Sepertinya aku tidur cukup lama karena saat aku bangun suara adzan sudah berkumandang dan itu artinya aku sudah 3 jam tidur Setelah Mas Ahmad memijitku dan membalurkan minyak kayu putih pada tubuhku. Hal yang membuat aku merasa lebih baik adalah Mas Ahmad yang lebih mendengarkan keinginanku daripada permintaan dari keluarganya itu. Permintaan yang sampai saat ini belum pernah dikabulkan oleh mas Ahmad adalah pindah dari rumah ini karena bagi Mas Ahmad baktinya pada sang ibu adalah Dengan menemani sang Ibu meskipun berdarah-darah dan penuh cacian.Sebenarnya hal ini sangat keliru karena berbakti tidak harus dengan satu rumah tetapi sepertinya Mas Ahmad hanya mau pindah jika kami memang sudah mempunyai rumah yang menetap dan bukan ngontrak. Kata Mas Ahmad Jika ngontrak sama saja seperti aku membuang-buang uang yang tidak menghasilkan apa-apa dan itu aku pikir masuk akal. Jika saja ada rumah murah yang bisa dikredit 200.000 sebulan pasti sudah aku ambil meskipun harus membayarnya seumur
Berhubung aku libur nggak jualan, aku bantu Mas Ahmad bebersih di rumah Pak Darmuji. Sekalian aku pun ingin menemaninya seharian ini. Aku sangat senang karena Mas Ahmad pun tak keberatan, Pak Darmuji pun terlihat datang berkunjung lagi pagi ini.“Tumben awal datangnya, Pak?” tanyaku pada Pak Darmuji.“Iya. Mau mengecek sudah atau belum pembersihan halaman rumahnya. Kamu lagi nggak jualan, Nin?” tanya Pak Darmuji.“Nggak, Pak. Lagi pengen nempel sama ayang, soalnya dianya udah jadi perangko hati Nina, Pak,” kekehku.“Ealah, bucin Mad istrimu ini,” kekeh Pak Darmuji. “Ini ada titipan dari Elle, dia baru pulang dari Jakarta. Katanya mau sampai dulu di Cilacap nyambut abangnya.”Aku menerima bungkusan putih besar dari Pak Darmuji. Dari aromanya sungguh enak dan lezat. Aku mempersilahkan Pak Darmuji duduk di teras dan mengambilkan air dari galon yang ada di sana.“Dalamnya sudah dikosongkan semua, Nin?” tanya Pak Darmuji.“Lah, memangnya harus dikosongkan, Pak?”“Ya iya, itu semua barang b
"Loh, apa ini, Nin?"Ibu mertuaku terlihat terkejut saat aku pulang dengan membawa banyak perabotan bekas ke rumah."Lumayan dikasih bekasan, bisa buat perabotan dasar sebelum punya rumah sendiri," jawabku."Barang bekas mau buat apa? Sampah!" sindir Mbak Mita. "Situ nggak mampu beli ya?""Ini memang sampah tetapi masih bisa dipakai dan digunakan dengan baik. Nina membawanya pulang juga bukan buat ibu maupun Mbak Nita pakai tetapi untuk digunakan Nina saat nanti punya rumah sendiri," jawabku.Mereka benar-benar orang yang songol dan menyebalkan. Barang yang aku bawa pulang ini belum rusak-rusak sangat dan masih sangat layak untuk dijadikan barang-barang koleksi isi rumah. Ada spring bed dan juga televisi serta lemari pakaian dan juga lemari bufet. Ada juga berbagai peralatan dapur yang tentu masih sangat bagus dan apik untuk dipakai."Mau ditaruh di mana semua barang-barang ini? Yang ada menu-menuhin lemari!" tanya Ibu."Sementara ini ditaruh di luar dulu katanya Mas Ahmad. Kalau mema
Aku mendengar suara mobil yang berhenti di depan halaman rumah. Ingin rasanya s aku melihat siapa yang pulang dan berharap sItu adalah suamiku karena ini sudah hampir jam 21.00 malam, Suamiku belum juga pulang ke rumahnya ini. Tentu saja sebagai seorang istri aku khawatir dan benar-benar tidak habis pikir Kenapa Mas Ahmad tidak memikirkan perasaanku dan pergi begitu saja. Kecewa tentu saja. Jika biasanya Mas Ahmad menanyakan pendapatku tentang kemanapun dia pergi, kali ini dia hanya mendengarkan ucapan ibunya yang memaksa untuk pergi begitu saja. Memang sih itu adalah suatu keharusan di mana anak laki-laki masih bertanggung jawab dan berkewajiban patuh terhadap ibunya meski sudah menikah tetapi rasanya sedih sekali ketika dia pergi begitu saja tanpa menanyakan Apa pendapatku.Aku mendengar suara mas Ahmad mengucapkan salam dari luar dan itu memang Mas Ahmad yang sudah pulang ke rumah. Lega rasanya sudah mengetahui suamiku sudah kembali tetapi aku masih merasa jengkel dan tidak menyam
