Akhirnya, permen berlumuran itu tiba di tangan Bayu, ukurannya kini lebih kecil, setengah ukuran awalnya.
Bayu menatap permen itu, kemudian memasukkan ke dalam mulutnya secara perlahan, wajahnya terlihat seakan sedang menelan bara api, matanya terpejam dan hidung yang masih sedikit merah terangkat.
Bayu berusaha keras agar permennya tak bersentuhan dengan bibir, lidah dan langit-langit mulutnya, sedikit kecurangan.
Bayu mengeluarkan permen itu dari mulutnya dengan begitu cepat, lalu memberikan pada siswa selanjutnya di bangku sebelahnya.
Hanya berselang beberapa detik, dari sebelah kiri Bayu, seorang murid menjulurkan gelas yang berisi air, perlahan Bayu meraihnya.
Bayu menatap isi gelas itu, tampak air di dalamnya sudah tak bening lagi. Bayu harus berkumur dengan air bekas kumuran teman satu kelompok.
Mau tak mau Bayu harus melakukan apa yang diperintahkan seniornya, kali ini Bayu tak dapat melakukan kecurangan.
Sambil menutup mulut dengan tangan kirinya Bayu mengoper gelas tersebut ke sebelahnya. Bayu yang merasa akan muntah terus berusaha menahannya.
"Saat kami masih seorang siswa baru seperti kalian, kami juga melakukan hal yang sama. Ini bukanlah sebuah pembalasan, sebab bukan kalian yang melakukan hal itu pada kami." Seorang senior berdiri tegak di depan ruangan.
"Apa yang kalian lakukan barusan itu memiliki sebuah tujuan. Selama tiga tahun ke depan kalian akan menjadi teman sekolah atau teman satu kelas." Sambil berjalan mondar-mandir dengan perlahan, terlihat seperti seorang guru yang sedang mengajar.
Bayu mulai menyimak apa yang disampaikan seniornya, begitu pun dengan siswa lain di ruangan itu. Rasa mualnya perlahan menghilang.
"Anggap saja yang barusan adalah sebuah upacara persaudaraan. Tujuannya ialah agar ke depannya kalian tidak hanya sekedar belajar bersama, tetapi kalian akan merasakan susah ataupun senang bersama-sama sebagai seorang saudara. Yang terpenting adalah kalian tidak akan pernah melupakan satu sama lain." Senior itu terdiam tapi terlihat masih akan mengatakan sesuatu.
"Waktunya bernyanyi." Wajahnya terlihat ceria, sepertinya itu adalah wajah aslinya.
Saat itu Bayu menyadari sesuatu bahwa tidak ada senior yang jahat, Bayu juga meyakini kalau senior yang memberinya hukuman pada hidungnya pastinya juga memiliki tujuan dan arti dari tindakannya.
Sebelum MOS hari pertama itu berakhir, para senior menyampaikan tugas untuk hari kedua bagi para siswa baru. Mereka diminta menggunakan kantong Kresek yang diikat dengan tali rafia untuk pengganti tas mereka.
Lalu setiap siswa baru harus mengikat rambut mereka dengan tali rafia sebanyak dengan angka tanggal lahir merek. Bagi yang tanggal lahirnya 1 sampai 10 maka harus ditambahkan dengan bulan kelahiran mereka.
Jadi bagi siswa yang lahir tanggal 10 bulan 10, maka jumlahnya 20 pengikat.
Lalu, bagi siswa yang tanggal kelahirannya 1 sampai 10 dan bulan kelahirannya 1 sampai 5 maka tanggal lahir harus dikalikan dengan bulan kelahiran.
"Berarti aku cuma paki 3 pengikat." Bayu yang lahir tanggal 2 bulan 1.
Akhirnya, hari pertama berakhir. Para murid berhamburan meninggalkan ruangan. Bayu yang malas berdesakan tetap duduk dan menunggu, saat sebagian besar murid telah keluar, barulah ia berdiri dan beranjak.
Bayu melihat Yuri berdiri di depan kelasnya saat ia keluar.
"Lama banget sih." Yuri mencibirkan bibirnya.
"Maaf, kan aku enggak tau kalo kamu nungguin." Bayu berjalan menghampirinya.
Mereka berjalan bersama, menyusuri anak tangga untuk sampai ke depan sekolah mereka.
Beberapa angkutan umum berjejer di pinggir jalan depan sekolah tersebut, menunggu para murid yang akan menumpang untuk pulang.
"Rumahmu di mana, Yu." Yuri berhenti lalu duduk pada salah satu anak tangga.
