Share

4. DRAMA MEMUAKKAN

"Edward! Eward! Di mana kau? Edward!” Nyonya Britsh berteriak mencari Edward saat ia akhirnya tiba di mansion milik Edward.

Nyonya Bristh tidak sendiri. Kali ini, dia datang bersama dengan Rachel. Sudah sering ia datang, tetapi tak pernah menjumpai anaknya. Tidak, lebih tepatnya anak sambungnya. Benar, Edward hanyalah anak sambung dari Nyonya Britsh. Sedangkan ibu kandung Edward telah lama meninggal. Mengenai ayahnya, ini cukup sensitif dalam pembahasan.

Ayah Edward dulunya adalah seorang CEO atau pengusaha dan memiliki seorang teman yang sangat dekat. Namun, temannya mengkhianatinya dan menjebloskannya ke penjara. Di dalam penjara, ia menderita penyakit parah dan meninggal dunia. Kini, Edward tak memiliki keluarga lagi selain ibu sambungnya yang tak pernah dia anggap sebagai keluarganya.

“Sepertinya, Edward sedang tidak di rumah. Tante, apa kita harus kembali lagi? ini sudah kesekian kalinya.” Ucapan Rachel terdengar kecewa.

“Berandalan itu memang sulit diatur. Sudahlah--,”

“Siapa kalian?” Rosy tiba-tiba muncul karena mendengar seseorang telah membuat keributan di lantai bawah.

Suasana hening sejenak tatkala Nyonya Britsh dan Rachel menatap Rosy dari ujung kepala hingga ke ujung kakinya.

“Seharusnya kami yang bertanya. Siapa kau?” Rachel balik bertanya.

“Benar. Bisa-bisanya gadis murahan sepertimu masuk ke rumah anakku. Apa yang kaulihat? Tidak keluar sekarang?” bentak Nyonya Britsh.

“Kenapa aku harus keluar?” balas Rosy dengan santainya sembari melipat lengan. Meskipun ingatan Rosy telah hilang sepenuhnya, namun sifat arogannya tetap tak dapat dihilangkan. Rosy menaikkan satu alisnya, menatap kedua wanita di hadapannya tanpa rasa takut sedikit pun.

“Gadis zaman sekarang memang kurang ajar. Dasar gadis murahan! Keluar dari sini –“

HAP!

Rosy menangkap lengan Nyonya Britsh yang hendak menampar wajahnya, lalu dia mendorongnya dengan kuat. Sementara Rachel yang berusaha menahan tubuh Nyonya Britsh kehilangan keseimbangan dan mereka jatuh tersungkur di hadapan Rosy. Mereka memandang murka ke arah Rosy. Geram karena tidak terima menerima perlakuan kasar darinya.

“Kau! Awas saja kau. Aku akan membunuhmu!” cetus Rachel seraya menghampiri Rosy dengan niat menjambak rambutnya. Namun, sebelum Rachel berhasil melakukannya, Rosy mengambil tindakan lebih dulu. Rosy menjambak rambut Rachel dengan kuat hingga dia merintih kesakitan.

“Ouchh … aw! Aw! Aw! Dasar gadis gila! Hei, lepaskan sekarang juga. Beraninya kau –“

“Kenapa tidak berani? menyingkirkan semut seperti kalian sangatlah mudah. Apa kalian pikir kalian hebat? Silakan saja jika bisa melawanku!” cetus Rosy, lalu dia mendorong Rachel hingga menabrak Nyonya Britsh. Lagi-lagi, mereka jatuh tersungkur di hadapan Rosy.

Senyum miring terluas di bibir tipis Rosy. Dia tak menyangka, ternyata memberi pelajaran kepada orang yang semena-mena sungguh menyenangkan. Ia merasa puas dan sepertinya dia memiliki kemampuan lebih daripada itu.

“Kenapa kalian masih di sini? Tidak pergi sekarang juga?” balas Rosy.

“Tunggu saja! aku pasti akan membalasmu nanti!” ancam Rachel. “Ouchh …,” rintihnya kesakitan, “apa Tante baik-baik saja?” tanyanya kepada Nyonya Britsh seraya membantunya bangkit.

“Apa yang terjadi?” tanya Edward yang baru saja pulang. Di depan pintu, ia sempat menyaksikan pertengkaran dari kejauhan. Kemudian, ia berjalan menghampiri mereka semua.

“Lihatlah! Dia hanyalah seorang gadis murahan, tapi dia sangat lancang. Beraninya dia memukul ibumu ini. Edward, kau harus mengusirnya sekarang juga!” Nyonya Britsh datang merangkul lengan Edward untuk mengadu, lalu disambung Rachel yang juga melakukan hal yang sama.

“Edward, lihatlah! Dia baru saja menjambak rambutku. Sangat menyakitkan. Kau harus memberinya pelajaran untukku,” tambahnya.

