“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.
**Pukul 05.00 pagi, Wanita yang memiliki wajah sayu itu sudah terbangun lebih dulu, ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Fitri langsung membangunkan suaminya, karena mereka akan bersiap-siap untuk pindah saja.“Mas, bangun kita sholat subuh.” Ucap Fitri sambil mengusap pipi suaminya dengan lembut.Angga langsung menggeliat, setelah mendapatkan sentuhan dari tangan dingin Fitri yang baru saja selesai mandi.“Jam berapa, Sayang?” tanya Angga sembari mengucek matanya.“Sudah jam 05:00, Mas. Ayo bangun, nanti kita kesiangan loh sholatnya.” Jawab Fitri yang hendak mengeringkan rambut dengan hairdrayr.“Ya sudah, Mas mandi dulu ya?” pamit Angga yang terbangun dari tempat tidurnya.10 menit kemudian, Angga sudah selesai membersihkan dirinya. Pria tampan itu menatap bingung ke arah istrinya yang masih berkutat dengan alat pengering rambut.“Ada apa Sayang?” tanya Angga yang menghampiri sang istri.“Ini loh, Mas. Hair drayrku enggak nyala.” Ungkap Fitri yang nampak menggemaskan.Angga tersenyum melihat istri yang usianya lebih muda darinya, dengan wajah yang cemberut, rambut yang masih basah dan ke cantikkan alami yang ia miliki meskipun tanpa menggunakan makeup. Menurutnya pemandangan yang seperti ini yang membuat ia rindu rumah.“Ya sudah, yuk kita sholat nanti keburu siang.” Ajak Angga kepada istrinya.“Tapi Mas, ini gimana? Aku malu kalau Ibu melihat rambutku yang masih basah.” Imbuhnya yang takut akan cemoohan sang mertua.“Ya, memangnya kenapa kalau rambut kamu terlihat masih basah?” tanya Angga yang sedikit heran mendengar keluhan sang istri.‘Mas kamu gak tau, kalau Ibu s’lalu memarahi aku. Ia tidak mau mempunyai cucu dari rahimku, semua yang ia ucapkan jika Ibu ingin segera memiliki cucu itu hanya sandiwaranya saja.” Batin Fitri.“Hey, kok malah bengong?” tanya Angga.Tanpa kata, wanita cantik itu melanjutkan menyisir rambutnya dan segera menunaikan ibadah sholat subuh bersama suaminya.Setelah selesai, tidak lupa Fitri mendoakan Ibu mertuanya dan adik iparnya, agar mereka berdua di beri hidayah dan kelembutan hatinya.Wanita yang memiliki kulit kuning Langsat itu segera merapikan mukenanya dan bersiap untuk menyiapkan sarapan. Akan tetapi, saat Fitri hendak menaruh mukena ke tempatnya, tiba-tiba Angga menarik lengannya dengan sedikit keras dan membuat wanita berusia 25 tahun itu terjatuh ke pelukan suaminya.“Astaghfirullah, Mas!” pekik Fitri yang terkejut.Tidak terlihat raut merasa bersalah di wajahnya, melainkan ia malah memeluk erat tubuh istrinya dan menghirup wangi shampo yang tercium di rambut Fitri.“Mas kalau aku jantungan gimana?” kesal Fitri.“Iya, kah? Coba aku ingin dengar.” Ucapnya yang ingin menempelkan telinga pada dada istrinya.“Ih, Mas mau ngapain? Aku gak mau ya, geli hahah” Fitri pun terkikik geli, karena Angga tidak hanya menempelkan telinganya saja, melainkan ia juga menggelitik perut istrinya.Sedang asyik bercanda, tiba-tiba mereka terkejut mendengar pintu kamar yang di gedor-gedor dengan keras.Tok!! Tok!! Tok.“Woy buka!” teriak seseorang yang tidak asing baginya.Angga dan Fitri pun menghampiri lalu membuka pintu kamarnya.Cekleek!“Lama banget sih! Lagi apa sih? Sampe teriak-teriak begitu, ganggu orang lagi tidur saja.” Ujar Bu Dinar dengan wajah yang ketus.Selain itu, pandangan BU Dinar tidak terlepas dari rambut Fitri yang basah karena sehabis keramas.“Kamu habis keramas, Fit?” tanya Bu Dinar yang membuat jantung Fitri berdegup dengan kencang.