Mata Laila membeliak dan mulutnya terbuka melihat kedatangan dokter Marzuki. Sebentuk firasat buruk menyapanya. 'Ya Allah, apakah calon suami mbak Nisa adalah dokter Marzuki? Aku memang sengaja tidak bertanya pada bapak dan ibu tentang calon suami mbak Nisa. Aku takut jika jawabannya membuat ku patah hati. Tapi ternyata benar. Calon suami mbak Nisa adalah dokter Marzuki. Pupuslah cintaku ya Allah. Benar-benar layu sebelum berkembang,' rintih Laila dalam hati. Sementara itu dokter Marzuki tampak mengibaskan sebelah tangannya secara bergantian agar keranjang buah yang dibawanya tidak jatuh. "Hm, ehem. Mbak La. Apa boleh kami masuk ke dalam? Tangan saya kesemutan," pinta dokter Marzuki menyadarkan lamunan Laila. "Iya nih. Dari tadi bengong mulu di depan pintu," sahut suara di belakang punggung dokter Marzuki. Laila reflek menengok ke arah dokter Marzuki, dan semakin tercengang saat melihat di belakang dokter Marzuki ada seorang laki-laki yang berwajah mirip dengannya, kemudian diiku
"Ehem, ehem! Mbak Laila saya sebagai neneknya Yasmin ingin mengatakan agar jangan mengajari Yasmin hal-hal yang tidak baik. Jangan mengajari Yasmin memanjat pohon atau main layangan. Itu kan mainan anak laki-laki," sahut Ambar dengan nada tak suka yang membuat suasana tegang seketika.Wajah Iwan, suami Ambar juga memucat. Sebelum dia sempat membuka mulut, Yasmin menyela, "Yasmin suka lho main sama mbak Laila. Orangnya baik, cantik, lucu, suka senyum. Kenapa nggak boleh manjat pohon, Nek? Kan manjat pohon juga berguna untuk mengambil layang-layang atau buah yang sudah matang? Yang penting kan hati-hati. Terus main layang-layang juga bagus. Daripada main hp. Dan bikin sehat karena lari-lari."Semua orang di ruang tamu menatap Yasmin yang masih asyik mengunyah baksonya. Laila pun mendelik saat mendengar anak sekecil Yasmin bisa membelanya. Diam-diam Laila semakin merasa sayang pada Yasmin. "Sebenarnya Yasmin pengen banget punya mama kayak mbak Laila. Tapi papa selalu bilang nanti-nanti
Laila menatap Ayu dan Juleha dengan sikap waspada. "Ada apa? Kita mau ujian sekarang. Tapi kalau kalian mau menantang aku berkelahi, aku jabanin deh. Sekalian nanti aku buat jontor wajah kalian biar kalian nggak ganggu aku lagi!" sahut Laila tegas. Ayu mencebik. "Dih, siapa juga yang akan nantangin kamu.""Lah terus kalian kesini mau ngapain kalau nggak untuk mencari masalah sama aku? Kalian kesini kan nggak mungkin nawarin aku cilok atau bakso?" tanya Laila to the point. Ayu dan Juleha yang ada di hadapan Laila, berpandangan lalu tertawa terbahak bersama. "Laila, Laila! Kamu kok nggak berubah. Selalu mikirin makanan terus. Apa di otak kamu itu cuma ada makanan, panjat pohon, dan main layang-layang?" sindir Ayu tertawa. Laila mendengus kesal. "Masih untung kan kalau aku mikirin makanan saja. Daripada aku mikirin pacaran kayak kalian, yang ada ya bikin dosa terus!" sahut Laila tak mau kalah. Wajah Ayu dan Juleha memerah karena marah. "Heh, kamu jangan munafik ya. Aku tahu denga
"Aku tahu sendiri. Ibunya Ayu dan Ibunya Juleha nangis-nangis di puskesmas setelah anaknya diperiksa bidan. Katanya Ayu dan Juleha hamil diluar nikah!""Hah? Kok bisa?"Laila terkejut dan melongo. Tapi dia tetap menyimak pembicaraan kedua temannya itu. "Ya aku nggak tahu lah. Kan yang melakukan Ayu dan Juleha. Kenapa kamu malah nanya sama aku?""Hilih, kan kamu yang membawa kabar jadi kamu dong yang harus tanggung jawab menjelaskan sepenuhnya pada kami!" Temannya Laila mengedikkan bahu. "Aku hanya tahu secara berita singkat nya. Saat itu aku juga nggak menyangka akan bertemu ibunya Ayu dan Juleha yang masih bersaudara sepupu itu saat mengantar kan ibuku yang sedang sakit gigi. Ya nggak mungkin dong, aku ikutan nimbrung urusan emak-emak!""Pasti sebentar lagi berita kehamilan Ayu dan Juleha akan menyebar ke seluruh desa.""Iya, pasti itu. Kasihan ya. Padahal sudah mau lulus, malah bunting. Eh, apa kamu tahu siapa yang menghamili Ayu dan Juleha?""Katanya sih Rangga dan sepupu nya itu
