'W.A anak pertama salah satu pebisnis terkemuka yang juga pemimpin perusahaan elektronik ternama baru saja dibebaskan dari segala tuduhan percobaan pembunuhan pada sang istri K.F. Sementara itu, aktris berinisial Y.J ikut terseret dalam kasus yang melibatkan para konglomerat tersebut.'Sraaak!Braaak!"Tamat, kita sudah benar-benar tamat sekarang." Pak Dahlan melempar semua barang yang ada di atas meja kantornya, kemudian mengempaskan diri ke kursi. "Yuna yang sebelumnya bersedia menjamin keselamatan kita malah lebih dulu masuk perangkap si wanita sundal. Sejak awal kita memang terlalu meragukan Kalina, Yang. Wanita itu benar-benar tak bisa diremehkan." Lelaki paruh baya itu menunduk dalam, sembari memijit pelipis pelan. "Semua aset kita ludes, banyak investor yang menarik investasi mereka setelah skandal Hendri pertama kali mencuat ke permukaan. Bahkan para pemegang saham sudah melakukan protes dengan terang-terangan agar Wisnu turun dari jabatannya. Sekarang tak ada lagi pilihan, s
" ... lihat aku baik-baik. Aku masih orang yang sama. Lelaki yang kamu sebut Nunu. Lelaki yang masih mencintaimu.""Apa artinya cinta kalau yang kamu rasakan cuma keegoisan aja? Apa artinya cinta kalau hanya satu pihak yang memperjuangkannya? Kalau dengan mencintaiku kamu menyakiti saudaraku, aku nggak bisa menerima perasaan itu, Wisnu. Lagi pula lelaki pengecut sama sekali bukan tipeku!"Jdug! "Aw." Kamila mengusap dahinya yang baru saja terbentur meja saat tengah melamuni tentang kejadian hari itu. "Sudah kubilang. Melamun tak akan bisa menyelesaikan sesuatu," cibir Revan sembari terkekeh ringan. Saat ini mereka tengah menikmati Nasi Padang di salah satu rumah makan tak jauh dari apartemen tempat mereka tinggal. "Setidaknya melamun bisa memperluas imajinasi," dalih Kamila sembari menyeruput es teh manisnya. "Lebih tepatnya halu," ralat Revan. "Mending halu daripada nganu," balas Kamila tak mau kalah. "Tergantung, nganu yang bagaimana dulu?"Kamila memutar bola mata. "Ng, ngan
"Kamu yakin dengan ini, Mil?" Kalina menghampiri saudaranya yang baru saja menuruni tangga menuju lantai dasar. Dia terlihat sudah mengenakan celana joger cargo dan jaket jins crop dengan ransel sedang yang sudah bertengger di punggungnya. Kamila melangkahkan kaki di undakan tangga terakhir dan mengangguk mantap. Dia letakkan tangan di kedua sisi bahu Kalina"Yakin banget. Kamu nggak usah kuatir, Kal. Aku udah sehat dan fit, kok. Lagian udah lama nggak aktivitas di luar, kangen rutinitasku yang dulu." Senyum lebar yang dia tunjukkan sekejap menghilangkan keraguan pekat yang sempat menyelimuti diri Kalina. "Aku janji bakal bawa mereka ke hadapanmu," yakinnya dengan tangan terkepal. Kalina menggeleng, dia menurunkan kedua tangan Kamila dari bahu, lalu menggenggamnya, erat. "Bagiku, keselamatanmu masih yang paling utama. Tolong berjanji! Pulanglah dalam keadaan dan kondisi apa pun. Aku dan ayah akan menunggumu selalu."Kamila tersenyum hangat, lalu menarik saudara kembarnya dalam peluka
"Belum ada tiga jam sejak kepergian Kamila, tapi aku sudah begitu mengkhawatirkannya," aku Kalina saat dia dan Revan tengah menikmati sunset di bangku dekat kolam berenang. Ayahnya dan Bu Hilma juga sudah kembali ke Surabaya untuk melanjutkan kesibukan mereka. Vila yang beberapa waktu ditempati Kalina, Kamila, Revan, dan beberapa asisten rumah tangga ini terletak di daerah Puncak, Bogor dengan view yang luar biasa indah. Tempat ini sengaja dia jadikan hunian sementara, sejak merebaknya kasus Keluarga Wijaya yang didalanginya. Pemandangan yang asri, tempat yang luas dan nyaman menjadi hiburan tersendiri di tengah penatnya segala masalah yang datang bertubi akhir-akhir ini. "Percayalah Kamila akan baik-baik saja, Kal. Sebenarnya dia hebat dalam segala hal kecuali mengendalikan perasaan, kecerobohan, dan ingatan.""Ya, dia juga sangat pandai membuat orang lain yang ada di sekitar merasakan nyaman." Kalina menoleh ke arah Revan. "Benar, begitu?"Revan tertegun. Dia paham maksud Kalina.