“Emm... Iy—iya Bu,” jawab Fitri yang gugup.“Halah... Percuma kamu rajin buat anak tapi hasilnya tetap sama, Zonk!” celetuk Bu Dinar.Fitri yang mendengar itu hanya bisa menahan sesak, ia tau jika Ibu mertuanya berusaha untuk membuat mentalnya terganggu dan setelah itu, dengan leluasa Bu Dinar akan menikahkan Angga dengan Tantri.“Bu, sekali saja. Ibu hargai Fitri sebagai istriku,” mohon Angga, ia tidak tega membayangkan istrinya yang di perlakukan seperti itu di saat ia tidak ada di rumah.“Apa yang harus Ibu hargai dari dalam diri wanita ini!” tunjuk Bu Dinar yang tepat ke wajah Fitri, “Dia hanya wanita miskin yang menumpang hidup sama keluarga kita! Di tambah lagi, jika wanita ini mandul!” sambungnya.“Istriku tidak mandul, Bu! Kita hanya belum di kasih saja sama Allah SWT. Jodoh, anak dan rezeki itu sudah di atur oleh sang Maha Pencipta, Bu!” sentak Angga.Kini perdebatan itu tidak dapat di hindari oleh keduanya, Angga yang sudah tidak tahan lagi dengan sikap ibunya, kini ia meluapkan emosi yang sudah susah payah ia tahan.“Berani kamu membentak Ibu hanya untuk membela perempuan kampung ini! Sadar Angga, Ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan membesarkan kamu sehingga bisa sukses seperti sekarang ini, bukan dia!” Teriak Bu Dinar yang menangis dan semakin membenci Fitri.“Angga tau itu, Bu. Tapi Fitri ini istri Angga, menantu Ibu. Sudah seharusnya Ibu menyayanginya seperti anak Ibu sendiri,” ungkap Angga yang sesekali melirik Fitri yang menangis di balik punggungnya.“Jangan mimpi jika Ibu akan menyayangi istri miskin dan mandulmu itu! Yang akan Ibu sayangi hanya Tantri, bulan dia!”Brak!!Lagi-lagi Bu Dinar berhasil menyakiti hati Fitri dengan ucapannya yang tajam seperti belati yang menancap tepat di hatinya.“Aku udah gak kuat, Mas. Apa lebih baik kita pisah saja demi kebahagiaan Ibu.” Ujar Fitri yang berhasil membuat Angga menitikkan air mata.Pria itu terus menangis, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan belahan jiwanya. Walaupun awalnya pernikahan mereka hanya bermula dari balas budi namun, dalam seiring waktu cinta suci yang mereka miliki berkembang menjadi cinta sejati yang tidak akan pernah terpisahkan.“Kamu jangan bicara seperti itu lagi, sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau berpisah denganmu.” Jawab Angga yang memeluk Fitri dengan erat.Di tempat lain, terlihat Bu Dinar yang tengah berteriak histeris. Ia menghancurkan semua barang yang ada di dalam kamarnya, hanya untuk melupakan emosi yang sudah membuncah di dadanya.“Arrggh... Kenapa aku harus mempunyai menantu seperti dia! Kenapa tidak Tantri saja yang menjadi menantuku!” teriak Bu Dinar.Kiran yang masih tertidur pun ikut terbangun ketika mendengar teriakkan Bu Dinar yang ada di dalam kamarnya, kebetulan kamar Bu Dinar dan Kiran itu tidak terlalu jauh. Jadi tidak heran jika suaranya sampai ke kamar Kiran.“Aduuh! Siapa sih yang teriak-teriak sepagi ini, ganggu saja!”Dengan terpaksa ia bangun dari tempat tidurnya, ia merasa terganggu dengan teriakan tersebut.Dengan berat hati Kiran menyusuri asal sumber suara tersebut dan ternyata, sumber suara itu berasal dari kamar sang ibu.Cekleek!!“Astaga Ibu...”“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.“Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Auh!” pekik Kiran.Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.Angga
“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?