Ibu Laila melongo mendengar pengakuan anaknya. "Tidak mungkin. Kamu jangan bercanda, La!" seru Reni kaget. "Laila serius, Bu! Bahkan Laila sempat gelut dengan Ayu dan Juleha karena mereka meremehkan Laila. Dan ternyata justru merekalah lah yang hamil duluan."Reni mengepal kan tangan kanannya dan meninju ke telapak tangan kiri yang terbuka lebar. "Mereka bilang gitu ke kamu, La? Ini nggak bisa dibiarkan?! Berani-beraninya mereka memfitnah kamu!"Laila hanya menghela nafas panjang. "Yah, gitulah, Bu. Tapi kan ternyata kebenaran sekarang terlihat langsung. Yang murahan siapa?""Ya sudahlah. Biarlah itu yang menjadi kesalahan mereka tapi yang jelas, mulai sekarang kamu harus hati-hati dalam bergaul. Kamu harus benar-benar bisa jaga diri dan jaga nama baik keluarga. Ngerti kan, La?"Laila mengangguk kan kepala nya. "Ya Bu. Aku ngerti kok.""Oh, ya. Bagaimana dengan rencana kuliah kamu di kebidanan?" tanya Ibunya Laila. "Apa kamu sudah mempunyai pandangan kamu kuliah akademi kebidanan
Beberapa saat sebelumnya,"Hm, alhamdulillah setelah aku pasang dagangan ibu di status wa jadi ada beberapa yang beli langsung tanpa perlu nitipin kue ke kantin sekolah. Kalau begitu, coba aku foto jualan ibu dan aku pasang di status wa bapak. Kali aja ada yang order," gumam Laila. Gadis itu lalu berjingkat keluar dari dapur meninggalkan ibunya yang sedang menata cireng dan basreng lalu menuju ke kamar bapaknya. Laila celingukan mengintip ke kamar bapaknya, dan dia nyaris bersorak kegirangan saat melihat kamar bapaknya sedang sepi. Bapaknya memang sedang berada di kamar mandi saat itu. Laila segera masuk ke kamar bapaknya lalu mencari ponsel milik bapaknya yang langsung ditemukan nya dengan mudah karena teronggok di atas meja kamar. Laila segera duduk di atas ranjang dan mengirimkan beberapa foto jualan sang ibu dari ponselnya ke nomor bapaknya. Klik! Terkirim.Laila lalu membuka pesan whatsapp bapaknya. Beruntung sekali ponsel bapaknya tidak pernah dikunci. Gadis itu langsung me
"Terus saja, terus ledek kami yang sedang hamil!"Laila menatap ke arah Ayu yang memandang dengan marah kepadanya. "Ayu, aku hanya mendoakan kebaikan untuk kamu. Apa aku salah?" Juleha merengsek maju ke arah Ayu dan Laila yang saling bersitegang. "Doa yang baik untuk kami? Dimana letak baiknya? Aku mendengarnya sebagai sindiran dan olokan. Bukan sebagai doa yang baik," tukas Juleha seraya menyedekapkan kedua tangan nya di depan dada.Laila menghela nafas jengah. "Kenapa kalian selalu begini padaku?"Ayu dan Juleha mengernyitkan keningnya. "Apa maksudmu dengan selalu begini?" "Yah, kalian selalu berprasangka buruk, mencari keributan, dan seolah-olah kalian tidak suka padaku," sahut Juleha. "Nggak kok. Kamu saja yang terlalu sensitif pada kami. Bahkan kami merasa kamu itu selalu membenci kami, hingga kami berpikir apa salah kami," lanjut Ayu mendelik. Laila menghela nafas panjang. "Astaghfirullah, apa tidak terbalik semua ucapan kalian? Aku kesini cuma untuk mengantarkan pesanan c
Seminggu kemudian,"Besok lusa bapak diundang dalam acara manten," ucap pak Jaka saat dia sedang makan bersama dengan keluarga nya di ruang makan. "Oh ya? Siapa yang mengundang bapak?" tanya Laila seraya menyuapkan sayur pokcoy ke mulutnya. "Keluarga nya pak Harun dan Pak Jamal. Mereka akan menikahkan anak mereka bersamaan."Laila terhenyak mendengar perkataan pak Jaka. "Berarti Ayu dan Juleha akan menikah lusa?" tanya Laila kaget. "Iya. Setelah akad langsung resepsi. Apa kamu mau ikut?""Hm, jam berapa acaranya? Seperti nya Laila tidak mendapat undangan dari mereka. Padahal mereka kan teman Laila," sahut Laila dengan lesu. "Teman-teman mbak pasti malu deh. Kan mereka ..," timpal Rama seraya mengarahkan tangannya ke perut nya seperti membuat bulatan besar khayalan di perut. "Hush, kamu itu biasanya nggosip saja, Ram! Nggak usah kepo dengan urusan orang, Dek. Kamu fokus saja daftar di SMA," tukas Laila. "Masih lama, Mbak. Kan masih dua Minggu lagi. Lah mbak sendiri apa sudah men