"Pegangan, oi!" teriak Kamila saat mendapati Detektif Nizar hendak terjungkal, karena motor yang dikendari dengan ugal-ugalan melewati jalan setapak yang hanya muat untuk satu kendaraan roda dua. Wajah lelaki manis berumur akhir dua puluhan itu terlihat begitu tertekan setelah dibawa berputar-putar melewati kompleks, lalu masuk dari satu gang ke gang lainnya sampai Kamila benar-benar berhasil menyusul laju motor Feri yang berjalan cepat menuju daerah pesawahan yang baru saja dibajak manual menggunakan Kerbau. Meskipun sempat ragu, dan merasa kikuk. Terpaksa Detektif Nizar melingkarkan tangan di pinggang ramping Kamila, daripada menerima risiko terjungkal, tepelanting, dan terguling-guling dipematang sawah. "Udah punya istri atau anak?" teriak Kamila lagi saat motornya semakin mendekati kendaraan Feri. "Hah?" Detektif Nizar memastikan lagi. "Anak sama bini!" ulang Kamila dengan suara yang lebih keras. "Oh, belum.""Bagos. Berarti nggak akan ada yang khawatir meskipun lecet dan te
"Awalnya kita tiba-tiba diteror anak buahnya Pak Dahlan dan Yayang. Mereka ngirimin video saat ibu dan Nenek disekap di rumah sendiri. Kita juga nggak ngerti gimana bisa mereka dapat alamat rumah itu, padahal ibu ngasih alamat palsu saat dia diberhentikan sembilan tahun lalu. Jujur, gue emang sempet ragu saat tahu ternyata ibu yang terlibat dalam pelecehan saudara lo saat itu, tapi akhirnya gue mampu meyakinkan diri kalau apa yang udah diperbuat tetep harus dipertanggungjawabkan. Walaupun hubungan kita memang udah renggang sejak ibu memutuskan untuk menikah lagi dengan brondong mata duitan, setelah bapak meninggal, tapi mau bagaimana juga dia tetep ibu yang udah ngelahirin gue dan Cici. Apalagi saat itu posisinya ada nenek juga. Akhirnya di hari yang sama gue kasih semua bukti yang udah dikumpulin selama ini, berikut copy-an yang Kalina punya. Belum cukup dengan semua itu, di hari yang sama. Saat ibu sudah bersedia menjadi saksi dan mengakui semua kesalahannya, dia malah jadi korban
Empat bulan kemudian ...."Masih belum ada kabar dari Kamila, Van?" Kalina menatap lurus ke depan sembari mengelus perutnya yang sudah membesar. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, hari demi hari, pekan berganti bulan dinanti, tetapi saudara kembarnya tak kunjung pulang seperti janji tempo hari. Mereka kehilangan koneksi, komunikasi keduanya terputus sejak sebulan terakhir. Siang malam Kalina menunggu, menguatkan diri di antara ketakutan yang menggerogoti. Sebenarnya dia bisa saja memulai pencarian besar-besaran, tapi Kalina ingat pesan Kamila terakhir kali. Bahwa perempuan itu benar-benar akan kembali sendiri. Membawa serta bukti dan saksi, bersama tim yang sudah dibentuknya beberapa bulan ini. "Masih belum, Kal." Suara Revan terdengar rendah. Lelaki itu duduk di samping Kalina dan merangkul bahunya. Kalina menyandarkan kepalanya di bahu Revan. Perempuan itu meremas kedua tangan dan bergumam pelan. "Kalau tahu akan begini, mungkin saat itu aku tak akan mengizinkannya pergi. Ba
"Jadi, ini alasanmu menghubungi pers dan polisi?" pekik Revan dengan suara nyaris tertahan.Untuk pertama kalinya Kalina tersenyum lebar. "Ya. Aku bangga sekali pada Kamila."Ting! Bersamaan dengan itu pintu lift terbuka. Mereka telah sampai di lantai yang dituju. Kalina menggandeng tangan Revan. Ada debar dan perasaan antusias yang tak tertahan. Akhirnya. Hari ini semua yang dia perjuangkan akan benar-benar terbayar. Langkah keduanya tiba-tiba terhenti tepat di depan pintu masuk ruangan."Mereka sudah tiba," ucap Kalina begitu saja. Revan yang langsung peka dengan maksud Kalina langsung berlari menuju tilas kaca yang melapisi beberapa ruangan di setiap lantai. Dari ketinggian dua puluh tiga gedung, mata awasnya masih bisa melihat sebuah mobil Van berhenti di pelataran perusahaan. Enam orang turun berurutan dari dalamnya. Mereka diketahui. Kamila, Detektif Nizar, Feri, Cici, dan dua tersangka utama yaitu Pak Dahlan dan Yayang. ***Bruk! Tubuh Pak Dahlan yang sudah babak belur d