Ken melihat ke arah bibi datar. "Bi. Hari ini bibi ngak perlu masak." Kemudian Ken menatapku dengan senyuman. "Biar sayang aku aja yang masak."
Kalimat itu membuat seluruh pelayanan yang bekerja di dekat kami tersipu-sipu malu.
Tapi tidak denganku. Apaan coba dia?!
"Siape sayangmu? Sok kecakepan amat sih."
Para pelayan menahan tawa mereka yang kemudian di tatap sinis Ken, membuat mereka terdiam.
Ken memelukku dari belakang membuatku menoleh sambil menatapnya menahan emosi. "Sayang.. Kalau kamu ngak masakin
Aku. Aku..." Dia menggigit bibir bawahnya kemudian sedikit mengatup dan memajukan bibirnya sambil menatap bibirku seperti akan menerkamnya."Heh!" Aku menyikut perutnya.
"Ahh.."
Dia tetap tidak menyerah. Dia masih memelukku.
Dia mencium pipiku. "Much." Kemudian memekik kegirangan. "Nah. Kenak kan..."
Anjrit... Ini di depan umum!
Para pelayan mengintip intip kami berdua selagi melaksanakan tugas. Mere
Aku memasuki rumah sakit di mana Jessen di rawat dengan membawa... Tunggu, aku ngak membawa apapun... Well, tujuanku ke sini kan biar ngak ketahuan dokter. Kalau aku masuk dengan bawa bunga atau apalah itu dan menaruhnya di dalam ruangan si Jessen, hemm... Kau tau lah akibatnya.Aku berjalan dengan tenang menuju ruangan Jessen. Dan akhirnya aku sampai di depan pintu kamarnya.Aku sedikit mengintip melihat ke dalam ruang.Mataku terbelalak kaget melihat Jessen yang sudah sadarkan diri dan sekarang berada bersama mantan tunangannya.Rasanya sangat kesal.Kenapa cewek itu bisa masuk sedangkan aku tidak?!Dan gilanya, dokter yang menyuruhku untuk tidak datang juga ada di situ!Maksudnya apa coba?!Aku masuk ke dalam dengan sedikit membanting pintu. Ya... Walaupun aku sangat terbakar emosi aku sadar aku ada di mana.. ini di rumah sakit, kalau aku banting pintu keras, kalau tetangga sebelah kamar Jessen ada yang sakit pasti bakalan m
Ken kembali menegakkan badannya. Dan menyalam nenek."Ish. Ngak usah sok baik lah." Cetusku.Dia menatapku. "Sayang. Kalau sama nenek martua harus sopan dong."Ihh...Aku mengalihkan pandanganku darinya dan menatap nenek.Hah? Nenek malah jadi senyum-senyum."Enggak ya nek. Dia bukan siapa siapa." Aku melirik tajam Ken. "Apaan sih. Jijik." Protesku.Dia melihat nenek. "Nek. Kapan saya bisa menikah dengan Valen?" Tanyanya tanpa dosa."Gila kau ya!" Bentakku.Nenek tersenyum sambil menyikutku. "Kapan Valen siap. Nenek bakal izinin." Nenek mengedipkan salah satu mata menyetujui Ken.Haa?Aku hanya mengagap Sambil menggelengkan kepala.Ken tersenyum kecil melerikku."Udah lah nek. Valen mau masuk. Capek." Kataku acuh."Iya iya." Nenek mempersilahkan aku masuk.Baru dua langkah kakiku berjalan."Pacarnya Valen nginap aja ya malam ini. Karena ini udah larut malam."Kakiku
PletakAku memukul kepalanya keras. "Heh! Kalau ngomong bisa ngak pake otak dikit!"Aku melepaskan diriku dari Ken.Aku menginjak kaki Ken. Dia memekik kesakitan."Itu balasan karena kau menciumku sembarangan!"Aku menjewernya sambil menarik tanganku yang memegangi daun telinganya ke bawah. "Dan ini balasan karena kau asal bertindak tak pernah pake pikiran.""Aa.. iya iya.. Aku salah. Lepasin dong sayang. Aa.."Aku semakin menjewernya. "Jangan pernah panggil aku sayang!""Aa iya iya... Sayan... Valen. Valen."Aku melepaskan dengan kasar. "Hem!" Aku mendengus. Aku pun pergi dan meninggalkan Ken.Ck.Issshhh. Kenapa sih Jessen gak cemburu?!Ish...Aku menghentak-hentakkan kakiku sambil pergi menuju kelas."Kesel bangeeeet!"***Aku semakin kesal sekarang. Cih. Kau tau... Sekarang rupanya mata pelajaran Jessen!Melihatnya saja aku sudah muak!Karena aku te