Tetap saja aku memilih untuk tetap bungkem agar tidak dikira gampangan ketika dibujuk ini itu. Meskipun kesalahan Mas Ahmad tidak fatal Karena dia sudah berani jujur tanpa harus aku tanyain, tetap saja masih menyebalkan.Aku memilih beranjak dan memasak. Aku mengabaikan tangan jahil Mas Ahmad yang terus saja menggodaku agar mau memaafkan dia. Beberapa kali aku menyingkirkan tetapi lelaki itu tetap saja terus meminta maaf hingga Aku akhirnya tidak bisa lagi menahan mulutku untuk tidak berbicara."Mas, Aku mau masak dan nggak usah ganggu. Lebih baik Mas sekarang mandi sebelum jam 7. Pak Darmuji pasti bakalan kecewa kalau kita kerja juga bener dan tidak sesuai dengan jadwal. Nanti kita sarapan di rumah Pak Darmuji saja biar nggak mendadak selera makannya hilang lagi," ucapku ketus."Alhamdulillah, akhirnya Istriku mau berbicara lagi dengan aku. Baiklah, Mas mau siap-siap dulu. Masak yang enak, biar aku nggak pernah tergoda untuk memakan masakan di luar.""Mau makan makanan di luar juga n
Para pekerja sudah berdatangan dan mereka sangat senang saat aku datang dengan membawa kan berbagai macam cemilan yang enak-enak. Mereka saling bercanda gurau dan melemparkan pertanyaan pertanyaan konyol khas kaum bapak-bapak beranak banyak yang masih senang melihat wanita cantik. "Mad, Isteri kamu pandai sekali memasak semua makanan ini. Rasanya begitu enak dan lezat," Ucap salah 1 pegawai yang bekerja di sana bernama Santo."Tentu saja masakan yang enak makanya Ahmad betah tinggal bersama dengan Nina, isteri yang pandai memasak itu. Seharusnya mencari isteri itu yang seperti Nina. Jadinya kita anggap perlu makan diluar untuk bisa membuat perut kenyang," Ucap lelaki yang memakai baju hijau namanya Kino."Alhamdulillah kalau memang masakan istri saya cocok dengan lidah bapak-bapak semua. Setiap ada kekurangan pasti ada kelebihan, sebagai suami kita harus tetap menghargai apapun yang sudah istri kita suguhkan setiap hari," ucap Mas Ahmad yang terdengar sangat lembut dan menyejukkan ha
"Tunggu!" cegah ku."Aku merasa tidak pernah ikut arisan apapun dan tidak pernah memasukkan ke dalam kotak itu. Mungkin masnya salah orang," ucapku lagi."Alamat dan namanya betul sesuai dengan KTP." Petugas menjelaskan."Sudahlah Nina, rezeki jangan ditolak." Ibu terlihat tidak suka dengan caraku bertanya tentang mobil yang dijadikan hadiah itu."Iya, Mas. Kami merasa tidak pernah mengikuti arisan apapun dan mana mungkin mobil ini kamilah pemenang dari undian yang sama sekali tidak kami ikut sertakan," jawab Mas Ahmad."Ya kami hanya menyampaikan amanat saja, silakan tanda tangani dan saya akan laporkan ini pada atasan kami."Tetap saja rasanya masih janggal ketika mobil itu mentereng di depan rumah. Setelah kedua orang itu pergi aku dan yang lain pun melihat mobil yang baru dan masih dibungkus plastik semuanya. Mbak Mita begitu antusias mencobanya duduk di depan dan juga mengajak serta Minah untuk naik. "Kamu bisa memakainya nggak, Mad? Kalau nggak bisa kamu bisa belajar dari Mina
"Ini uang bayaran bebersih rumah saya, setelah ini datanglah tiga hari sekali saja untuk membersihkan rumput. Mbak Nina, bisa datang setiap hari untuk menyapu rumah anak saya ini. Saat ditempati nanti, silakan datang setiap hari. Anak saya yang akan menggajinya nanti," ucap Pak Darmuji.Proses renovasi sudah selesai dalam satu minggu ini dan rumah ini terlihat sangat mewah dan rapi setelah dicat ulang. "Mas Ahmad, setelah ini mau kerja di mana?" Tanya Pak Darmuji."Kalau nggak kerja di sini ya saya nganggur di rumah." Suamiku menjawabnya pelan, "Bagaimana kalau jadi kuli di toko bahan milik saya? ""Tokonya jauh nggak?" Tanyaku. Tentu aku harus memperhitungkan jarak karena suamiku tidak bisa kepergian jauh lantaran kakinya yang belum begitu pulih."Ya nggak begitu jauh, yang di dekat pasar Saliwangi itu."Saliwangi. Jarak dari desaku tentu harus memakan waktu 15 menit agar sampai di sana. Tentu saja, suamiku harus mengendarai sepeda motor agar bisa sampai di toko itu. "Sepertinya n