"Rumah adik sepupu kok enggak tahu." Bayu masih berdiri, menatap kerumunan siswa pada gerbang sekolah.
"Aku serius!" Yuri menarik ujung celana Bayu, memaksa Bayu untuk duduk di sampingnya.
Sambil duduk Bayu menunjuk ke arah kanannya, yang berarti rumahnya ada di sebelah barat sekolah mereka.
"Yah, enggak bisa pulang bareng dong." Yuri terlihat sedikit kecewa sebab arah pulang mereka berlawanan.
"Ayok!" Yuri berdiri sambil menepuk bagian belakang roknya untuk membersihkan debu yang menempel.
"Kamu duluan aja, aku malas berdesakan dalam angkot." Bayu melepaskan tasnya kemudian mengeluarkan buku dan pensilnya.
"Kamu mau ngapain?" Penasaran dengan apa yang akan Bayu lakukan, Yuri pun duduk kembali.
"Enggak jadi pulang?" Bayu membuka bukunya.
"Wah ...!" Yuri merebut buku itu dari tangan Bayu.
"Ini yang gambar kamu semua, Yu?" Membuka setiap lembaran dengan rasa kagum.
"Bukan."
"Terus ini gambar siapa?" Yuri masih menyimak setiap gambar dalam buku Bayu.
"Leonardo da Vinci." Sontak Yuri menyenggol tubuh Bayu sedikit menjailinya.
"Gambar matanya kayak mata beneran, padahal cuma pakai pensil." Sepertinya Yuri akan lupa untuk pulang.
"Bisa gambar muka aku enggak, Yu?" Yuri berharap Bayu bisa melakukannya.
"Bisa, tapi jangan gerak." Tangannya meminta kembali bukunya.
"Siap!" Sambil memasang wajah dengan senyuman.
"Selesai!" Hanya berselang 3 detik.
"Hah, coba aku lihat." Kembali merebut buku dari tangan Bayu.
Bayu berjalan menjauhi Yuri sambil menoleh untuk melihat wajah Yuri yang penuh amarah setelah melihat hasil gambar Bayu.
"Bayuuu ...! aku bukan monyet!" Berdiri dan berlari mengejar Bayu, sepertinya Bayu akan mendapat sebuah cambukkan.
Bagaimana tidak, Yuri memintanya menggambar wajahnya tapi Bayu malah menggambar wajah yang mirip Kera Sakti.
"Lihat lembaran terakhir!"
Yuri berhenti, lalu membuka lembaran terakhir sesuai petunjuk Bayu.
Mata Yuri mulai berbinar, wajah yang tadinya penuh dengan amarah kini tersipu manis.
Yuri berjalan menghampiri Bayu yang tak lagi berlari menghindarinya. Gambar di lembar terakhir itu adalah wajah Yuri yang Bayu lukis saat pertama tiba di ruangannya pagi itu.
Mereka baru kenal tapi sudah mulai begitu akrab, Padahal Bayu adalah tipe yang kurang cepat bergaul.
Dalam pergaulannya Bayu bertindak sebagai bayangan dalam cermin, jika yang bercermin adalah seseorang yang kalem dan pendiam maka Bayu akan menjadi seperti itu.
Sosok Yuri yang penuh percaya diri tertular pada diri Bayu, Bayu akan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Yuri terhadapnya.
Namun, tanpa Bayu sadari, Yuri telah memberikan perlakuan yang spesial terhadap dirinya, Yuri tidak menerapkan hal yang sama pada orang lain.
Bayu belum tahu kalu Yuri adalah salah satu murid populer sekolahnya, beberapa murid lelaki berharap mendapatkan perhatian dari Yuri, terutama murid bernama Abu.
Bayu yang baru berusia 13 tahun belum pernah merasakan ketertarikan pada lawan jenisnya, belum tahu apa itu cinta.
Tapi bagaimana dengan Yuri, apakah gadis ini menyimpan sebuah rasa untuk Bayu, meskipun hanya sebuah cinta monyet, atau ia hanya menganggap seperti adik kecilnya.
Apa pun perasaan Yuri terhadap Bayu, itu tidak akan berpengaruh pada Bayu. Sebab sejak saat Bayu membuat janji di kantin, sejak saat itu pula Bayu menganggap Yuri sebagai kakak sepupu penyelamatnya.
Namun, tak ada yang tahu tentang takdir apa yang menanti mereka.
