Share

Pagi Ceria

Tangan Bayu sangat ingin terangkat untuk melambai, niat itu terkubur saat Bayu sadar dirinya kini berada di tengah sesuatu yang cukup mengerikan, tekanan dari para senior.

Bayu seketika menundukkan pandangannya seperti yang lain sebelum dirinya menarik perhatian para senior, tapi sudah terlambat

Murid lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya kini berdiri tepat di samping bangkunya, pandangannya menukik ke arah Bayu.

Menyadari hal itu, perlahan Bayu mengangkat kepalanya, menoleh ke arah seniornya saat mendengar suara berdehem.

Senior itu sedikit menggerakkan kepalanya ke kiri saat Bayu menatapnya, memberi isyarat agar Bayu maju ke depan.

Perlahan Bayu berdiri, berjalan ragu-ragu. Bagaimana tidak, Bayu harus berdiri di depan ruangan penuh orang-orang yang belum dikenalnya. Entah apa yang akan dilakukan para senior terhadapnya.

Yuri tersenyum menatap Bayu, meskipun ia tak mendapat balasan sebab Bayu tidak melihat senyumannya yang begitu indah.

Kini Bayu berdiri di depan, pandangan para murid kini tertuju padanya, korban pertama di ruangan itu. Sungguh sial harinya.

Bayu tak mampu mengangkat kepalanya, perasaannya bercampur aduk.

"Hidungnya mancung, aku ingin sepuluh murid menjepit hidungnya dengar jari-jari lalu menariknya." Senior yang memilih Bayu kini menunjuk 10 murid sebagai eksekutor.

10 siswa terpilih satu-persatu maju untuk melakukan aksinya, semuanya murid laki-laki.

Bayu hanya pasrah dengan apa yang mereka lakukan. Mata Bayu berkaca-kaca, bukan karena ingin menangis tetapi memang saat hidung dijepit dan ditarik, sedikit air mata akan keluar.

Ujung hidung Bayu yang tadinya putih kini memerah. Bayu tak berani bergerak sedikit pun bahkan untuk sekilas menyentuh hidungnya.

"Aku butuh 10 lagi_."

"Aku pengen dengar dia bernyanyi!" Yuri memotong perkataan senior yang masih berniat menambah hukuman untuk Bayu.

"Pagi ceria, benarkan?" Yuri menepuk tangan lalu menunjuk ke arah para juniornya untuk mencari pembenaran.

"Benar, Kak!" Suara yang serentak menggema seisi ruangan.

Akhirnya Bayu mulai mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Yuri yang sedang bersiap mendengarkan Bayu bernyanyi. Senyuman Yuri membangkitkan kepercayaan dirinya. Sekali lagi Yuri menjadi malaikat penyelamat baginya.

Bayu menatap Yuri kemudian menundukkan kepalanya, sebuah penghormatan sebelum ia bernyanyi.

Lagu berjudul "Ongkona Arungpone" (sebuah lagu daerah bugis) menjadi pilihan Bayu.

Bayu bernyanyi penuh penghayatan, meskipun suaranya tidak terlalu merdu tetapi setiap nadanya pas

Sampailah Bayu pada bagian penutup lagu dengan lirik

"Iyapa upettu rennu alla, iyapa upettu rennu alla."

"Usapupi mesangna."

Yuri tersenyum puas, memberi isyarat pada Bayu agar kembali ke bangkunya.

Beberapa murid bergantian untuk bernyanyi setelahnya, kebanyakan dari mereka mengajukan diri untuk ikut tampil.

Ketegangan pada awal kemunculan para senior seketika musnah di ruangan tersebut, menjelma menjadi taman kanak-kanak dadakan di bawah bimbingan Yuri.

Empat orang senior lainnya tampak bosan, mereka lebih senang menyiksa para juniornya. Tapi entah kenapa tak ada yang berani menentang Yuri.

Suasana ceria berlangsung hingga waktu istirahat tiba saat siang. Yuri berjalan ke arah Bayu.

"Ke kantin enggak?" Yuri menopang dagunya di atas meja Bayu.

"Iya, Kak." Mata Yuri melotot.

"Eh, Yu." Pandangan mata Bayu berpaling.

"Yuk, bareng!" Yuri menarik tangan Bayu dan menyeretnya sambil tersenyum.

Jalur sempit di antara bangku kelas membuat Bayu terpaksa berjalan di belakang Yuri.

Saat di depan kelas barulah Yuri melepaskan tangan Bayu. Berjalan menuju salah satu kantin sekolah.

Mereka memesan dua menu yang sama.

"Selera kita sama, ya." Mungkin hanya satu ini yang sama, atau kecocokan memang ada antara mereka.

