Share

6 Siapa Dia?

"Menik!" Tepukan keras di bahu Menik mengagetkan dirinya. Sejenak perhatiannya teralihkan pada pemilik tangan itu. Salah satu peserta orientasi menarik tangannya agar tidak tertinggal dari rombongan

Menik berniat menyapa sosok laki-laki yang sudah mencuri hatinya itu, tapi lelaki tampan itu dia sudah menghilang entah kemana. Menik mencari-cari dengan pandangan matanya, tapi tak dijumpainya.

'Duh ganteng, gagah banget. Mana belum sempat kenalan lagi, eh udah hilang entah kemana. Bagian apa yaa kok seragamnya lain. Moga-moga bisa ketemu lagi,' batin Menik penuh harap. Menik menoleh lagi ke belakang berharap menemukan lagi sosok itu. Nihil.

"Nyari siapa?" tanya perempuan yang tadi menarik tangannya.

"Nggak nyari siapa-siapa kok. Eh nama kamu siapa tadi?" tanya Menik pada sosok perempuan di sebelahnya itu.

"Puji." jawabnya sambil menunjuk nama yang tertara di kertas yang berpeniti di dada kirinya. kertas yang sama juga tersemat di dada kiri Menik.

"Oh iya, Puji. Maaf suka lupa," jawab menik sambil terkekeh.

"Kamu umur berapa?" tanya Puji yang mash duduk di sebelah Menik saat di ruang orientasi.

"Aku? dua puluh. Kamu?" Menik balik bertanya.

"Sama aku juga dua puluh. Kita temenan ya," ujarnya sambil mengulurkan tangan.

"Boleh." Menik menyambut uluran tangan Puji dan keduanya tersenyum penuh arti.

Sisa penjelasan dari petugas personalia itu hanya selintas lalu lewat di telinga Menik. Benaknya masih mengembara tak tentu arah membayangkan sosok pria yang meninggalkan kesan mendalam padanya. Menik sangat penasaran dengan laki-laki itu. Rasanya terlalu ganteng jika dia hanya seorang buruh pabrik.

Setelah pembagian seragam. Menik dan peserta lainnya dipersilahkan untuk pulang. Bergegas Menik bersama dengan Puji keluar ruangan. Menik masih berusaha mencari sosok lelaki yang di temuinya tadi. Ia mengedarkan pandangan di sekeliling area yang di laluinya hingga tiba di pelataran pabrik. Tapi apa yang dicarinya tidak juga ketemu.

"Nyari siapa sih, Nik?" tanya Puji penasaran.

"Nggak kok, lihat-lihat aja. Kamu pulangnya gimana, Pu?" tanya Menik.

"Oh, Bapak aku jemput nanti. Kamu sendiri?" jawab Puji dengan tersenyum.

"Aku? Jalan sambil nunggu bemo lewat," jawab Menik.

Terik matahari memaksa keduanya untuk berjalan menuju pintu keluar dan pulang. Puji dan Menik berpisah di gerbang. Puji memilih untuk menunggu kedatangan Bapaknya di dekat pos satpam. Sedangkan Menik berjalan ke arah kiri, arah dia datang tadi. Di tengah lamunannya terdengar suara panggilan dari orang yang dikenalnya.

"Calon Istriku, Meniiiik! Aku di sini!" Naryo yang sedang berkumpul akrab dengan para pedagang di luar pabrik segera berlari menuju ke arah Menik.

Teriakan Naryo membuat Menik merasa malu dan berusaha menjauh dari Naryo dengan menutupi wajahnya menggunakan bungkusan seragam yang dibawanya. Menik komat Kamit berusaha menghipnotis diri sendiri, bahwa dia tidak mengenal sosok unik yang berlari ke arahnya.

"Menik! Tunggu!" Langkah Naryo kini sejajar dengan Menik yang masih berjalan cepat. Menik acuh tak acuh pada sosok Naryo yang sangat mudah jadi pusat perhatian.

"Kamu mau ke mana? Aku antar pulang. Tunggu sebentar. Aku sedari pagi lho nungguin kamu di sini," kata Naryo dengan semangat.

"Kamu ngapain nunggu aku di sini? kayak orang nggak punya kerjaan ajah," sungut Menik.

"Jangan begitu dong sama calon suami kamu. Ayo kita makan siang dulu. Lalu aku antar pulang," ajak Naryo dengan manis.

"Aku pulang sendirian aja," kata Menik sambil menatap sekeliling. Orang-orang mulai melihat ke arah mereka berdua. Mungkin dandanan Naryo ini yang menarik perhatian mereka. Bahkan penjual akik yang menggelar dagangannya di depan pabrik itu kalah penampilan dengan Naryo.

"Eh, tumben kamu bilang gitu. Biasanya kan aku juga yang antar jemput kamu kemana aja,"

"Ya gapapa, Yo. Sungkan aja tiba-tiba," jawabku sekenanya.

"Walah sama calon suami sendiri kok sungkan, aku itu mau--," Belum selesai Naryo bicara tangannya dengan sigap menarik Menik ke arah tubuhnya. Hingga kini Menik ada di dalam pelukannya.

Sebuah motor merah tahun tujuh puluhan hampir saja menyerempet tubuh Menik. Laki-laki yang mengendarai motor itu hanya menoleh sekilas ke arah Menik dan Naryo lalu segera berlalu menghilang.

"Ooo.. wong edyan!" Semprot Naryo pada pengendara motor itu.

"Menik, kamu nggak apa-apa?" Tanya Naryo pada Menik yang masih diam saja karena terkejut. Naryo yang menyadari bahwa Menik berada dalam pelukannya malah mengeratkan tangannya, berlama-lama memeluk wanita idamannya. Senyum terkembang di wajah Naryo.

Menik sepertinya tahu siapa lelaki yang mengendarai motor itu. Wanginya khas seperti wangi laki-laki yang sedari tadi dicarinya di dalam pabrik. Tapi kenapa dia ingin menyerempet Menik?***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status