“krieeetttt,,,,”
Aku membuka pintu kamar, berniat untuk membersihkan bekas darah yang tertinggal kemarin namun, betapa terkejutnya aku, ketika melihat lantai sudah bersih. Tidak ku temui noda darah sedikitpun disana, dengan kaki yang terbalut perban, aku berjalan pelan-pelan menuju dapur.
Netraku menatap sebuah jam tua yang tergantung pada dinding. “Masih jam lima subuh.” Gumamku.
Namun, satu hal tidak aku ketahui bahwa, Tuan Rey berada di dapur ia terlihat sibuk wara wiri seperti sedang mengerjakan sesuatu.
Ketika aku mendekatinya aku sangat terkejut.
“Apa yang kamu lakukan, Tuan!” Teriakku, ketika melihat Tuan Rey telah menyiapkan makanan.
Aku langsung bergegas mengambil alih pekerjaan yang sedang ia lakukan.
“Yonna, sudah biar saya saja.”
“Tidak! Mana mungkin, Tuan yang menyiapkan makanan, lalu apa gunanya saya disini.” Ucapku dengan wajah yang pan
“Saya tunggu jawaban kamu besok pagi, Yon.” Ucap tuan Rey.“Tuan, Saya,,,, saya tidak bisa menjawabnya.”“Kenapa? Pokoknya saya tunggu jawaban kamu besok.” Ujar Tuan Rey dan langsung berlalu begitu saja.“Tuan,,,, Tuan!” Aku mencoba memanggilnya namun, Tuan Rey tidak memperdulikan ku sama sekali.Dengan perasaan yang gelisah dan takut, aku kembali melanjutkan tugasku.Selesai memasak, aku langsung kembali ke kamar. Aku mencoba menenangkan diri dengan cara bermain dengan Daffa, yang kini ia sudah mulai bisa berbicara sepatah dua patah kata. Dengan cara ini aku sedikit melupakan kejadian tadi.“Daffa,” panggilku sambil memeluk tubuh mungil Daffa.Aku melepaskan pelukanku dan mulai mengajarinya berbicara. Daffa hanya menatap mataku sambil menyebutkan kata-kata yang tidak aku mengerti.Malam ini aku sangat gelisah, ku ambil buku catatan dan aku menuliskan sesuatu dis
“Tidak!”“Kamu kenapa, Yonna? Kamu mengejutkan saya saja,” ujar Tuan Roy dengan wajah yang bingung sekaligus panik.Aku langsung membuang wajah ke samping, Tuan Roy terlihat semakin penasaran.Tuan Roy memegang pundakku. “Hey,”Aku langsung menepis tangannya. “Jangan sentuh saya, Tuan.”Tuan Roy berdecak. “Ada apa, sih! Tiba-tiba kamu sangat aneh, bukankah barusan kamu baik-baik saja, Yonna? Mengapa sekarang berubah seperti ini. Katakan jika saya ada salah,”Aku tetap diam, ini aku lakukan karena mengingat kejadian semalam ketika Tuan Roy memelukku, dan yang paling menyakitkannya adalah ketika ia mengatakan bahwa, ia merindukan kekasihnya.“Yonna!” Bentaknya.Aku tidak tahan lagi, aku langsung mengatakan yang sebenarnya.“Tuan masih ingat kejadian semalam? Saya yakin Tuan tidak lupa bukan?”Terlihat Tuan Roy mencoba mengingat sesua
“Kakek pasti sangat senang, mendengar ini, nak!” Seruku pada Daffa.Aku sudah tidak sabar ingin pulang ke kampung untuk melihat keadaan ayahku, berharap ayah menerima aku kembali, terlebih lagi menerima dan mengakui Daffa sebagai cucunya.Harap-harap cemas mulai berdatangan silih berganti di dalam pikiranku, sejujurnya aku belum siap menerima kenyataan jika ayahku kembali mengusir kami seperti dulu, apalagi mendengar sindiran tetangga kanan dan kiri yang membuatku malu namun, rasa rindu yang ada di hati ini tidak dapat ku pendam lagi, kerinduan seorang anak akan ayah kandungnya.Disisi lain, Roy masuk ke dalam kamar dan kembali keluar menuju kamar adiknya Rey.“Krieeetttt,,,,”“Eh, Bang. Tumben siang-siang ke kamarku.”“Kenapa, tidak boleh?”“Bb,,,, bo,,,, boleh, Bang. Tapi aku hanya heran saja. Emmm,,,, pasti ini ada apa-apa.” Ujar Rey mencoba menerka nerka.