***
Terkadang, saat sepasang anak manusia sedang berputar dalam zona keindahan, maka mereka akan merasa bahwa waktu hanya akan berlalu di sekitar mereka. Seperti apa yang dialami Bayu dan Yuri saat itu.Andai ribuan titik air tidak menetes pada ujung rambutnya, maka mungkin Bayu dan Yuri tidak akan sadar jika hanya tinggal mereka berdua yang belum pulang."Gerimis," ucap Yuri yang mengangkat kedua telapak tangannya.Mereka berlarian untuk berteduh di bawah sebuah pohon asam pinggir jalan, menunggu sampai sebuah mobil penumpang lewat. Akhirnya, Yuri melambai untuk menghentikan mikrolet yang mengarah ke rumahnya."Aku duluan." Yuri pamit kemudian berlari kecil menyeberangi jalan raya.Yuri duduk lalu membuka pintu kaca jendela mobil itu, mengeluarkan tangannya untuk melambai pada Bayu saat mobil mulai berjalan. Bayu kini menunggu sendiri.Sebelumnya, seorang pengendara motor yang mengenal Bayu berhenti dan menawarkan tumpangan, tapi Bayu menolak dengan
"Dari pelukis keindahan wajahmu.Bayu Sonaf.Aku mampu menyusun huruf menjadi sebuah kata, tapi aku tak mampu merangkai kata hingga berjejer sebuah kalimat yang menarik untuk menyampaikan kesanku pada seorang senior idamanku. Maafkan aku untuk itu, sebab aku hanya pelukis amatir.Bagiku, lukisan adalah sebuah karya yang selalu memiliki keindahannya sendiri, bahkan untuk karya terburuk sekalipun.Setiap lukisan selalu hanya ada satu, tidak akan duanya. Bahkan lukisan yang sama persis tetap memiliki perbedaan, kanvas, cat, dan waktu pembuatannya akan berbeda.Dalam pandanganku, Yuri merupakan sebuah maha karya lukisan hati."Perasaan Yuri begitu bahagia setelah membaca setiap barisan kalimat dalam surat dari Bayu, hatinya bagaikan mahkota bunga yang meledak.Yuri belum gila meskipun ia tersenyum sendiri dalam kamarnya sambil menyelipkan secarik kertas dari Bayu itu di antara lembaran buku hariannya.Yuri berbaring di tempat tidurnya b
Waktu, material hampa yang melekat pada setiap sisi kehidupan, tidak tersentuh tapi terasa, seperti keinginan akan sesuatu. Tumbuh, salah bagian dari masa yang tidak akan bisa dihindari setiap anak manusia. Saat pertengahan tahun ajaran pertama, suara Bayu mulai berubah, terdengar lebih kasar dan sedikit berat. Beberapa hari sebelumnya, ia juga mengalami mimpi yang aneh, mimpi mutlak bagi anak lelaki sebagai gerbang menuju kedewasaan. Sebuah mimpi yang begitu dalam, hingga terasa oleh tubuhnya yang nyata. Selama enam bulan lebih, Bayu telah belajar dalam ruangan yang sama dengan orang-orang yang sama setiap enam hari dalam seminggu. Namun, hanya setengah dari mereka yang cukup akrab dengan Bayu. Bayu menjadi murid di kelasnya yang terlihat cemerlang oleh guru. Guru kesenian bahkan pernah tak percaya jika gambar Bayu adalah hasil karyanya sendiri, itu sebelum guru tersebut melihat secara langsung proses Bayu membangun lukisan pa
2A, kelas yang menjadi target Bayu berhasil ia raih setelah setahun perjuangan.Bayu dan Kiki, hanya kedua murid kelas 1C itu yang berhasil menembus kelas yang diisi oleh murid-murid cerdas, kebanyakan berasal dari kelas 1A, termasuk Ima, rival Bayu di SD dulu.Dari 150 lebih siswa seangkatan Bayu, hanya 26 siswa yang berhasil masuk kelas 2A dengan 10 murid lelaki termasuk Bayu.Untuk pertama kalinya, Bayu masuk ke dalam kelas barunya, mencari bangku kosong yang belum terisi.Susunan bangku dalam kelas itu berbeda dari sebelumnya. Disisi kiri kelas ditempatkan 24 bangku yang di atur menjadi 3 tiga kelompok, masing-masing terdiri dari 4 bangku.Begitu pun dengan sisi kanan kelas tersebut, 24 bangku tersebut saling berhadapan, menyisakan ruang kosong di antaranya tepat di depan papan tulis.2 bangku sisanya di tempatkan pada dinding belakang, hanya dua bangku itu yang menghadap ke depan dan hanya keduanya yang masih kosong, Bayu
