Arum bergegas mendekati pintu kamar. Dia mendengar suara tidak asing di telinganya. Suara yang hampir mirip dengan sosok yang dirindukannya.
“Mas Pandu?” ucapnya pelan. Tangannya bergemetar memegang gagang pintu kamar. Seakan jiwanya tidak mau kecewa sekali lagi. Dia tidak mau menganggap dirinya ternyata berhalusinasi. Sembari menarik napas panjang, Arum mulai menekan gagang itu ke bawah. Pintu perlahan terbuka.
“Mas?”
Kedua matanya tak percaya. Sosok Ardi sudah berada di depan pintu kamarnya. Arum sangat panik. Dia tidak tahu harus berbuat apa.
“Mas, kenapa bisa di sini? Sangat bahaya,” ujarnya berbisik.
“Arum, aku mau menyampaikan pesan Pandu. Ini sangat penting. Aku harus masuk ke dalam kamarmu,” balas Ardi berbisik. Kedua matanya terus mengamati semua ruangan, untuk memastikan tidak ada yang melihatnya.
“Pesan?” tanya Arum semakin terkejut. Spontan dia membuka pintu kamar sediki
Sumpah, sudah terlaksana. Beberapa kata yang terlontar dari sepasang wanita teraniyaya saat itu. Dua wanita yang dianggap rendah. Tanpa kasta dan kedudukan yang dimilikinya, mereka dipermalukan di depan semua orang.Kini, pemilik sumpah berdiri tegak, menganggukkan kepala dengan senyuman di hadapan Nyai Ani yang tidak jauh dari posisinya.“Saras …”Nyai Ani meninggalkan ruangannya. Kakinya melangkah cepat keluar dari kediaman, berdiri di tengah gerbang untuk melihat dengan kedua mataya sendiri. Jika, sumpah itu memang benar adanya. Ternyata … sumpah sudah terbukti nyata!“Biarkan saja dia menikmati kedudukan itu. Akan lebih baik jika dia menerimanya. Kau, tidak perlu seperti itu. Kekayaan kita lebih dari segalanya. Yang terpenting, Pandu tetap bersama Sabrina Walongsono.” Romo tiba-tiba datang, berada di belakang Nyai. “Kau tidak perlu cemas, Nyai,” lanjutnya sambil menatap Nyai yang terdiam, menatapnya ta
Sebuah keinginan yang benar-benar akan terwujud bagi Hendra. Kali ini dia bisa bernapas lega, mendengar Arum memberikan persetujuannya. Hendra saat itu melihat Ardi masuk bersama tukang kebun. Dia sedang menikmati kopi di kursi taman.Sesuatu mencurigakan Hendra lihat. Ardi tiba-tiba masuk ke kediaman. Spontan Hendra mengikutinya, sangat terkejut melihat Ardi memasuki kamar Arum. Apalagi Hendra mendengar semua perkataan mereka. Namun, dia tidak mempedulikan itu. Dalam dirinya, hanya ingin memiliki Arum. Dan, kali ini dia berhasil melakukannya.Hendra segera mengajak Ardi keluar dari kamar Arum. Dengan santai, dia berjalan keluar dari sana. Wojo yang tidak sengaja berpapasan, hanya melewati mereka begitu saja. Dia menganggap Ardi adalah teman Hendra. Namun, “Tunggu!” cegah Wojo. Dia menghentikan langkahnya, mendekati Hendra.“Aku … sepertinya mengenalmu. Kau …,” tunjuknya tepat di wajah Ardi.“Apakah dia akan men
Spontan, semua mata menatap sosok wanita berkebangsaan Inggris memasuki ruangan persidangan dengan mendadak.“Saya wanita yang dia selamatkan. Im the woman. Dia tidak bersalah. Aku akan menjamin keselamatannya. Tidak ada bukti kuat untuk kalian menghukumnya. Pengacaraku akan mengurus semua kebebasannya. Let him free!”Mawar berlari menerabas para petugas untuk mendekati Pandu. Dia tidak menyangka wanita itu akhirnya menemukan dirinya. Wanita yang bernama Selena. Yang sudah Pandu selamatkan saat akan melakukan bunuh diri.“Raden, kau akan selamat. Dia … wanita itu bernama Selena. Dia sudah mengurus semuanya. Kita akan bebas.”“Mawar … wajah itu. Apa yang dia lakukan kepadamu? Kenapa?!”Pandu tidak mempedulikan kebebasannya lagi. Dia memeluk Mawar dengan erat. Kedua matanya tak percaya melihat wajah Mawar lebam membiru.“Untuk apa kau melakukan pengorbanan ini? Aku tidak akan memaafkannya
Permintaan mustahil tetap Wojo pertahankan. Walaupun dia akan menundanya hari ini akibat peristiwa menyeramkan menimpa Arum.“Aku … tidak bisa!” ucapnya tegas. Spontan dia melepaskan telapak tangan Arum. Padahal, dia baru saja akan mengobatinya. “Persiapkan dirimu sesegera mungkin. Kita akan mengikat satu sama--”“Kenapa? Yah, kenapa kau berubah pikiran?” sela Arum memelas. Dia bangkit, mendekati Wojo yang seketika memalingkan wajahnya. “Katakan kepadaku. Kenapa?” lanjutnya memaksa.“Karena aku--” Wojo tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Dia berusaha sedikit melawan hatinya. Namun, sejak detik itu. Ia mulai menyadari dirinya merasakan getaran hebat ketika bersitatap dengan mata bersinar bak bintang sang istri. Rasa sakit dalam hati dikalahkan oleh kilauan kecantikan alami di hadapannya.Wojo menarik napas panjang. Dia membalikkan tubuhnya. Tak kuasa memandang lagi sosok di hadapannya.