Aku dan Jessen pun melangkahkan kaki ke hi halaman depan rumahku setelah sampai mengantarkan aku.Bib bibTerdengar suara klakson kereta yang berhenti di depan pagarku. Aku dan Jessen menoleh ke sumber suara.Lelaki itu tampak heboh sendiri turun dari keretanya. Dia seperti orang yang kepanikan.Aku melihat menerawang lelaki yang menggunakan helm full face dengan jas hujan yang dia kenakan."Val..."Terdengar suara jeritan yang kurang jelas karena di dia menjerit menggunakan helm tanpa membukanya dan juga suaranya di timpa dengan suara derasnya hujan.Dia berjalan cepat ke arah kami dan berhenti di hadapanku. Dia memasukkanku ke dalam jas hujannya, membuatku ada di depan badannya sangat dekat."Kau bersamaku sekarang." Katanya.Aku sedikit mendongak dari dalam jas hujan ini. Wajahnya masih tak tampak. Ya iyalah, kau tau sendiri kan gimana jas hujan...Aku mendorong tubuhnya dan keluar dari jasnya kembali ke dekat
Aku mendengus kesal. "Ishh. Tau loh. Tadi kan juga udah kau sampaikan di mobil tadi." Aku melepaskan pelukanku. "Bikin kesal aja."Bruk..Suatu barang jatuh lagi. Ntah dari mana berasal. Di sini sangat gelap, sangat sulit untuk melihat.Arh kesel... Ni hantu ngak tau kondisi dan situasi! Udah tau moodku tiba-tiba drop karena hinaan Jessen. Dia malah nakut nakutin!Jiwa pemberaniku pun muncul. "Heh hantu! Bisa ngak sih ngak ganggu! Orang lagi kesel juga!"Bruk..Sebuah benda kembali jatuh.Damn...Aku kembali memeluk Jessen. Badan Jessen bergetar, aku mendongakkan kepalaku melihat Jessen. Dia menahan tawa.Gila... Di situasi serem begini malah tertawa!"Eh bego. Jendela mu terbuka. Angin masuk dan menjatuhkan barang yang di dekatnya." Jessen mengarahkan matanya ke benda yang terjatuh tadi. Aku pun melihat se arah yang di lihat Jessen.Aih... Aku pikir hantu Beneran.Aku pun berdiri dan sedikit berlari
Dia hanya menatapku datar.Aih...Aku mencoba menetralkan jantungku dengan sedikit terbatuk. "Ehem. Ngak usah di anterin. Valen pergi sediri aja nek."Ken berjalan ke arahku membelakangi nenek.DegDegDia sekarang di hadapanku. Aku menatapnya kaku.Dia menyentuh bibirnya dengan jari telunjuknya kemudian menyentuh bibirku dengan jari telunjuk yang menyentuh bibirnya tadi. Dia memandang ke sembarang arah sambil tersenyum.Apa maksudnya coba?Dia membalikkan badan dan kembali ke tempat nenek.Dia menyalim nenek. "Kami berangkat ya nek." Dia menoleh ke arahku tersenyum aneh. Kemudian keluar.Aku pun berjalan ke arah nenek dan menyalimnya. "Valen berangkat nek.""Iya."Beberapa langkah setelah aku berjalan keluar. Aku menoleh ke belakang memastikan nenek udah menutup pintu. Takutnya nenek ikut ikutan salah sangka juga.Nenek sudah menutup pintu. Syukurlah.Aku kembali berjalan.
Aku berjalan menyusuri lapangan basket mencari keberadaan Cya."Val!"Aku menoleh dan melihat Cya yang tenagh duduk di kursi penonton dan melambaikan tangan ke arahku. Aku tersenyum dan segera berjalan ke arahnya memutari lapangan karena sedang ada yang bermain di sana.Aku duduk di sebelah kirinya.Dia memelukku. "Val... Aku dari tadi nungguin loh. Kamu lama banget.""Wkwk. Maaf ya."Dia melepaskan dekapannya. Menatapku dengan tersenyum. "Iya ngak apa."Dia kembali mengarahkan pandangan ke lapangan basket. Aku mengikuti arah pandangnya.Aku sedikit terkekeh. Heh, ternyata dia memperhatikan salah satu pria yang bermain basket.Ganteng banget memang.Normal kali kalau mata kita jadi jernih kalau lihat cogan. Namanya juga cewek.Sesaat kemudian mata di tutup oleh seseorang. Yang pasti aku yakin bukan Cya. Aku menolak tangannya. Aku melihat ke arah orang itu."Apaan sih lihat cowok lain. Udah puny
Aku berjalan pulang bersama Cya. Aku hanya menatap depan kosong, rasanya sangat malas, moodku sangat rendah sekarang.Dengusan nafas berat beberapa kali keluar dari hidungku. Benar-benar malas.CtekCya melentikkan jarinya di hadapanku, membuatku menoleh ke arahnya."Val. Kusam banget dari tadi pagi.""Hm.. males banget aku Cy. Ntah lah, ngak ngerti."Cya merangkulku. "Jessen?"Aku terkejut mendengar kalimat Cya. Jadi selama ini Cya juga merasa bahwa aku menyukai Jessen?"Tenang aja Val. Aku nggak bakal ember kok. Aku mengerti perasaanmu."Aku mengerucutkan bibirku. "Hm. Aku sangat tak bersemangat Cy."Cya memelukku. "Udahlah Val. Kalau dia memang jodohmu. Pasti kalian bakal ketemu lagi kok."Aku mengangguk dalam dekapan Cya.Cletak"Aduh." Pekik Cya pelan."Hei gila. Ngapain kau nyentil jidatku. Kurang ajar kau ya!"Cya tampak memaki seseorang di belakangku sambil memegangi jidatn