"Permisi." Angel melangkah masuk seraya menunjuk senyuman terbaiknya.
"Ah, ini dia. Rosie, ini Angel, teman lamaku." Edward menghentikan usakan pada rambut Rosie dan beralih menggenggam tangan sang istri lalu menatap Angel yang perlahan mendekati mereka, "Ini dia yang tadi aku ceritakan." lanjut Edward berbisik.
Rosie berkedip, "Rosie." Lalu, mengulurkan tangannya bermaksud ingin berjabat tangan berkenalan.
Angel menatap uluran tangan itu sejenak lalu membalas Rosie, "Aku Angel. Salam kenal. Kurasa, kau sudah tahu dari Edward." Lalu, gadis berjas putih itu terkekeh.
Rosie memberikan senyuman manis yang di mana membuat Angel tertegun, meski sudah lewat dari salah paham, jarang seoarang wanita yang lebih lagi seorang istri masih bisa tersenyum begitu manis setelah apa yang terjadi di balik kesalahpahaman.
Rosie terkekeh, "Kesalahapahaman, aku sudah tidak masalah, aku percaya
"Alice." Alice yang sedang menyiram tanaman sontak saja terkejut ketika David tiba-tiba saja muncul di hadapannya."Aish, kau ini! Mengagetkanku saja." gerutu Alice seraya menatap suaminya itu dengan tajam."Maafkan aku." cecenges David seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Ada apa? Kau tidak ke kantor?" Alice menyudahi rutinitas paginya. Berjalan menuju bangku taman dan duduk di sana."Tidak. Pekerjaanku sudah aku handle semalam. Jadi, aku hanya sedikit mengerjakan satu laporan saja." jelas David seraya mengikuti Alice."Tadi, aku menelpon Edward dan dia bilang kalau kondisi Samuel sudah lebih baik dan bocah itu sudah sadar.""Benarkah? Syukurlah." Alice bernapas lega, dua hari ini pikirannya memang di hantui dengan keadaan Samuel. Bocah yang malang."Kau ingin ke sana sekarang?"Alice menoleh, "Apa dia suda
"Aku tahu kau pasti kemarin mengalami kesulitan." Kekehan David di sana membuat Edward tak sungkan-sungkan langsung memutar bola matanya malas."Tidak usah mengejek. Kau belum saja merasakannya.""Hey, Dude!" Keduanya sontak saja terkekeh."Ya sudah, aku ingin ke ruang Samuel. Dia ingin susu pisang kesukaannya.""Ah, baiklah kalau begitu, aku juga ingin memberitahu Alice kabar ini."Edward mengangguk dan tak lama setelah kata pamitan, sambungan itu terputus. Pemuda Quin itu berdiri dan segera melesat menuju ruang Samuel.***Ella yang sedari tadi hanya duduk terdiam di kursi panjang depan kelasnya kini mulai terusik karena salah seorang kehadiran seorang perempuan dengan bando berwarna polkadot merah di rambutnya mulai menatapnya menyelidik, dari atas sampai bawah.Ella yang mengetahui kehadiran Vina, perempuan yang serin
Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah kaki mendekat. Rosie dan Edward sudah pasti menebak siapa yang datang."Itu pasti Ayah." girang Samuel yang sebentar lagi susu pisangnya akan datang.Ketika langkah itu semakin mendekati mereka, juga bayangan yang terasa semakin besar. Samuel sudah bersiap-siap ingin menyambut minuman kesukaannya. Rosie hanya diam, tersenyum memperhatikan."A-""Halo, Samuel. Rosie." Tapi naas, bukan sosok Edward sang ayah yang muncul di hadapannya, tapi seorang wanita cantik berponi tail dengan jas putih kebesarannya."Dokter Angel?" Rosie berdiri perlahan, menyapa Dokter itu. Tubuhnya masih belum stabil.Angel hanya tersenyum manis. "Samuel, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kepalanya masih sakit?"Samuel menggeleng, "Tidak, Dok. Tapi, masih agak sakit di sini." Tangan mungil Samuel menunjuk ke arah pe
