Sudah hampir satu minggu Deven tak mau berbicara dengan Nada. Bahkan hanya sebuah sapaan saja, Deven tidak mau menimpal. Seberapa besar Nada membujuk, anak itu tetap merajuk. “Mama tahu kalau Mama salah. Mama tahu, kesalahan Mama tidak semudah itu untuk dimaafkan. Tapi, Deven harus tahu dan mengerti posisi Mama,” ucap Nada yang kini sedang bersimpuh di hadapan sang anak, yang sedang duduk di tepian kasur. Deven hanya menatap sang ibu dengan tatapan yang datar. Selama tujuh tahun dia bersama dengan sang ibu, baru kali ini Deven merasakan kecewa yang teramat dalam. “Aku tidak mengerti, kalau Mama tidak memberitahuku!”Melihat sang ibu yang sudah kelelahan, akhirnya hati kecil anak itu terkeruk. Deven pun membuka mulutnya. Walau kecewa, tapi Deven tetap merasa kasihan melihat wajah ibunya yang sayu.“Apa kamu akan mengerti jika Mama menceritakannya?” Deven mengedikan bahunya, “I dunno. Tapi aku berharap Mama menceritakan hal itu, sekali pun aku tidak mengerti.”“Baiklah, Mama akan ce
Tidak banyak yang bisa dilakukan Adrian sekarang. Dia hanya bisa melihat Nada dari kejauhan. Bahkan tadi pagi saja, saat Adrian melihat Nada didatangi oleh jurnalis, dia tak sanggup untuk membantunya. Adrian masih belum memiliki keberanian untuk menemui Nada, apalagi dengan Deven. Adrian merasa dirinya sangat hina dan tidak pantas untuk sekedar bertatapan dengan mereka berdua. “Mas Andre, Mbak Clara, maafkan aku,” isak Adrian, yang kini sedang berada di pusara kedua orang tua Nada.Setelah merenung dan berdiam diri selama beberapa hari. Adrian merasa dirinya sangat-sangat tidak bertanggung jawab; baik pada Nada dan juga kedua orang tuanya yang sudah tiada. “Padahal aku sudah berjanji untuk menjaga putri kalian satu-satunya. Tapi, aku malah ….”Adrian tak kuasa melanjutkan kalimatnya. Dadanya sesak dan tenggorokannya tercekat sekarang. Membayangkan betapa bajingannya dia, yang sudah melukai kehormatan keponakannya sendiri. Bahkan sampai memiliki anak dari hubungan terlarang, yang s
Adrian masih tinggal di apartemennya. Sekarang dia sedang membuka laptop dan mencari informasi tentang orang yang diduga menjebaknya. “Aku harus mencari bukti dan kelemahan pria tua itu!” gumam Adrian dengan matanya yang tajam menatap layar yang menyala. Tidak ada lagi perasaan segan dan hormat Adrian pada Calvin. Meskipun masih sebuah dugaan, tapi bagi Adrian itu sudah sangat jelas. “Ah, kenapa dia seolah sempurna tak ada cela?” desah Adrian frustrasi, ketika mendapati berita-berita yang berkaitan dengan Calvin dan keluarga Winata.Namun, sebuah notifikasi surel mengalihkan fokus Adrian. Matanya menyipit dan mengarahkan krusor pada pemberitahuan yang muncul di layar kanan bawah laptopnya. Melihat nama perngirim surel yang nampak tak asing, membuat Adrian langsung membuka pesan elektronik tersebut.Pupil hitam milik Adrian perlahan membulat, ketika membaca pesan yang dikirimkan oleh seseorang bernama Pranadipta [From: Pranadipta2012, to: Adrian Pradipta.Aku beri kamu waktu 1x24 j
Wanita yang Adrian lihat kemarin malam sungguh sangat asing. Apa mungkin Calvin menyuruh orang lain? Lamunannya buyar, ketika mendapatkan panggilan dari Bi Inah. Adrian segera mengangkat panggilan tersebut. “Ya, kenapa, Bi?” tanya Adrian. “Nyonya minta Mas Adrian datang ke rumah sakit. Sekarang, ya, Mas!”Panggilan itu pun berakhir. Adrian segera bergegas untuk pergi. Akhirnya dia tiba di rumah sakit. Kemudian Adrian segera membuka pintu kamar rawat inap ibundanya, dan ternyata sudah ada Nada di sana. “Om?” Nada mendongak dan berdiri saat melihat kedatangan Adrian. Adrian juga sedikit terkejut, karena mendapati sosok Nada. Dia hanya tersenyum dan langsung mendekat ke arah Eva. Berusaha bersikap biasa saja, walau tiba-tiba perasaannya tidak enak sekarang.“Mama bagaimana kondisinya sekarang?” tanya Adrian berbasa-basi. “Masih sama. Mama hanya bisa berbaring seperti ini. Tangan kiri Mama pun sudah tidak bisa digerakkan,” terang Eva. Seketika air muka Nada dan Adrian berubah menja
