Share

Flower Carrier

Terkadang, saat sepasang anak manusia sedang berputar dalam zona keindahan, maka mereka akan merasa bahwa waktu hanya akan berlalu di sekitar mereka. Seperti apa yang dialami Bayu dan Yuri saat itu.

Andai ribuan titik air tidak menetes pada ujung rambutnya, maka mungkin Bayu dan Yuri tidak akan sadar jika hanya tinggal mereka berdua yang belum pulang.

"Gerimis," ucap Yuri yang mengangkat kedua telapak tangannya.

Mereka berlarian untuk berteduh di bawah sebuah pohon asam pinggir jalan, menunggu sampai sebuah mobil penumpang lewat. Akhirnya, Yuri melambai untuk menghentikan mikrolet yang mengarah ke rumahnya.

"Aku duluan." Yuri pamit kemudian berlari kecil menyeberangi jalan raya.

Yuri duduk lalu membuka pintu kaca jendela mobil itu, mengeluarkan tangannya untuk melambai pada Bayu saat mobil mulai berjalan. Bayu kini menunggu sendiri.

Sebelumnya, seorang pengendara motor yang mengenal Bayu berhenti dan menawarkan tumpangan, tapi Bayu menolak dengan halus, tidak mungkin dia meninggalkan Yuri seorang diri.

Dari atas mobil yang ditumpanginya, Yuri melihat sebuah mikrolet melaju ke arah yang berlawanan saat belum jauh meninggalkan sekolah, mobil itu menjadi kendaraan pulang Bayu.

Bayu tiba di rumah saat sore. Makan, tidur, mandi lalu mempersiapkan kebutuhan untuk hari esok, kantong plastik dan tali rafia. Saat malam sebelum tidur, Bayu selalu menulis atau menggambar sesuatu sambil membantu adiknya belajar.

Keesokan harinya, Bayu tak lagi terlambat ke sekolah, justru ia berangkat terlalu pagi sebab ia tidak suka bila harus berdesakan dalam mobil.

Hari kedua berjalan seperti hari sebelumnya, yang berbeda hanya penampilan para siswa baru dengan tali rafia di kepala mereka.

Seperti salah satu murid wanita dalam kelompok Bayu, kepalanya terlihat begitu ramai dengan 30 ikatan tali rafia pada rambutnya yang tidak terlalu panjang.

Bayu tak melihat Yuri pagi itu. Saat istirahat siang, Bayu makan di kantin yang berbeda karena ajakan salah satu teman kelompoknya.

Bayu tidak pernah bertemu Yuri sampai tiba waktu untuk pulang.

Yuri yang berjalan ke depan sekolah bersama para sahabatnya terus mengasi sekitar, mencari sosok Bayu di antara kerumunan. 

Bayu keluar dari area sekolah bersama beberapa murid melalui jalan yang berbeda dengan Yuri, jalanan untuk kendaraan para guru agar bisa naik ke area sekolah. Sementara Yuri tetap melalui jalanan bertangga yang menjadi jalan utama sekolah.

Hari ketiga menjadi hari berburu tanda tangan bagi para siswa baru. Mereka harus mendapatkan tanda tangan dari 24 orang senior yang menjadi panitia MOS sebelum siang.

Para siswa baru juga diminta untuk menyiapkan sepucuk surat untuk diserahkan kepada salah satu senior pujaan mereka, isi suratnya berisi tentang kesan-kesan para siswa baru terhadap senior selama MOS .

Tidak mudah mendapatkan tanda tangan mereka, para siswa baru akan diberikan sebuah tantangan oleh seniornya sebelum memberikan tanda tangan.

Terkadang tantangan diberikan secara berkelompok atau perorangan.

"Bayu, kemari!" panggil Abu dari atas sebuah batu saat melihat Bayu di antara kerumunan siswa yang ingin mendapatkan tanda tangannya.

Bayu maju ke depan, lalu menyerahkan selembar kertas yang berisi beberapa tanda tangan senior lain.

"Tantangannya apa, Kak?" 

"Kau tak perlu melakukan apa pun," jawab Abu sembari menggoreskan sebuah coretan khas pada kertas Bayu.

"Aku ikut mereka, Kak." Bayu berlari ke arah beberapa siswa yang sedang melakukan gerakan push-up sebagai tantangan. Bayu tak ingin mendapatkan tanda tangan Abu secara cuma-cuma hanya karena Abu berpikir ia adalah adik sepupu Yuri.

Abu tak dapat mencegahnya, ia hanya terdiam kagum melihat tindakan Bayu.

"Makasih, Kak," ucap Bayu saat menerima kembali kertasnya dari Abu.

Tersisa tiga nama lagi yang belum Bayu dapatkan, ketiganya senior wanita, termasuk Yuri.

