Sembari berlari santai, Alexander melempar beberapa pertanyaan kepada Bryan soal perkara bisnis.Alexander cukup paham soal bisnis dan uang setelah belajar selama satu tahun bersama Warren Rockefeller, seorang pebisnis sukses dan masuk daftar sepuluh orang terkaya di negeri ini.Pada waktu itu dia mendapatkan banyak pengajaran tentang bagaimana caranya me-manage dan mengelola uang sebaik mungkin.Warren merupakan sosok yang sangat benci dengan sistem perbankan konvensional ribawi pada zaman modern. Jika orang pada umumnya menyebut bunga bank adalah bunga, maka dia menganggapnya bunga bank adalah kotoran. Selisih uang yang ditetapkan oleh bank, misalnya pinjam sekian nanti bunganya lima persen atau sepuluh persen atau sekian persen, bunga itu sebenarnya adalah kotoran.Baginya, bunga bank hanyalah anomali. Sesuatu yang sebenarnya jelek dan busuk tapi dibungkus pakai kado ulang tahun. Namanya bagus dan tampilannya keren tapi baunya busuk. Warren tidak pernah menyimpan uang di bank dalam
Sebagaimana sudah Alexander ketahui bahwasanya Warren Rockefeller bukanlah berasal dari keluarga kaya raya. Dia berangkat dari seorang buruh pabrik setelah selesai dari studi S1. Karena ingin membawa perubahan besar di dalam hidupnya dan juga keluarganya, dia pun memberanikan diri untuk menjadi seorang pengusaha, merintis bisnis dari nol.Perjuangan Warren Rockefeller begitu terjal dan banyak rintangan yang mesti di hadapi. Meski begitu, yakinlah bahwa hasil tidak akan mengkhianati proses. Dalam tahun-tahun berikutnya, Warren berani all in menginvestasikan semua uang yang dia miliki ke sektor minyak. Cukup lima tahun, dia sudah punya lima perusahaan minyak di Winland, sampai pada akhirnya dia punya lebih dari dua puluh perusahaan migas dalam satu payung perusahaan bernama : WR-Oil.Total kekayaannya sudah mencapai milyaran dollar meskipun belum pernah menjadi orang terkaya di semua penjuru negeri. Namun, semua harta yang dia miliki sudah cukup untuk menjadikannya sangat tersohor dan d
Bryan lalu memberikan analogi lain terkait bagaimana caranya bisa menjadi nomor satu. Messi misalnya. Jika diperhatikan secara seksama, ketika Messi bermain bola, di antara sepuluh teman lainnya, Messi adalah yang paling egois. Dia sering drible sendiri, asyik sendiri, dan terkadang tidak begitu peduli dengan rekan satu tim lainnya. Naluri mencetak golnya tinggi dan pada setiap pertandingan dia selalu menjadi pembeda.Lalu bandingkan dengan pemain yang biasa-biasa saja, tidak mau pegang bola terlalu lama, tidak punya skill individu luar biasa, tidak bisa melewati bahkan satu orang musuh saja, dan tidak ada naluri mencetak gol. Sudah barang tentu orang tersebut tidak bakal pernah bisa menjadi yang terbaik.“Dark Triad,” ucap Bryan sambil lari santai. “Egois, tidak peduli, dan ketamakan. Kadang, beberapa sifat buruk akan mengantarkan kita pada kesuksesan sejati.”“Tapi ingat, Bryan, ayah mu juga mengajarkan kau untuk menjadi orang dermawan, peduli, suka membantu, dan tidak mementingkan
Suasana yang masih cerah di sabtu sore hari. Jingga yang menjuntai di angkasa menjadi lukisan indah dari panorama, maha karya yang sungguh memanjakan mata, sama indahnya dengan satu sosok wanita yang begitu menawan dengan tampilan begitu klasik.Sehabis memandangi langit barusan, dia kembali menghadap cermin dan menyelidiki penampilannya sendiri.Karena bukan acara yang mengandung romantisme, Gabriella hanya mengenakan setelan kasual klasik ala cewek Paris yang modis : chic decontracte.Celana yang tidak terlalu ketat warna krem dan baju berwarna putih. Sangat minimalis. Tidak pakai hak tinggi karena dia memang sudah cukup tinggi.Lalu Gabriella merapikan rambut terurai yang membingkai wajahnya yang sangat cantik.Ketika dia mengambil tas kecil di atas meja, lantas dia pun melangkahkan kaki keluar dari kamar tersebut.Di ruangan keluarga, sedari tadi Pablo Callister menunggu tak sabar. “Cepatlah, Nak! Tuan Muda Tony Rockefeller sudah menunggu dari tadi di 101 Cafe n Resto. Lebih tepat
