#38 "Apa kata Mas Arya, Bu?" tanya Lila begitu melihat sang ibu selesai berbicara dengan kakaknya."Kata masmu, kita boleh lakuin apa aja asal bisa melancarkan rencana Arya. Yang jelas kita harus buat Shanum luluh." Bu Desi menjawab apa adanya."Yah … pokoknya terserah aja, Bu. Aku nggak mau ikut-ikutan." Lila menyatakan ketidaksukaannya. Bukan karena dia tidak lagi membenci Shanum, melainkan tidak ingin ribet saja."Nggak bisa gitu dong, La. Kita ini harus kompak, supaya rencana kita berjalan lancar." Bu Desi terus menghasut putri bungsunya. "Iya-iya, Bu. Jadi, sekarang gimana. Kita pura-pura baik gitu di depan Mbak Shanum, terus kita juga minta maaf ke dia?" Lila memastikan sekali lagi ide yang sempat dibisikkan oleh sang ibu beberapa menit yang lalu. "Tepat sekali. Ya, sebenarnya ibu juga gak suka sama keadaan ini, La. Tapi mau gimana lagi, kan. Mau nggak mau kita harus buat Shanum luluh agar dia nggak sampai ngusir kita sebelum Arya berhasil mengambil alih semua kekayaan Shanum
Cukup lama Shanum berkutat dengan lemari dan beberapa penyimpanan tersembunyi yang ada di dalam kamarnya. Shanum terus mencari dan mencari sampai mendapatkan sesuatu petunjuk, meski kemungkinannya sangat kecil. Ia takkan menyerah dan harus menemukan bukti itu.Arya pasti masih menunggui istri mudanya itu di rumah sakit. Sehingga, ini adalah kesempatan bagi Shanum untuk mencari bukti itu sampai dapat."Di mana ya? Kenapa nggak ada apa pun di sini? Apakah Mas Arya sungguh-sungguh menyembunyikan semua buktinya?" Shanum menghentikan aktivitasnya sejenak tatkala tidak mendapati petunjuk setelah sekian lama mencari.Ia nyaris saja putus asa, karena pencariannya tidak membuahkan hasil."Aku nggak boleh menyerah. Aku yakin sebuah kejahatan pasti meninggalkan bukti, walaupun secuil. Baiklah, jika kali ini aku tak menemukan apa pun. Aku yakin bukti itu akan muncul tanpa perlu susah payah mencarinya. Bukankah seperti itu biasanya? Hal yang kita cari akan sulit ditemukan, tetapi sesuatu yang tida
"Apa? Nggak boleh! Anara nggak boleh balik dan tinggal di kampung lagi, Arya! Apa kata tetangga nantinya!" ucap ibu kandung Anara saat Arya menjelaskan rencananya untuk menitipkan istri mudanya itu sementara waktu."Tapi, Ma … Arya janji nggak akan lama kok. Sampai urusan Arya di sini beres, aku pasti akan segera menjemput Anara kembali ke Jakarta," pinta Arya memelas. Sementara, Anara hanya menyimak perdebatan ibu dan suaminya dari ranjang tempat tidurnya.Bukan tanpa alasan kalau sang ibu menolak kemauan Arya yang memintanya tinggal di kampung sementara waktu. Hal itu karena, sang ibu mengkhawatirkan julidan orang-orang mengenai dirinya.Mereka tidak tahu kalau Anara sudah menikah siri dan bahkan sedang mengandung. Sehingga, Bu Rani tak mau ambil risiko kalau Anara pulang dan akan berakhir menjadi bahan gunjingan orang. "Pokoknya, Mama nggak setuju, Arya!" Bu Rani terus menekankan ketidaksetujuannya. Ia datang seorang diri karena sang suami memilih pergi, ketika Anara terus keukeu
Arya terkekeh kecil mendengar Rendy terkejut karena baru kali ini seorang Arya meminjam uang. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya.‘Sial! Jika bukan karena Shanum sialan itu, aku vak akan merendahkan diri seperti ini! Tunggu saja, tidak lama lagi kamu akan hancur ditanganku!’ batin Arya geram.“Ya, begitulah, Ren. Saat ini aku sedang mengalami sedikit kendala. Shanum tidak mau memberikanku uang untuk membantu kerabatku yang sedang dirawat di rumah sakit.” Arya mulai mengarang cerita yang menyudutkan Shanum di hadapan sahabatnya. [“Begitukah? Masa' sih Shanum begitu?"] Rendy yang mengenal sekilas sosok Shanum seakan tak percaya pernyataan Arya. "Sikap seseorang bisa berubah kapan saja." Arya berkata penuh penekanan. "Kamu mau bantu nggak? Jangan buang-buang waktuku?" tanya Arya terdengar arogan dan tak sabaran.["Hahaha … ya sudah. Katakan berapa banyak yang kamu butuhkan? Aku akan segera mengirimkannya.”] Randy yang percaya dengan ucapan Arya akhirnya tak tega melihat temannya