Pagi itu, awan mendung menghalau sinar hangat mentari pagi, daun yang masih basah memantul naik saat titik air menetes pada ujungnya yang runcing.Hari itu Senin, tepat tanggal 2, tahun 2006 bulan paling awal, Januari.Dalam kelasnya, Bayu melepaskan jaket tebal berwarna coklat yang ia kenakan untuk menghangatkan tubuhnya, melipat jaket itu dan menaruh ke dalam laci mejanya kemudian bergegas menuju lapangan sekolah.Hari itu adalah giliran kelas Bayu yang bertugas sebagai anggota pelaksana upacara. Bayu sendiri di tunjuk untuk bertindak sebagai pemimpin upacara, tak ada rasa gugup atau malu di dadanya, Bayu terbiasa akan hal itu. Sejak kelas satu Bayu selalu mengambil posisi sebagai pemimpin upacara apabila tiba giliran kelasnya.Wajahnya yang manis akan berubah tegas, suaranya yang pelan seketika lantang, seakan Bayu menjadi orang lain saat mengembang tugasnya.Dia atas rumput basah tanah lapang, upacara pagi itu berlangsung singkat. Tak ada pidat
Saat kembali dari kantin, Bayu diseret enam orang gadis, semuanya adalah teman-temannya di pramuka, beberapa adalah teman sekelasnya. Bayu dituntun ke belakang kelasnya.Di sana Eka yang ditemani Kiki telah menunggu. Eka terlihat gugup dengan kedua tangan saling bertautan.Wajah Eka merah pucat saat Bayu berdiri tepat di hadapannya, kemudian Kiki bergeser dari samping Eka.Pandangan Bayu mengikuti langkah Kiki yang berjalan menuju enam orang gadis yang berdiri di belakan Bayu, Bayu berbalik sekilas lalu kembali memusatkan pandangannya pada Eka.Bayu tahu apa yang Eka lakukan, Bayu tahu apa yang akan Eka katakan, tapi Bayu tidak tahu apa yang akan ia katakan.Bayu menyadari tekad Eka saat itu lebih kuat dari biasanya, rasa gugup yang terpancar dari matanya menunjukkan keseriusan yang bulat. Baru pertama kali Bayu melihat Eka segugup itu.Semakin kuat rasa sebuah keinginan maka semakin kuat pula rasa keraguan yang muncul, lalu ra
"Rin, besok udah tanggal 14, ih ...." Eka memeluk bantal gulingnya, memejamkan erat matanya. Kata itu telah berulang kali ia ucapkan."Tidurlah, udah larut." Suara Rina terdengar lirih, ia tak lagi sanggup menahan rada mengantuknya, ia tak mampu lagi mendengarkan ocehan dari keponakannya itu, Rina terlelap.Eka, ia belum juga bisa tertidur, tubuhnya terus mencari posisi yang pas agar matanya bisa tertutup.Kisah khayalan tentang hari esok terus muncul dalam bayangan imajinasi nakalnya, tentang hari paling yang ia nantikan.Beberapa adegan tercipta dalam angannya, menyalin peristiwa romantis dari film percintaan yang pernah ia tonton.Semakin dekat, semakin melambat pula putaran waktunya. Rasa tak sabarnya seakan ingin melompati waktu seketika itu juga.Namun, akhirnya Eka tetap tertidur saat tubuhnya tak lagi mampu mengimbangi semangat jiwanya.***Eka berulang kali menguap saat kegiatan belajar sedang berlangsung.
Suara percikan air yang membentur batu sungai menjadi irama yang menemani mereka. Genangan air yang tenang memantulkan cahaya bulan yang menari menjadi penerang mereka.Eka masih terdiam kaku, ia tak berani mengambil satu pun gerakan yang akan berakhir dengan sebuah kesalahan."Satai aja." Bayu mencolek lengan Eka, jelas Bayu menyadari tingkah Eka yang berubah drastis."Iya," kata Eka."Kamu gak pernah segugup itu," terang Bayu."Tapi ini berbeda, Yu." Eka masih tertunduk.Bayu pun merasakan apa yang Eka rasakan, tapi ia berusaha sekuat tenaga menahan getaran tubuhnya, mengatur nafasnya agar ia tetap santai.Suhu dingin mereka rasakan semakin meningkat, itu akibat kepekaan indra mereka yang semakin meningkat.Bahkan suara Eka terdengar sedikit bergetar saat ia berbicara."Kamu dingin?" tanya Bayu."Iya, gak tau kenapa suhunya makin terasa dingin." Eka menggosokkan kedua telapak tangannya lalu menempe