"I'm sorry, Aunty." Setelah mengatakan itu, bocah itu segera pergi dari hadapannya. Rambut pirangnya yang basah bergerak seiring langkahnya yang semakin kencang, bocah itu berlari.Alice mengerjap, perasaan iba langsung mengerubunginya ketika tanpa sengaja dia melihat mata perempuan itu yang berkaca-kaca. Lagi pula, apa yang di lakukan gadis itu sampai membuat seragamnya basah? Tidak mungkin kan dia mandi di sekolah? Atau- ada satu hal yang mengganjal?Tak lama setelah itu, ada tiga seorang perempuan lain dengan gaya hebohnya datang dari arah perempuan pirang itu berasal. Ketiganya saling tatap lalu segera berlari menuju gerbang depan. Alice mengernyit, kenapa rasanya ada yang tidak beres di sini? Tapi, apa mungkin? Alice menghela napasnya sejenak lalu kembali berjalan menuju ruang kelas Eros.Setibanya wanita itu di sana, Eros ternyata sudah di temani oleh Zea dan Zelo, kebetulan sekali jadi Alice tidak harus kerj
Ella yang memang sedang memandang ke arah jalanan luar aktivitas kota sana mulai memikirkan hal yang menimpanya tadi. Pada awalnya, dia pikir bersekolah di negara lain akan terasa menyenangkan karena ada banyak teman baru. Tapi, dia malah mendapatkan apa yang sebelumnya tidak dia pikirkan akan terjadi.Flash back.Bel berbunyi, bertanda bahwa jam pelajaran sekolah sudah berakhir. Seperti hari-hari sebelumnya, Ella akan menjadi siswa terakhir yang keluar dari kelas karena ada banyak sekali tatapan mata yang membuatnya risih, Ella tidak suka itu. Maka, dia hanya diam sampai semua orang keluar kelas dan hanya tersisa dia sendiri.Barulah, ketika ruangan itu sudah sepi, Ella mulai berani untuk keluar. Menggenggam ujung tasnya dan mulai menyusuri lorong. Tapi, ada sebuah tangan yang menyeretnya sampai ke ujung lorong, tempat tersepi yang jarang di lalui oleh orang-orang selepas bel pulang berbunyi.
Sesampainya Rere di depan pintu kayu yang bertuliskan huruf E itu, dia langsung menekan kenop pintu tersebut. Namun, naas. Pintunya malah terkunci dari dalam. Perasaan Rere semakin tidak karuan ketika mendengar bunyi nyaring dari dalam, dari bunyinya saja Rere dapat menebak jika itu barang yang terjatuh. Tak lama, terdengar suara yang sama dari sumber yang sama, terus berulang seperti itu.Rere langsung mengetok pintu itu kuat-kuat sampai rasanya telapak tangannya terasa sakit seraya terus menyerukan nama Ella berulang kali."Ella! Hey, open the door! What are you doing? Hey, Ella! Let me in."Bukannya suara Ella yang lemah lembut menyahutinya tapi malah suara teriakan Ella yang memenuhi gendang telinganya.Ella sontak saja langsung mengetok pintu itu dengan kuat-kuat. Tapi, tetap saja hanya suara barang terjatuh dan juga jeritan tangis Ella yang terdengar."Ella! Hey
"Samuel." panggil Eros dan Samuel langsung menoleh."Kenapa, Kak?"Wajah Eros yang nampak serius membuat Samuel mengerutkan keningnya, bingung."Apa kau kenal dengan gadis pirang di sekolah kita?""Pirang? Apa perempuan yang dari luar negeri itu?"Eros terdiam sejenak, tapi tak lama langsung mengangguk. "Sepertinya, seperti itu.""Aku kenal, dia bernama Ella. Aku sekelas dengannya, memang ada apa?"Eros menoleh ke arah Zea dan Zelo yang rupanya sedang asik menonton TV karena sedang tayang kartun kesukaan mereka berdua."Tadi, aku melihatnya sedang-""Rosie, Edward." suara Alice membuat Eros tidak jadi melanjutkan ucapannya, apa lagi Rosie dan Edward kini sedang berjalan menuju mereka, tepatnya Samuel."Nanti saja." batin Eros bersuara.
"Samuel?" Rere membeo, hanya dia seorang teman Ella?"Kalau boleh tahu, kira-kira apa yang menyebabkan Ella tidak ada teman seperti itu?"Terdengar helaan napas dari sana, "Sepertinya, anak-anak merasa minder karena tidak bisa bahasa Inggris."Rere memijat pelipisnya pelan, "Baiklah, Bu. Terima kasih infonya.""Sama-sama, Bu."Tut. Rere memutuskan sambungan ponselnya. Lalu, lagi dan lagi dia menghela napas lelah, memikirkan permasalahan Ella membuat kepalanya pening. Padahal, niat mereka untuk membawa Ella ke Indonesia karena mereka ingin memberikan suasana baru untuk anak itu. Tapi, naasnya malah membuat anak itu semakin sengsara."Andai saja, Bi Valerie dan Paman Genta masih hidup. Pasti, hidup Ella tidak akan seperti ini." gumam Rere seraya menatap sebuah potong figura sepasang suami istri yang tengah tersenyum lebar.