"Apa liat-liat?" tanya Kamila sembari mengunyah permen karet saat melihat Wisnu terus memerhatikannya sepanjang mereka menunggu panggilan waktu penerbangan diumumkan.Mereka sudah selesai check in dan pemeriksaan bagasi dua puluh menit lalu, sementara gate keberangkatan yang tertera di boarding pass masih tersisa satu jam lagi. Wisnu menggeleng pelan, tanpa melepas pandangan dari perempuan di hadapan, dia menatap kaki Kamila yang bertopang dengan pergelangannya yang bergoyang. "Ck, daripada cuma ngeliatin mending beliin boba, gih! Aku haus," titah Kamila tanpa dosa. "Oke." Namun, anehnya Wisnu menurut begitu saja. "Sama rotinya sekalian!" tambah Kamila, ketika Wisnu mulai beranjak dari tempatnya. "Oke. Ada yang lain?" tawar Wisnu masih dengan wajah datar. Kamila mengibaskan tangan. "Nggak. Itu aja buat sekarang, nggak tahu lima menit ke depan."Wisnu tak lagi mendengarkan, dan berlalu pergi. Sepuluh menit kemudian, lelaki itu kembali dengan kedua tangan yang penuh. Tangan kana
Setelah menempuh satu setengah jam perjalanan udara, akhirnya Wisnu dan Kamila tiba di Bandara Juanda pukul 17.40 WIT. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan dan pengambilan barang, mereka langsung berjalan menuju titik penjemputan yang ada di bagian selatan airport. Perempuan dengan setelan baju crop top dan rok 3/4 berwarna senada dan kacamata hitam itu berjalan mendahului hanya dengan menjinjing tas tangannya, sementara Wisnu dibiarkan mengekor dengan menyeret dua buah koper. Kalina Fathira.Sebuah papan nama diacungkan di hadapannya oleh seseorang yang diketahui seorang asisten pribadi berusia senja yang berdiri di depan mobil Alphard berwarna putih. "Itu jemputan kita. Buruan!" Dia menoleh ke belakang dan meminta Wisnu mempercepat langkahnya. Lelaki dengan celana selutut dan kemeja lengan pendek itu lagi-lagi hanya bisa menghela napas dan menurut. "Apa kabar, Pak Wardi?" sapa Kamila sembari menjabat tangan pria paruh baya yang terlihat masih sangat bugar itu. Beruntung s
Tepat pukul delapan malam mereka tiba di kediaman ayah kandung Kamila dan Kalina. Rumah paling besar di hunian elite Citra Indah, kediaman keluarga Hartono yang biasa orang sebut juga dengan sultannya Citra Indah. Pengusaha segala jenis terminal listrik yang dikenal sebagai PT. Poltaris Jaya. Gerbang menjulang memyambut mereka, memasuki pelataran luas menuju rumah tingkat empat bergaya modern yang dilapisi beberapa kaca sebagai penyekatnya. Kamila tertegun sejenak. Batinnya berbisik lirih, "Jadi, di tempat semewah ini Kalina tumbuh dan dibesarkan? Aku yakin rumah mereka yang di Jakarta juga tak kalah besar.""Kalina." Sentuhan lembut di pundaknya membuat Kamila terkesiap, dan langsung berjalan beriringan dengan Wisnu masuk ke dalam. Tiap hentakan kaki yang dia ayunkan seolah membawa kembali ingatannya pada kenangan masa lampau. Perihnya menahan lapar, lelahnya pindah-pindah kontrakan, sampai tidur di emperan toko pernah dia rasakan. Seolah mengerti dengan suasana hati yang Kamila
"Karena kamu datang dengan Wisnu, untuk sementara jangan temui Kalina dulu. Tinggallah di unit apartemen ayah yang ada di The Peach Residence. Dulu, Kalina kalau datang menginapnya di sana juga. Yang penting ayah udah dapat tanda tangan kamu, selebihnya terserah kalian. Sisanya udah ayah serahkan semuanya pada Revan sebagai orang kepercayaan."Kamila terbaring di atas ranjang king size sembari menatap langit-langit unit apartemen mewah milik sang ayah. Revan juga belum memberinya kabar lagi sejak siang tadi dia mengabari bahwa adanya pergantian rencana karena Wisnu tiba-tiba ikut serta. Hanya ada satu pertanyaan yang ada di benak Kamila sekarang. Sebenarnya apa yang saudara kembarnya rencanakan? "Kal ... belum tidur?" tanya Wisnu yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basahnya. Kamila melirik sekilas. "Belum ngantuk," jawabnya sembari mengangkat bokong agar menyisakkan spot untuk Wisnu tempati. Lelaki dengan piama biru itu menatap Kamila yang melamun sambil mengelus