"Habis istirahat kamu di kelompok 4 kan, Yu." Seorang siswa meletakkan makanan pesanannya di atas meja mereka lalu duduk di samping Yuri.

"Iya." Yuri menjawab tanpa menoleh, ia tahu persis suara itu.

"Kamu siapa?" Matanya begitu tajam menatap Bayu.

"Ba_

"Dia Bayu, adik sepupu aku." Tiba-tiba Bayu batuk kecil, ia segera meraih minumannya.

"Oh, sepupu kamu. Kenalin, aku Abu." Tatapannya kini sedikit ramah.

"Bayu, Kak." Bayu masih kaget dengan pernyataan Yuri

Entah apa alasan Yuri mengklaim Bayu sebagai adik sepunya.

"Ya udah, aku duluan, baru ingat kalo ada urusan." Abu beranjak meninggalkan mereka, makanannya masih tersisa banyak.

Bayu terdiam menatap Yuri, sebuah pertanyaan ingin ia lontarkan, tapi Abu yang sedang membayar makanannya masih berdiri di dekat mereka.

"Punya kalian udah ku bayarin." Abu berhenti sejenak di depan mereka sebelum beranjak keluar.

"Makasih, Kak." Bayu mengawasi kepergian Abu.

"Kalau ada yang nanya kamu apanya Yuri, jawab aja adik sepupunya." Yuri sedikit membungkuk ke arah Bayu di seberang meja.

"Tapi kenapa?"

"Pokoknya jawab gitu aja." Masih terlalu dini bagi Bayu untuk berdebat dengan Yuri.

"Iya deh."

"Janji?" Yuri mengacungkan kelingkingnya.

"Tapi sampai kapan? nanti juga pasti bakal ketahuan." Bayu hanya menatap jemari kecil Yuri.

"Janji enggak?" Yuri semakin mendekatkan tangannya pada Bayu.

"Iya, janji." Bayu bersandar lemas pada kursinya.

Yuri berdiri lalu berjalan ke arah Bayu dengan mengitari meja, meraih tangan Bayu lalu menyilangkan kelingking jari mereka.

Yuri tersenyum manis, sementara Bayu hanya duduk lemas, ia pasrah saja. Sedikit pun Bayu tidak berniat untuk berjanji, sepertinya dia akan ingkar dalam waktu dekat.

Yuri mengajaknya untuk pergi, tangan mereka sebagai simbol perjanjian belum terlepas.

Yuri melepaskan tangan Bayu saat tiba di depan ruangan kelompok 3. Bayu masuk dan duduk di bangkunya, sementara Yuri berjalan menuju ruangan sebelahnya, ruangan Kelompok 4.

Rasa mengantuk setelah makan siang memaksa Bayu meletakkan kepalanya di atas meja. Berusaha menahan matanya agar tidak tertutup dengan memainkan jari-jarinya di depan matanya, mengetuk-ngetuk meja dengan sebuah irama.

Beberapa siswa yang masih di luar kelas berlarian masuk saat lima orang senior datang ke ruangan mereka.

Kelompok itu kembali suram. jika saja ini dalam film maka sebuah soundtrack menegangkan akan mengiringi adegan ini.

Meskipun senior dilarang melakukan kekerasan fisik yang dapat melukai siswa baru, tetap saja para junior merasa begitu ketakutan, menatap wajah senior saja tidak ada yg berani.

Tapi Bayu tak lagi merasa ketakutan, suasana menegangkan tak lagi ia rasakan. Puncak dari ketegangannya telah ia rasakan pagi tadi, perlahan perasaan itu mulai menurun.

Seorang senior berdiri di depan bangku paling pojok, sambil bersiul ia membuka bungkus sebuah permen stik.

Senior itu melumat permennya lalu mengeluarkan dari mulutnya kemudian memberikan pada siswa yang duduk di depannya.

Para murid baru itu di minta mencicipi permen tersebut satu-persatu secara bergantian, mulai dari barisan paling depan sampai ke barisan bangku paling belakang.

"Huh?" Bayu yang duduk di barisan Bangku paling belakang mulai merasa ngeri.

Senior yang lain terlihat memegang sebuah gelas berisi air putih, ia berkumur dengan air itu lalu menuangkan kembali ke dalam gelas.

Sama seperti kasus permen sebelumnya, gelas yang berisi air bekas kumuran senior tersebut juga akan masuk ke setiap mulut siswa baru.

Bayu yang belum mendapat gilirannya untuk mencicipi permen mulai merasa kalau semua makan siangnya tadi akan keluar dari perutnya.

                                    ***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status