Audi putih itu berhenti di halaman parkir 101 Resto, lalu seorang wanita berparas yang sangat menarik perhatian pun turun dari sana dan melangkahkan kakinya dengan biasa-biasa saja. Sengaja tidak membuat dirinya tampak anggun karena di hatinya memendam rasa kesal dan tidak ikhlas.Dari kejauhan, setengah lusin anggota militer suruhan dari Pablo sudah bercokol di sekitar 101 untuk memberikan pengawasan dan penjagaan terhadap Gabriella.Semua mata tertuju pada Gabriella. Cukup aneh, Gabriella penampilannya tidak semodis dan sesemarak mayoritas wanita di sana, akan tetapi kecantikannya mengalahkan semua wanita di sana. Namun, Gabriella tidak peduli dengan semua tatapan dan lirikan mereka.“Antarkan aku ke VVIP. Tuan Tony Rockefeller sudah menungguku,” ujar Gabriella pada seorang pelayan yang berdiri dekat pintu.Setelah itu Gabriella pun diantarkan ke lantai tiga restoran, tempat di mana para elit berada, beda level untuk orang-orang yang berada di lantai satu dan dua.Begitu telah sampa
Seorang pelayan memecah perdebatan kecil tadi. “Silakan mau pesan apa, Tuan dan Nyonya.”Tony tak lagi membuka buku menu karena sudah hafal apa saja yang ada di sini. “Seperti biasa. Steak wagyu terbaik dan termahal. Aku harap teman kencanku memesan makanan yang sama sepertiku.” Tapi, Gabriella tidak memesan itu. “Salad saja.”“Tambah yang lain. Mana ada orang makan malam hanya makan buah. Pesanlah makanan yang berat.”“Aku tidak nafsu,” balas Gabriella dengan cuek.“Kalau cuma makan buah, mendingan kita pergi ke toko buah saja di mall. Cepat pesanlah!”Gabriella menggeleng dengan wajah acuh tak acuh. Meski perasaannya terhadap Alexander mulai pudar, dia agak meradang karena bagaimana pun, Alexander masih suaminya.Tony mengangkat tangan kanannya sekali, memberikan gestur, terserah. “Ya cukup itu. Kalau kau merasa lapar, bilang saja. Kau dipersilakan pesan apa saja yang kau mau.”Sembari menunggu pesanan mereka sedang diproses, Tony menuangkan wine dari botol ke gelas kaca, lalu mend
Merasa dirinya tinggi, tentu saja Tony tidak nyaman dengan semua omongan Gabriella barusan. Dia sudah terpaksa memenuhi permintaan dari Pablo untuk bertemu dengan Gabriella setelah berhari-hari sempat menolak. Dia kira, tidak akan ada sesuatu yang mengusik ketenangan hatinya, tapi justru dia sedikit tertekan malam hari ini.Karena sedikit sakit hati, rencana buruknya pun semakin kuat untuk melakukan sesuatu terhadap Gabriella. Meski agak ngeri juga menghadapi Pablo, tapi Pablo sepertinya jauh lebih butuh pada dirinya sehingga dia agak tidak peduli apa yang bakalan terjadi nanti. Lagi pula, Tony tetap merasa dirinya tinggi karena dia merupakan ahli waris dari Warren Rockefeller yang kaya raya. Seandainya terjadi yang hal tidak diinginkan Pablo, sepertinya Pablo sendiri yang bakalan mengalah demi memperbesar angka investasinya di WR-Oil.Sejauh ini Tony masih menganggap dirinya bukanlah pecundang walau tadi sempat tertekan juga.Di atas restoran ini terdapat hotel bintang lima dengan f
Dari sore sampai malam hari Bryan tak kunjung juga datang. Karena sudah menjadi kebiasaan, Alexander tetap berolahrga seperti biasa meskipun Bryan bolos untuk hari ke sekian belas ini.Farrell yang sedari tadi berusaha menghubungi Bryan tapi tidak bisa menyambungkan, lantas mengadu pada Alexander, “Jenderal, Bryan tidak akan datang lagi. Sekarang sudah hampir jam tujuh malam. Sebaiknya kita segera pulang saja. Tidak ada gunanya menunggu."Alexander yang saat ini masih melakukan push up hanya mendengarkan omongan Farrell barusan sambil menghitung dengan suara lirih, “498, 499, ... 500!”Setelah bangkit, barulah Alexander berkata pada Farrell dengan sedikit terengah-engah, “Kita akan pulang seperti biasa Farrell, jam delapan atau jam sembilan. Masih ada waktu untuk mencapai seribu.”“Baik, Jenderal!” Lalu Farrell membalik badan dan kembali bertugas seperti biasa, mengawasi sekitar area dan memastikan di sana aman dan terkendali.Sementara Alexander melanjutkan latihannya seorang diri, t