Kehidupan Nada perlahan kembali normal. Kasus viralnya perlahan mulai dilupakan publik. Penggemar garis keras Sindy pun sudah tidak sering menghujat dirinya. Pasalnya film milik Sindy sudah tayang di layar lebar. Victory terlihat tidak goyah. Semua media berhasil dibungkam oleh Calvin, sehingga berita tentang Adrian dan Nada tidak naik lagi ke permukaan. Reshuffle yang diagendakan Adrian pun batal. Calvin tidak berniat mengganti orang-orangnya. “Nada, untuk meeting nanti siang, saya minta ruangan yang lebih besar, ya. Tolong dipersiapkan dari sekarang!” ucap Darell yang baru saja tiba di kantornya. Mendengar perintah Darell, Nada pun bangkit dan langsung mengangguk. Beruntunglah Nada memiliki atasan seperti Darell. Karena ketika Nada sedang mengalami masa kesulitan, dia seolah tidak percaya dan tetap memperlakukan Nada seperti biasa. “Pak, maaf, untuk data yang Bapak minta sampai sekarang saya belum bisa menyelesaikannya. Karena data dari lapangan yang belum juga diserahkan pada sa
Wanita bersurai hitam sebahu itu berdiri sambil bersandar pada daun pintu. Wajahnya menegang dan dadanya pun naik turun sekarang.“Siapa, Sayang?” tanya seorang laki-laki dengan wajah sedikit pucat, bertanya pada Ara—wanita yang kini sedang terlihat gelisah.“Hah?” Ara terkesiap, dan langsung mengarahkan pandangannya pada sosok laki-laki yang sudah menjadi suaminya hampir tujuh tahun terakhir.“Oh … bukan, bukan siapa-siapa. Dia orang yang nyasar karena salah alamat,” jawab Ara sambil tersenyum canggung.Namun, pria itu mengintip pada jendela, dan masih bisa melihat tamunya berdiri di pekarangan rumah.“Tapi dia masih diam di sana, Ara,” ucap pria itu lagi.Ara sontak menggeleng cepat. Dia beranjak dari tempatnya berdiri, lalu menghampiri suaminya.“Sudah, Mas Sultan dia bukan siapa-siapa. Lebih baik kamu beristirahat. Obat yang tadi sudah diminum?” tanya Ara.Sultan hanya mengangguk, lalu Ara tersenyum sambil menatap wajah suaminya.“Kalau begitu Mas tinggal istirahat saja. Lusa kita
Jakarta, 33 tahun yang lalu. “Papa serius? Kita akan adopsi anak?” tanya seorang wanita setengah berbisik. Terlihat wanita itu masih sangat muda, mungkin umurnya sekitar tiga puluhan. Saat ini wanita itu sedang berada di dalam mobil bersama dengan seorang pria dewasa dan juga remaja laki-laki. “Terus kenapa harus bawa Andre segala?” tanyanya lagi. Pria dewasa itu membuka seat belt-nya, seraya bergeser dan menatap wajah istrinya. “Serius, Ma. Kita memang tidak akan langsung adopsi anak hari ini, tapi melihat-lihat dulu. Andre sengaja Papa bawa, supaya dia bisa untuk memilih. Bagaimanapun nantinya anak itu akan menjadi adiknya,” terangnya. Wanita itu menoleh ke belakang, lalu mendapatkan sambutan berupa senyuman dari remaja laki-laki yang bernama Andre. “Papa sudah cerita padaku, Mama Eva. Aku pun menyetujuinya, lagi pula mengadopsi anak bukan sesuatu hal yang buruk, bukan?” timpal Andre, remaja yang saat ini berusia tujuh belas tahun. Eva hanya tersenyum mendengar jawaban dari
Nada hanya tertegun mendengarkan cerita yang disampaikan Ara barusan. Ternyata ada hal seperti ini di keluarganya. Nada tidak menyangka kalau keluarganya itu mempercayai hal yang dianggap mistis.“Jadi, semua karena dendam masa kecil?” tanya Nada dengan matanya yang sudah mulai berair.Dusta rasanya jika Nada tidak memiliki perasaan simpati sedikit pada Ara. Kalau dia di posisi Ara, mungkin akan merasakan hal yang sama. Sama-sama merasakan dibohongi. Namun, Nada tidak akan memilih untuk melakukan hal yang sama seperti Ara, yaitu balas dendam.“Iya. Jujur, aku merasa sangat marah, emosi dan iri melihat kesuksesan Adrian. Seharusnya akulah yang ada di posisi itu.” Ada amarah dari setiap kalimat yang terucap dari mulut Ara.“Aku memang tidak muluk-muluk, maksudnya aku tidak sampai bermimpi untuk menjadi pimpinan perusahaan. Hanya saja, mimpiku itu adalah memiliki keluarga impian. Dan, saat itu Adrian menghancurkan mimpi indahku yang tinggal selangkah lagi!” imbuhnya dengan perasaan kecew