Bayu keliling mencari mereka, lalu ia melihat keramaian di teras perpustakaan sekolah. Tiga murid senior bergantian memberikan pertanyaan kepada para siswa baru, siapa pun yang bisa menjawab satu pertanyaan akan langsung mendapatkan tanda tangan dari mereka bertiga.

Yuri yang kebetulan melihat Bayu yang baru tiba, langsung memberikan sebuah pertanyaan.

"Siapa nama pelukis The Flower Carrier?"

"Saya, Kak," sambut Bayu dari barisan belakang sambil mengangkat tangannya. 

"Ya, kamu." Salah seorang senior menunjuk Bayu yang menjadi satu-satu murid baru yang mengangkat tangan.

"Diego Rivera, Kak."

Seniornya memanggil Bayu, lalu memberikan tanda tangan mereka bertiga.

"Makasih," ucap Bayu pada Yuri setelah mendapatkan tanda tangannya. Bayu sadar kalau Yuri sengaja melemparkan pertanyaan yang dapat dijawab dengan mudah oleh Bayu.

Yuri menarik tangan Bayu tepat saat Bayu akan beranjak pergi.

"Duduk di sini." Yuri menunjukkan tempat di sampingnya dengan matanya. Bayu menuruti permintaan Yuri dan duduk di sampingnya. Yuri tahu bahwa kertas tanda tangan Bayu sudah lengkap, makanya Yuri menahan Bayu.

Bayu duduk mengamati para seangkatannya menjawab pertanyaan dari Yuri dan dua senior lainnya. Semua pertanyaan mampu Bayu jawab dalam benaknya.

Bahkan jika Yuri tidak memberikan pertanyaan yang mempermudah Bayu, Bayu tetap akan mampu menjawabnya. Itu karena Yuri belum tahu kualitas kecerdasan Bayu, ia hanya berniat menolong Bayu.

Kesibukan Yuri berakhir tepat saat siang. Bayu diajak oleh Yuri ke kantin bersama kedua sahabat Yuri.

Mereka berempat duduk dan makan pada sebuah meja yang sama.

"Yu, ini Iis dan Leila." Yuri memperkenalkan kedua sahabatnya.

"Kamu Bayu, Kan?" tanya Iis memastikan.

"Bener, Kak."

"Kamu udah buat surat untuk senior," tanya Yuri pada Bayu.

"Udah." Bayu menjawab singkat, ia tampak kesulitan menahan senyumnya.

"Surat kamu buat siapa, Yu?" Yuri yang penasaran semakin mendekatkan tubuhnya pada Bayu yang duduk di sampingnya.

"Ada deh," jawab Bayu dengan senyuman yang penuh maksud.

Yuri yang tak mendapatkan jawaban kembali pada posisinya yang semula dengan wajah cemberut. Iis dan Leila hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu.

Yuri tak lagi mau menyentuh makanannya, wajahnya terus berpaling dari Bayu.

"Yuri marah?" tanya Bayu dengan senyuman yang seakan menertawakan tingkah Yuri.

"Enggak!" Yuri menjawab tanpa berpaling.

"Oh, aku kira kamu marah."

"Ish!" Spontan Yuri berbalik dan menatap Bayu, lalu berpaling kembali.

"Kak Leila, Kak Iis, Bayu duluan." Bayu pergi tanpa pamit pada Yuri, jelas Bayu sengaja melakukannya. Hal itu membuat darah Yuri semakin mendidih.

Berselang beberapa menit setelah Bayu pergi, beberapa murid berdatangan memberikan surat kepada mereka, kebanyakan murid lelaki.

Setiap surat yang diterima oleh Leila dan Iis langsung dibuka dan dibaca satu-persatu, kalimat dalam setiap surat membuat mereka tertawa.

Berbeda dengan Yuri, ia tidak peduli dengan surat yang berikan untuknya, ia hanya menerimanya lalu meletakkan di atas meja.

"Yuri, kok enggak kamu baca suratnya?" Iis menyodorkan tumpukan surat di atas meja.

"Enggak mau."

"Kami saja yang baca, ya." Leila mulai membuka dan membaca satu per satu surat untuk Yuri.

Yang ditunggu Yuri adalah Bayu, hanya surat dari Bayu yang ingin ia baca. Namun, Bayu tak juga muncul.

Beberapa lembar surat untuk Yuri telah dibaca oleh Leila dan juga Iis, mereka menjadikan itu sebuah hiburan.

"Dari pelukis keindahan wajahmu, Bayu Sonaf." Suara Leila yang membaca pembuka sebuah surat terdengar oleh Yuri.

"Jangan diteruskan, cepat berikan!" Yuri memintanya dengan wajah ceria, melipat kertas itu dengan rapi lalu memasukkannya kembali dalam amplopnya yang penuh warna.

"Katanya enggak mau baca."

"Ini pengecualian!" tegas Yuri.

                                    ***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status