Menyaksikan drama yang mereka mainkan sungguh membuat Rosy merasa konyol. Dia sama sekali tak terkecoh dan masih tetap melipat lengannya. Ia menyeringai kecil tatkala menyaksikan momen yang begitu lucu menurutnya.

Hasilnya bertolak belakang. Edward sama sekali tak mempedulikan kedua wanita yang mengadu kepadanya. Dia bahkan dengan kasar melepaskan kedua wanita yang menempel padanya, lalu menghampiri Rosy.

“Sayang, apa kau terluka?” tanya Edward penuh perhatian.

“Kau bisa melihatnya dengan jelas. Bukankah sekarang, kau harusnya memperhatikan mereka?” balas Rosy.

“Mereka tidak penting. Aku hanya mengkhawatirkanmu,” tegasnya.

“Benarkah? Aku tidak tahu wanita di sebelahnya … tapi, dia bilang dia ibumu. Memang benar, aku baru saja memukulnya. Aku mengakuinya. Jika kau tidak terima, kau bisa menghukumku. Namun, aku tidak akan meminta maaf atas tindakanku.” Rosy berterus terang dengan sikap arogannya yang tak pernah berubah.

‘Inilah dirimu yang sesungguhnya. Bagaimana pun, kau tetaplah Queen Mafia. Sekali pun telah kehilangan ingatan, kau sama sekali tidak berubah. Tapi aku tetap menyukai sifatmu yang seperti ini.’ Edward bergumam dalam batinnya.

“Sayang, mana mungkin aku menghukummu. Aku bisa menebak apa yang telah mereka lakukan terhadapmu. Tindakanmu ini sudah benar.” Edward justru memberi dukungan untuk Rosy.

“Edward!” bentak Nyonya Britsh.

“Ah, satu hal lagi. Asal kau tahu, wanita itu bukanlah ibuku. Aku juga sudah lama muak padanya. Terimakasih karena telah memberinya pelajaran mewakilkanku,” lanjut Edward.

Situasi saat ini memang sulit dipahami dan membuat Rosy bertanya-tanya. Dari awal, Rosy sudah curiga. Edward bukan hanya pria aneh, tetapi sangat aneh. Aneh dan sulit untuk memahaminya. Rosy tak banyak bertanya dan hanya mengernyitkan kedua alisnya, menatap Edward penuh keheranan.

“Sayang, ayo pergi. Tidak ada gunanya kita berurusan dengan kedua wanita ini,” ajaknya sembari merangkul Rosy berjalan menjauh.

“Edward! Hei! Dasar anak berandal!” bentak Nyonya Britsh. “Sia-sia aku membesarkannya,” celetuknya.

“Tante, maafkan aku,” ucap Rachel sembari menundukkan kepalanya. Dia masih saja bersikap selayaknya gadis baik dan polos di hadapan Nyonya Britsh.

***

“Tanyakan saja. Sejak tadi kau selalu menatapku,” sergah Edward kala menyadari bahwa sejak tadi Rosy terus menatap wajahnya ketika dia melajukan mobilnya.

“Tidak, aku tidak penasaran sama sekali,” balas Rosy. Reflek dia meluruskan pandangannya ketika telah tertangkap basah.

Edward menyeringai kecil. Dia merasa tingkah Rosy cukup menggemaskan. Tentu saja, selama menjadi bodyguard di sisi Rosy, dia sama sekali tak pernah melihat sisi Rosy yang lunak sedikit pun. Rosy selalu bersikap dingin dan tegas.

Di matanya, Rosy bagaikan sosok wanita kuat tanpa memiliki kelembutan sedikit pun dalam hatinya. Dia sangat berbeda dengan wanita lain kebanyakan. Namun, setelah Edward berhasil membuatnya kehilangan semua ingatan masa lalu Rosy, sedikit demi sedikit Rosy mulai terlihat berbeda. Bahkan, ia tampak lebih lembut dari biasanya, walaupun sifat arogannya masih sangat kental.

“Benarkah? Sekali pun kau tidak penasaran, aku tetap akan menceritakannya,” ujarnya, “saat itu, usiaku masih 8 tahun. Ayahku selingkuh dengan wanita lain. Setelah ibuku mengetahuinya, dia sangat menderita hingga jatuh sakit. Dulu aku sangat membenci ayahku dan selalu menyalahkannya. Namun, setelah ayahku meninggal … aku baru tahu jika ternyata, semua ini bukan sepenuhnya kesalahannya. Satu-satunya orang yang bisa kusalahkan sepenuhnya adalah wanita itu. Dia yang menghancurkan segalanya!” Edward tampak geram.

‘Wanita yang dimaksud, dia pasti wanita paruh baya tadi. Ini aneh. Entah mengapa … aku merasa wajahnya familiar. Apa aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat?’ batin Rosy.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status