "Aku sampai tadi siang, dan langsung menuju ke rumahmu. Gila saja! Aku di usir dari sana oleh Yohan. Padahal aku ingin melepas kerinduanku padamu dengan menginap di rumahmu."Dalam hati Regan tertawa."Aku rasa Yohan melakukan hal yang tepat.""Apa?!" Tatap Alice tajam.Regan tertawa,"Ayah tidak akan suka jika ada wanita yang memasuki rumah kami. Apalagi sampai menginap di sana. Kau kan tahu bagaimana ayahku."Alice berdecak, lantas duduk di sofa."Aku akan minta izin pada Paman Abraham. Dia pasti mengizinkanku menginap di rumahmu.""Coba saja. Oh ya, bagaimana kabarmu? Kenapa kau kembali ke sini?""Aku ada urusan sebentar. Ayah menyuruhku pulang karena ada sesuatu
"Apakah aku boleh datang ke tempatmu? Ada yang ingin aku katakan," ulang Regan di seberang sana. Chat yang ia kirim tidak di jawab oleh Jane, pun dia kembali mengulang chat yang sama.Bukannya menjawab iya atau tidak, tapi Jane hanya membisu sambil menatap layar ponselnya. Belum juga membalas, ponselnya berdering. Yohan menelfonnya. "Ya?" Jawab Jane. "Kau tidak keluar, kan?" Ucap Yohan di seberang telfon."Tidak. Aku masih berada di kamarku.""Aku sedang dalam perjalanan. Jangan kemana-mana, tunggu aku datang.""Hm."Jane menutup telfonnya dan berdiri dari duduknya. Dia menatap cermin di sebelah ranjang, memperbaiki riasannya dengan menorehkan sedikit lipstik. Bedaknya yang memudar dia benahi lagi. Tidak lupa dia memakai parfum dan kembali memperbaiki tampilannya.Tak berapa lama kemudian, 15 menit kemudian, pintu kamarnya di ketuk. Jane menuju ke pintu dan mengintip dari lubang kecil. Yah, yang berdiri di sana sekarang adalah Yohan. Pria berkumis tipis dan berambut gondrong itu ma
"...Kita harus menikah sebelum Alice membongkar semua.""Apa?" "Jane, dengarkan aku. Jujur aku sangat mengkhawatirkannya dirimu. Kau tidak kenal Alice. Aku takut dia akan melukaimu. Yang kau takutkan, bisa saja terjadi. Maka dari itu kita harus menikah agar dia berhenti mengganggu ku. Dia akan menyerah dan menjauhi kita kalau kita resmi menjadi suami istri."Jane menatap Regan tidak percaya. Bagaimana bisa Regan se egois ini hanya karena satu wanita saja? Dia tidak memikirkan bagaimana perasaan Jane. Jane sampai tidak habis pikir, Kenapa Regan sesantai itu mengajaknya untuk menikah? Padahal dia tidak mempunyai pikiran sampai sana, Jane tidak membayangkan drama yang ia mainkan bisa sampai sejauh ini. "Anda sangat egois, Tuan. Sebegitu mudahnya anda mengucapkan kata pernikahan. Dengan mudahnya anda mengajak saya menikah hanya karena kepentingan anda.""Aku tidak tahu ini tidak sopan.""Sangat sangat tidak sopan.""Aku akan membayar Madam dua kali lipat dan kau akan mendapatkan 4 kali