Mas Bagas tersenyum lebar dan matanya terbuka.“Cemburu?” bisiknya.Jadi dia sengaja.“Nggak lucu, Mas!”“Tapi kamu cemburu 'kan?”Aku menggeleng dan mencoba melepaskan diri dari dekapannya. “Mas, lepas. Bagaimana kalau ada yang lihat.”“Biarin!”Buru-buru aku berlari ke dalam kamar mandi dan menguncinya. Aku istri sah tapi seperti wanita simpanan malah harus diam-diam seperti ini. Aku hanya tidak ingin Mas Bagas nantinya terkena masalah karena aku. Orang tuanya hanya tinggal mamanya saja, aku tidak mau hubungan mereka semakin memburuk.Aku harus kembali berkorban? Ya, tidak ada cara lain.Terlanjur berkorban dari dulu jadi lanjutkan saja sampai mendapatkan apa yang ingin kudapatkan.Meski dari dulu tidak pernah dianggap. Sama sekali tidak ada rasa dendam atau benci pada mertua karena bagaimanapun mereka adalah orang tua suamiku. Aku lebih ingin membuat hubungan mereka seperti dulu daripada memisahkan.Tidak akan mungkin jika menyuruh suamiku memilih antara aku atau keluarganya karena
“Kamu ngapain?”Aku bernafas lega karena ternyata yang menegurku adalah Mang Jupri, supir di rumah ini. Mungkin lewat pintu samping makanya karena tadi aku tidak melihat siapapun di sini.“Nggak ada kok, Mang. Saya ke dalam dulu.”Dengan langkah tergesa aku masuk ke dalam, mengunci diri di kamar. Pekerjaanku sudah selesai dan akan dimulai lagi untuk menyiapkan makan malam nanti.Hatiku masih panas mendengar perkataan Non Faz tadi.Apa yang dikatakannya itu benar, mereka sudah pernah berhubungan. Jika tidak benar untuk apa Non Faz bicara begitu.Menduga-duga malah membuat kepalaku berdenyut. Ingin sekali aku menanyakan langsung tapi belum tentu Mas Bagas akan jujur, tadi saja dia mengatakan sendiri jika dirinya tidak pernah menyentuh Non Faz. Berbeda dengan apa yang Non Faz katakan barusan.Aku tidak bisa seperti ini. Hatiku tidak sekuat itu untuk terus menerima hujaman dari fakta yang setiap harinya muncul dan membuat hati semakin koyak.Air mataku kembali mengalir tanpa bisa ditahan.
Dengan langkah lebar, aku kembali ke kamar. Tangisku langsung tumpah, dada ini rasanya begitu sesak.Mas Bagas benar-benar jahat. Kenapa tega melakukan ini padaku.Beberapa kali aku curiga dan langsung menepisnya karena percaya pada Mas Bagas tapi apa yang tadi kudengar rasanya membuat kepercayaan pada Mas Bagas malah hilang.Aku merasa dipermainkan jika seperti ini. Dia mengatakan tidak pernah menyentuh Non Faz tapi faktanya bahkan tidak seperti itu. Kucing mana yang akan menolak diberikan ikan, begitupun laki-laki. Di hadapannya ada wanita cantik, sudah pasti tidak akan disia-siakan apalagi wanita itu halal untuknya.Memikirkan itu membuat hatiku semakin perih.Berada di sini hanya membuatku semakin menyakiti diri sendiri. Lebih baik aku pulang, setidaknya di sana aku tidak akan seperti ini. Mas Bagas melakukan hal lebih atau tidak dengan Non Faz itu tidak akan terdengar langsung di telinga jika aku tidak ada di sini.Keesokan harinya aku langsung mengutarakan keinginanku untuk pula
POV FazleenaPernikahan ini adalah pengorbanan terbesar dan menyakitkan yang pernah aku lakukan. Semoga pengorbanan ini tidak sia-sia dan aku bisa mendapatkan kembali milikku.Sampai di rumah, aku ingin segera istirahat karena rasanya begitu melelahkan apalagi tadi sempat berkeliling untuk belanja bersama Mbak Hanum. Ini sudah pukul sepuluh malam, aku memang pulang larut padahal seharusnya jam tujuh sudah pulang tapi lama di rumah Opa tadi.Langkahku terhenti saat melihat Mbak Hanum keluar dari ruang kerja suamiku. Pakaiannya terlihat kusut dengan rambut yang sudah tidak terikat dengan benar.“Mbak ngapain malam-malam keluar dari ruang kerja suami saya?”Mbak Hanum terlonjak kaget sampai menjatuhkan gelas di tangannya.Kenapa di kaget begitu? kulihat wajahnya juga sampai pucat.Pintu ruangan itu terbuka. “Ada apa, say-” Mas Juna menghentikan ucapannya saat melihatku, matanya terbelalak.“Say, say apa kamu bilang, Mas?” tanyaku.“Saya terganggu denger suara berisik. Cepat bereskan!” Ma