“Tapi dulu kita saling menci—““Hentikan omong kosongmu itu!” potong Angga dengan cepat. Fitri hanya terdiam menyaksikan suaminya yang berdebat dengan wanita yang tidak ia kenal. Ingin rasanya ia bertanya kalau wanita itu siapa? Namun ia urungkan.Ia tau jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, melihat rahang suaminya yang mengeras dengan sigap Fitri menggenggam tangan suaminya dan mengusapnya dengan lembut, guna untuk meredam emosi yang tengah membuncah.“Istigfar, Mas.” ujar Fitri Setelah mendengar perintah dari istrinya, Angga pun langsung mengusap wajahnya dan mengucapkan istigfar.Pria itu menatap Fitri dengan lembut, ia merasa beruntung karena sudah memilih istri yang tepat. Menurutnya, Fitri itu seperti laksana air yang mampu memadamkan api yang tengah berkobar. Seperti halnya sekarang ini, ia mampu meredam emosi suaminya yang tengah meletup-letup dengan sentuhan lembut tangannya, dan tidak lupa ia s’lalu mengingatkan Angga untuk mengucap istighfar ketika ia seda
Melihat laki-laki yang ia suka membuang muka, wanita itu malah mencium Angga di depan istrinya tanpa ada rasa malu dan... Plak!! Tanpa adanya aba-aba, wanita cantik itu di tampar oleh Fitri dengan sangat keras. Semua orang yang ada di dalam ruangan sontak terkejut, terutama Bu Dinar dan Kiran, ia tidak menyangka jika menantu yang terkenal pendiam dan teraniaya itu dapat melayangkan tamparan yang lebih keras.“Mungkin selama ini aku selalu diam, tapi bukan karena aku lemah! Aku hanya menghargaimu, Bu! Karena Ibu adalah ibunya Mas Angga, suamiku!” ucapnya dengan tegas, “aku selalu diam, ketika aku di siksa dan di dorong. Apa kalian merasa kasihan denganku? Tidak! Kalian malah senang menyaksikan hidupku yang menderita ini!” sambungnya dengan berurai air mata.Kali ini Fitri benar-benar mengeluarkan isi hatinya yang sudah tidak kuat dengan semua perlakuan Bu Dinar dan adik iparnya, sampai-sampai Angga pun ikut tercengang sekaligus tidak menyangka, akhirnya Fitri bisa berbuat tegas dan
Saat Angga dan Fitri hendak pergi, tiba-tiba handphone yang ada di saku celana Angga itu berdering. Ia mengambil ponsel tersebut dan ketika ia melihat nama yang tertera di layar ponsel itu tiba-tiba wajah pria tampan itu berubah menjadi pias.“Mas kenapa teleponnya enggak di angkat?” tanya Fitri yang melihat Angga sedikit heran.Pria berkulit bersih itu langsung mematikan panggilannya, ia menatap Fitri dengan sedikit gugup. “Emm... Mas juga enggak tau, Sayang. Mungkin ini kerjaan orang iseng,” jawab Angga, namun sesaat kemudian, ponsel tersebut kembali berdering.Fitri yang melihat gelagat suaminya yang aneh menjadi sebuah tanda tanya, biasanya jika ada yang memanggil Angga langsung mengangkat panggilan itu. Akan tetapi, kali ini terlihat agak sedikit berbeda.Pria tampan itu nampak terlihat sedang menyembunyikan sesuatu, seperti sesuatu yang tidak boleh di ketahui oleh istrinya.“Mas, angkat dulu siapa tau itu penting.” ujar Fitri.“Ah, enggak perlu di angkat lah. Lagian enggak pent
“Mas apa kamu sengaja memberikan nomor ponselmu kepada Tantri?”Seketika raut wajah Angga berubah menjadi pias, ada kilat ketakutan yang Fitri tangkap di wajah tampan suaminya.“Ti—tidak, mana mungkin Mas kasih nomor baru ini kepada Tantri.” jawabnya yang terlihat gugup.“Terus... Dia tau dari mana soal nomor baru kamu?”“Maksud kamu apa? Kamu nuduh Mas!” ujarnya kesal dengan suara yang sedikit meninggi.Fitri terkejut, untuk pertama kalinya ia mendengar suami yang sikapnya lemah lembut kini berubah menjadi sensitif. Wanita cantik itu bingung padahal dia tidak menuduh suaminya yang bukan-bukan, ia hanya bertanya saja tanpa ada maksud apa-apa.“Ya sudah, aku mau ke Rumah Sakit. Kalau kamu mau ikut ayo,” ujar Angga seraya menggenggam tangan istrinya.Dengan perlahan wanita yang memiliki iris mata coklat itu melepaskan genggaman tangan suaminya.Pria tampan itu pun menarik nafas, ia merasa bersalah sudah berbicara dengan nada tinggi kepada istrinya.Pria itu pun membalikkan badannya men
“Oke, kalau begitu aku pilih ke duanya dan aku akan berlaku adil kepada mereka berdua.” “Berlaku adil bagaimana, Mas?”Deg!Angga mematung setelah mendengar suara yang tidak asing baginya, ia membalikkan badan dan terlihat Fitri yang sedang berdiri di ambang pintu.Wanita cantik itu pun perlahan berjalan menghampiri Angga yang sedang memeluk tubuh Tantri.“Mas, tolong jelaskan apa yang kamu katakan tadi! Dan ini... Kamu memeluk dia, Mas!” ujar Fitri yang mulai bergetar.“Ak—aku, aku...” tenggorokan Angga terasa tercekat, dia sangat sulit untuk berkata jujur.“Aku apa, Mas?” tanya Fitri yang memandang wajah suaminya.“Dia akan menikahi Tantri.” ujar Bu Dinar dengan senyum yang penuh kemenangan.Bagai tersambar petir di siang hari, tubuh Fitri terasa lemah ketika mendengar ucapan dari Ibu mertuanya.Wanita yang mengira jika suaminya ada di barisan paling depan untuk membelanya, ternyata menusuknya dari belakang.“A—apa benar yang di katakan oleh Ibu, Mas?” ujar Fitri seraya mengguncang