Siang ini jalanan begitu padat sehingga membuat mobil Arya berapa kali harus berhenti di tengah kemacetan ibu kota.“Apa kita tidak bisa lewat jalan lain, Arya? Mama sudah merasa pegal sekali, kenapa AC mobil ini gak bisa mendinginkan kita di dalam mobil,” keluh Bu Rani seraya mengusap keningnya yang berkeringat.“Sabar, Ma. Kita gak bisa putar balik atau melewati antrian mobil di depan. Sebentar lagi juga jalan, kok.” Anara mengusap lengan Bu Rani untuk menenangkan.Arya lebih memilih untuk tidak menghiraukan keluhan Bu Rani karena dirinya sudah pusing memikirkan rencana untuk meluluhkan hati Shanum.‘Kalau saja Shanum bisa aku singkirkan dengan cepat, gak mungkin aku berada di situasi yang sulit seperti ini. Sial! Lagi-lagi wanita itu yang membuat aku harus merendahkan harga diri di depan mamanya Anara!’ batin Arya geram, tangannya mencengkeram kemudi dengan erat, meluapkan kekesalannya kepada Shanum.Setelah melewati kemacetan, akhirny
“Kamu sudah makan, Nak?” tanya Bu Desi seraya melangkah mendekati Arya yang hendak masuk ke dalam rumah.Arya hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan ibunya itu.Lila yang hanya bisa mengekor di belakang kakak dan ibunya tidak mengatakan apa pun. Gadis itu hanya menuruti perintah sang ibu untuk menyambut kepulangan Arya.“Makan dulu, ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu.” Bu Desi menarik lengan kekar Arya menuju ke ruang makan dan mengambilkan nasi beserta lauk di atas piring.“Terima kasih, Bu. Di mana Shanum? Apa dia sudah makan?” tanya Arya dengan suara yang sengaja ia keraskan agar terdengar ke seluruh telinga penghuni rumah itu.“Dia sudah makan di luar dan sekarang sedang istirahat di dalam kamar. Mungkin dia sangat lelah karena baru pulang.” Suara Bu Desi terdengar begitu ramah dan penuh pengertian kepada menantunya itu.“Arya, apa kamu sudah mengurus mereka dan mengembalikannya ke kampung?” tanya Bu Desi setengah berbisik.“Mereka gak mau pulang ke kampun
Sosok pria tampan tampak masuk ke dalam rumahnya ketika dirinya sudah menyelesaikan urusannya bersama klien. Langkah ringan Zayn membawanya masuk ke dalam rumah, lalu mata hazelnya tampak mencari gadis kecil kesayangannya.“Bi, apa gadis kecilku sudah tidur?” tanya Zayn kepada Bi Ijah yang merawat anak gadisnya itu.“Non Sena sudah tidur dari tadi, Tuan.” Bi Ijah menerima tas kerja Zayn untuk ia letakkan di ruang kerja majikannya.“Bagaimana dia hari ini?” Zayn selalu menanyakan bagaimana perkembangan anaknya lewat Bi Ijah. Pria itu tampak sambil mengendurkan dasinya. "Sekarang non Sena sudah mulai bisa berbicara meskipun belum jelas. Dia memanggil ‘papa’ itu kata pertama yang non Sheina ucapkan.” Mata Bi Ijah berbinar ketika membicarakan gadis yang masih berusia dua setengah tahun itu.“Benarkah? Aku jadi nggak sabar ingin bertemu dengannya. Bi ... Terima kasih sudah merawat dan menjaga Sheina dengan baik. Aku berhutang budi seumur hidup kepadamu.” Tak bisa dipungkiri bahwa Zayn sang
Shanum terbangun dari tidur indahnya setelah kejadian menjijikkan semalam dikejar-kejar oleh Arya. Ia bergegas membersihkan diri dan mematut diri di depan kaca. Kali ini dirinya memakai baju kerja dengan riasan natural tapi justru membuat dirinya terlihat jauh lebih cantik dan anggun dari sebelumnya. Mungkin jika pria lain melihat Shanum, mereka akan mengira bahwa wanita itu belum memiliki suami.“Semua sudah beres. Aku harus cepat-cepat keluar untuk sarapan sebelum manusia-manusia gak tahu diri itu bangun,” gumamnya pada diri sendiri sambil melangkah keluar dari kamar menuju dapur.Terdengar suara Bi Nena yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka semua. Saat Shanum sampai di ambang pintu dapur, ternyata Bu Desi juga sudah berada di sana, berdiri membelakangi Shanum dan terlihat pipinya bergerak-gerak seperti sedang mengunyah makanan.“Mbak, mau sarapan sekarang? Biar Bibi siapkan,” ucap Bi Nena ketika melihat Shanum sudah berdiri di ambang pintu dapur.Seketika Bu Desi membalikkan