“Aku tidak marah, Bang. Aku hanya tidak habis pikir denganmu. Bagaimana mungkin Abang bisa mengizinkan Yonna cuti, tanpa memberi tau aku terlebih dahulu.” Ujar Rey mencoba membela diri.“Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan kamu membuat peraturan seperti ini, Rey. Sedangkan dulu banyak yang bekerja di rumah kita kamu bahkan tidak pernah perduli dengan cuti mereka.” Jawab Roy, netranya tak lepas dari wajah Rey yang terlihat aneh.“Tetapi Yonna itu berbeda, Bang!” Bentaknya, ternyata ia keceplosan.Roy membulatkan matanya. “Maksudmu berbeda, apanya yang berbeda, Rey.”Rey berusaha mencari alasan agar ia tidak ketahuan bahwa dirinya mencintai Yonna dan takut kehilangan dia.“Karena Yonna aku yang membawanya kesini, Bang. Jadi aku tidak mau dia seenaknya begitu saja cuti tanpa memberitahu ku terlebih dahulu.” Jelasnya beralasan.Roy mengangguk pelan. “Oke kalau begitu kamu beso
“Sudah ku duga,” jawabnya tersenyum sinis.“Lalu kenapa, Tuan? Saya hanya berbicara pada Tuan Roy tidak lebih, dan hanya sebentar saja.” Jawabku kesal.Tuan Rey mendekatiku. “Hey! Apa kamu lupa, hah? Apa perlu saya ingatkan lagi?”Aku mundur beberapa langkah sambil menarik Daffa. “Sudah saya bilang, saya hanya berbicara saja! Lagian Tuan Roy sendiri yang mendatangi saya!” Bentakku dengan wajah geram.“Sudah berani membentak saya, kamu? Wah, wah. Sangat hebat,” ucapnya sambil bertepuk tangan.“Saya sudah tidak tahan lagi, dengan semua tuduhan yang, Tuan lontarkan kepada saya!”“Saya tidak sedang menuduh, saya berkata apa adanya!”“Tetapi tidak semua yang, Tuan katakan itu benar adanya!” Seruku hampir saja aku menangis.“Jangan menangis kamu! Air mata buaya!” Bentaknya.Mendengar perkataannya aku tidak jadi menangis,
Keesokan harinya, aku bangun lebih awal dari biasanya, aku mulai menyiapkan sarapan pagi sebelum berangkat pulang.Netraku sesekali menatap jam dinding yang terpasang tidak jauh dari dapur, sudah menunjukkan pukul lima subuh.“Untung aku sudah mempersiapkan segala sesuatu yang akan ku bawa nanti, jadi tidak terlalu terburu buru.” Gumamku.Setelah selesai mempersiapkan sarapan, aku kembali melihat jam. Masih jam 6 pagi, aku tidak lupa untuk membangunkan Tuan Rey, sesuai yang ia minta padaku kemarin namun, kali ini aku sengaja membangunkannya lebih awal dari yang ia minta. Itu karena aku takut lupa.“Tok,,,, tok,,,, tok,,,”“Tuan,,,,” panggilku namun, tidak ada jawaban sama sekali.Aku mencoba memanggilnya kembali. “Tuan,,,,”Tidak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam kamar. “Iya,”“Tuan, Bangun Tuan.” Ucapku.Rey menatap jam ya
“Saya sudah bangun, bang.” Jawab Rey sambil mengucek matanya.“Alah, bohong kamu. Kenapa aku panggil kamu tidak menjawabnya?” Tanya Roy kesal.“Akh! Iya, iya. Aku tidur lagi tadi, lagian Yonna membangunkan aku jam enam, sedangkan aku meminta dia membangunkan aku jam tujuh.” Sahutnya.“Masih syukur dia mau membangunkanmu, Rey,”“Iya, Bang, iya.” Jawab Rey pasrah.“Yasudah, kamu siap-siap. Sebentar lagi kita berangkat.”Mata Rey membulat. “Hah! Aku belum siap-siap, Bang!” Serunya sambil berlari mengambil handuk untuk mandi.“Itu bukan urusanku, kalau kamu terlambat, aku akan meninggalkanmu.” Ancam Roy dan langsung pergi dari kamar Rey.“Bang! Bang!” Teriak Rey dari dalam kamar.Mendengar tidak ada jawaban, Rey sangat gelisah ia melihat jam dan bergegas mandi. Tidak sampai lima menit Rey sudah selesai mandi, ia langsu
Di sepanjang perjalanan, aku melihat wajah Tuan Rey yang dari kaca mobil, tampak jelas wajahnya yang sangat kesal melihat aku duduk bersebelahan dengan Tuan Roy.“Nanti setelah jalan ini, belok ke kiri ya, Tuan.” Ucapku ketika melewati jalan bebatuan, yang berarti berarti kampungku tidak jauh lagi dari sini.“Belok kiri di ujung jalan itu, Yon?” Tanya Tuan Roy sembari menunjuk jalan yang terdapat gardu listrik itu.“Iya, Tuan. Di Gardu listrik itu belok kiri,”“Oh, baiklah. Jalannya banyak yang rusak dan berlubang ya, apa tidak pernah di aspal, Yon?” Tanyanya heran.“Emm,,,, dulu sempat di perbaiki, Tuan namun, karena banyak mobil yang bermuatan melebihi kapasitas jadi jalan ini sangat cepat rusak Dan berlubang. Maka dari itu sampai sekarang tidak ada perbaikan lagi karena itu semua dianggap percuma.” Jelasku.Tuan Roy mengangguk. “Begitu, untung saja hari tidak hujan. Kalau t