"Hari ini aku ada pertemuan dengan Bu Hilma untuk membahas tentang bisnis keluarga, kalau ada apa-apa langsung hubungi saja." Entah sengaja atau tidak, Wisnu mengenakan pakaiannya di hadapan Kamila yang duduk di tepi ranjang. Seolah belum cukup membiarkannya terjaga semalaman, sekarang lelaki itu bertelanjang dada di hadapannya. "O-Okay," cetus Kamila dengan pandangan yang dia arahnya ke mana saja asal jangan ke arah Wisnu. Kakinya yang bergoyang-goyang menandakan betapa salah tingkahnya dia sekarang. Padahal Kamila sudah sering melihat roti sobek para partner-nya yang bertebaran. Namun, entah kenapa ada yang beda dengan Wisnu apalagi setelah kejadian semalam. "Kalau begitu aku pergi dulu. Satu kartu kutinggalkan, pin-nya sama dengan yang waktu itu kamu bajak," ujar lelaki itu sebelum pergi. Kamila baru bisa bernapas lega setelah melihat bayangan Wisnu memasuki lift, lalu meninggalkan lantai tersebut. Buru-buru dia menutup pintu dan meraih ponsel di atas pembaringan. Memanggil Rev
Jemari perempuan itu dengan lincah menari di atas keyboard. Menelusuri tiap file yang tertera di satu folder bernama K. Wijaya. Baru saja telunjuknya hendak membuka satu file yang sangat menggugah rasa penasarannya, suara pintu yang terbuka mengurungkan niat Kamila. "Kal--""Ngapain balik?" Refleks Kamila saat menyadari Wisnu yang ada di balik pintu. Sebelah alis lelaki itu terangkat naik. "Ng, maksudku ada perlu apa? Bukannya kamu bilang baru balik nanti malam?" ralatnya yang menyadari perubahan mimik wajah Wisnu. "Aku baru ingat kalau laptopku ketinggalan. Boleh, pinjam punya--""Nggak," pekik Kamila histeris sebelum Wisnu sempat menyelesaikan kalimat. Kali ini giliran dahinya yang bertautan. "Ng, umm ... maksudnya lagi dipake," kelitnya gelagapan. "Oh, ya sudah kalau gitu, aku pakai IPad saja. Bisa tolong ambilkan di meja sebelahmu!" pinta Wisnu sembari menunjuk meja di belakang Kamila."Di mana?" Kamila berbalik dan langsung mencari gadget yang Wisnu butuhkan. "Itu, di si-
"L 324 EK. Itu nomor plat nomor truk yang jalan dari arah berlawanan di saat kecelakaan Kalina. Ini kode Plat Surabaya. Kamu perhatikan baik-baik, jalan yang Kalina lewati adalah lintasan satu arah, tapi kenapa truk ini malah datang dan memblokir jalan yang Kalina gunakan? Sampai sekarang aku masih mencari tahu petunjuk tentang truk ini, kita juga butuh bantuan pihak berwajib untuk melacak nomor plat-nya."Kamila dan Revan tengah memerhatikan rekaman CCTV mobil Kalina masih di ruang rawat rumah sakit, karena berpikir hanya ini tempat yang paling aman bagi mereka sekarang. "Oke. Untuk melacak Plat-nya aku bisa minta bantuan temanku dari kepolisian sektor Surabaya. Sekarang kita fokuskan dulu perhatian pada folder K. Wijaya dan rencana Kalina yang lainnya. Kamu liat semua file dengan judul yang berbeda-beda ini. Semuanya berisi petunjuk dan teka-teka yang seolah hanya diketahui oleh Kalina aja. Nggak ada nama yang disebut dengan gamblang, butuh enam pin untuk masuk lebih jauh. Seperti
"Hua--arghsetaaan!" Kamila terpekik kaget saat tiba di unit apartemennya dan menemukan Wisnu baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkar di pinggang. "Dari mana saja kamu?" tanya lelaki itu sembari muncul dari kegelapan dan mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Sebelum menjawab Kamila sembari melirik arlojinya dan menyadari ternyata malam sudah cukup larut, itulah alasan kenapa Wisnu sudah pulang sekarang. "Jalan-jalan, cari udara segar," jawab Kamila sekenanya. "Sama siapa?""Sendirilah. Kan kamu juga tahu aku nggak punya cukup banyak teman."Wisnu mengedikkan bahu, kemudian berbalik menghadap lemari yang menjulang di hadapan. Dengan sengaja dia menanggalkan handuk di depan Kamila, lalu melemparnya ke ranjang. "Crocodile Sialan! Kapan aku akan terbiasa dengan segala kevulgaran ini, Tuhan?" batin Kamila sembari memalingkan pandangan menatap ubin yang dipijaknya. "Sudah makan?" tanya Wisnu lagi, setelah selesai berpakaian. Lelaki itu terlihat segar