Senyuman semakin mengembang di wajah Sabrina. Pengawal mengatakan kabar baik untuknya. Para aparat mendengarkan penjelasan sang pengawal sambil memberikan segepok uang, mengatakan sebuah mobil membawa seorang lelaki bernama Pandu."Kami akan memberikan uang ini. Maafkan kami. Yah, kami hanya mencari lelaki bernama Pandu. Mungkin Anda bisa membantuku. Dia adalah majikan kami yang menghilang.""Pandu? Apakah dia ...."Salah satu aparat terkejut mendengar nama yang disebut. "Yah, kami mengetahui seseorang yang bernama Pandu. Tentu saja dia adalah lelaki yang baru saja terbebas dari hukuman.""Apa?""Aku akan mengatakannya. Tapi ..." Dia akan mengatakan keberadaan Pandu jika pengawal memberikannya uang cukup banyak sekali lagi."Aku akan memberikan uang ini. Terimalah." Tanpa berpikir, Pengawal memberikan semua uang yang dia bawa untuk melayani Sabrina. Para aparat tersenyum lebar, menerima semua uang begitu saja. Dalam sekejap, keberadaan Pandu
Ardi kembali terkejut. Maya kembali datang.“Kau … kembali lagi?” Ardi membuka jendela mobilnya dengan cepat. Dia mengarahkan tangannya agar Maya masuk ke dalam mobil dengan segera. “Cepatlah masuk. Kita berbicara di dalam,” ucapnya dengan tegas.Maya menganggukkan kepala, segera membuka pintu mobil. Masih mengatur napas, Maya duduk di sebelah kursi kemudi.“Kamu mengejutkanku sekali lagi. Aduh, berlari seperti itu. Seperti lihat hantu saja. Tapi, sepertinya ada suatu hal yang sangat penting ingin kau sampaikan. Baiklah, cepat katakan. Argh, aku sudah tidak memiliki waktu.” Ardi memegang kepalanya. Kemudian dia menggeleng, dan kembali menatap Maya.“Benar. Mas. Aku tahu sesuatu dari pelayan yang bekerja di rumah Nyai Niye. Saat itu kami sedang mengobrol di warung. Dia mengatakan sesuatu hal, yang sangat membuatku terkejut. Dan ... ini sangat penting. Harus disampaikan dengan cepat.”Perkataan M
Sabrina tanpa sadar melayangkan tamparan keras di pipi Pandu. Dia tidak bisa menahan kemarahannya. Sabrina selama ini sudah memendam perasaan kepada Pandu. Namun, kali ini dia tidak menyangka. Sosok lelaki yang sudah dirindukannya, membentak dengan sangat keras. Bahkan, berkata suatu hal yang sangat mustahil untuk dia lakukan.“Jaga ucapanmu, Pandu. Tidak mungkin aku menikah dengan seorang pengawal. Karena dia memiliki kasta yang berbeda denganku. Jangan pernah menghina aku, dengan mengatakan seperti hal mustahil itu. Aku … bukan wanita rendah!”“Katakan perasaanmu! Tingkatkan kemarahanmu! Katakan, bagaimana rasanya menerima paksaan dari seseorang. Apalagi hal itu berhubungan dengan cinta. Apakah kamu merasa sakit itu? Yah, itu yang aku rasakan sekarang. Jadi, kau tidak perlu menghakimiku dengan sebuah perkataan yang kau sendiri tidak bisa melakukannya!”Tubuh Sabrina bergetar. Sekujur tulangnya terasa kaku. Perasaan yang bergejola
Suasana hati Arum semakin bahagia. Dia menekan dadanya yang terus berdetak hebat. Rasanya, hati itu ikut menyambut dirinya yang lebih bersemangat.“Aku akan bertemu dengan kekasihku. Aku tidak menginginkan apa pun. Aku hanya ingin berbahagia dengannya. Tidak menginginkan harta, kedudukan, atau apa pun.”Arum mulai menuruni kapal. Dia berjalan didampingi Wojo yang barusan saja keluar setelah memeriksa semua barang.“Bagaimana perasaanmu? Kau sepertinya sangat bersemangat. Aku harap kau selalu seperti ini,” ucap Wojo. Dia melebarkan lengannya dengan tersenyum.“Aku akan selalu bersemangat,” balas Arum. Dia melingkarkan tangan kanannya di lengan kekar Wojo. Mereka berjalan menuruni kapal seperti sepasang suami istri yang sangat serasi. Ditambah, keduanya saling melempar senyum.“Arum?”Ardi tak percaya dengan penglihatannya. Setelah membaca surat Mawar. Dia segera mengemasi barang, menuju pelabuha