POV FazleenaAku mengikuti mereka dengan perjalanan yang lumayan jauh. Saat ini aku tidak ingin menebak apapun karena aku lebih suka jika langsung mengetahui faktanya saja.Pasti ada sesuatu atau mungkin memang tujuan Mas Juna dan Mbak Hanum sama sampai mereka bisa pergi bersama. Aku juga tidak menanyakan kemana Mbak Hanum pulang.Mobil Mas Juna berhenti di depan sebuah rumah sederhana. Dia turun dari sana dan yang membuatku terbelalak dia merangkul mesra Mbak Hanum.Apa mungkin mereka selingkuh? Padahal Mbak Hanum baru bekerja di rumahku dan berani melakukan penyimpangan?Dan ini rumah siapa? Apakah rumah Mbak Hanum?“Ayah!”Jantungku seperti berhenti berdetak melihat seorang anak kecil keluar dari rumah itu dengan memanggil ayah dan berhambur memeluk Mas Juna.Apa ini?Dengan cepat aku turun dari mobil.“Pak, tunggu sebentar ya.” Aku menghampiri seorang ibu yang tengah duduk di teras rumahnya sambil menyuapi anak.“Maaf, Bu. Saya cari rumahnya Mbak Hanum.”“Oh, Hanum. Itu dia juga b
“Aku cinta sama kamu.”“Bullshit! Nggak usah kamu keluarkan rayuan kamu dalam situasi ini, Mas. Aku tetep pada keputusan aku buat pisah. Aku nggak mau jadi sumber derita buat wanita lain yang nggak tahu apa-apa. Mbak Hanum pasti nggak tahu soal permainan kamu ini 'kan?”“Kita selesaikan baik-baik ya, jangan kayak gini.”“Iya, aku emang mau selesaikan ini baik-baik sama kamu. Kita pisah tapi aku nggak bakalan cabut dana yang mengalir ke perusahaan ayah kamu tapi setelah kerjasama selesai jangan harap dapat bantuan lagi kalau sampai nanti perusahaan itu kembali jatuh!”“Sayang ….”“Cukup, Mas! Kamu nggak kasihan sama istri dan anak kamu. Nggak usah kamu korbankan mereka cuman akrena harta yang nggak bakalan kamu bawa mati.”“Ini bukan soal harta tapi perasaan aku. Kamu nggak percaya?”“Nggak, aku sama sekali nggak percaya sama kamu. Kebohongan kamu sebelumnya bahkan aku masih nggak percaya kalau itu sebuah kenyataan.”Aku merasa beruntung karena belum memberikan hatiku padanya, tidak ma
POV Author“Mau kemana, Mas?”“Ada urusan.”“Urusan apa?”“Urusan penting.” Bagas menepis tangan Hanum membuat wanita itu mengernyit heran.Sikap Bagas berubah meski lelaki itu terus menepis dan mengatakan jika ia tidak berubah sama sekali tapi di sini Hanum yang merasakannya. Suaminya itu bersikap dingin bahkan jarang pulang padahal Bagas sendiri yang mengatakan jika ia tidak akan lagi bekerja di kota. Tapi lelaki itu selalu beralasan ada urusan di kota tapi tidak menjelaskan dengan detail urusan apa yang sedang dilakukannya.“Apa ini cuman perasaan aku doang ya.” Hanum menggeleng, “jangan mikir macam-macam, Hanum. Mas Bagas pasti lagi sibuk apalagi perusahaannya sekarang udah hancur.”Hanum tahu soal perusahaan keluarga suaminya yang akhirnya hancur. Ada rasa bersalah menyusup dalam dadanya karena ia yang berencana untuk memberitahu secara tidak langsung pada Faz soal siapa Hanum sebenarnya.Kalau saja Bagas tahu Hanum sengaja tidak memberitahu jika Faz akan mengikuti, sudah pasti l
Jika hati dan tubuhnya bahkan sudah terbagi, apalagi yang menjadi alasan Hanum bertahan jika bukan Mentari. Berat rasanya bertahan bersama Bagas saat tahu lelaki itu sudah mencintai wanita lain yang sekarang sudah menyandang status sebagai mantan istri lelaki itu.Hanum lebih rela menemani masa sulit suaminya, daripada menemani lelaki yang sudah membagi hatinya seperti ini. Itu sangat menyakitkan.Mungkin jika kebohongan Bagas tidak diketahui oleh Faz, bisa saja Hanum yang akan ditinggalkan oleh Bagas. Sekarang Hanum tidak lagi merasa takut jika akan ditinggalkan. Ia sudah sangat lelah dengan apa yang terjadi, kesabarannya sudah dipertebal tapi malah ini yang didapatkan.Sudah satu minggu Bagas pergi, semenjak Hanum melihat foto Faz yang masih tersimpan di ponsel Bagas bahkan dijadikan tampilan layar. Lelaki itu hanya menghubungi sekedar untuk bicara pada Mentari, Hanum seolah tidak dianggap dan wanita itu pun tidak peduli lagi. Ia lelah jika terus meladeni Bagas yang sama sekali tida