“Kinan... apakah wanita itu sejahat itu, Pak Fathan?”Fathan sekilas menoleh ke arah Rania.”Apa kamu pikir wanita yang merayu suami orang itu adalah orang baik?”Rania tersenyum getir, ia memang tidak menganggap Kinan adalah orang baik, tapi berusaha melenyapkan nyawa itu adalah orang yang sangat jahat dan Rania tidak habis pikir, kenapa Faiz harus jatuh cinta pada wanita seperti itu.“Ah, aku rasa bukan Kinan,“ sahut Rania ragu.“Ya, itu ‘kan baru dugaan, dan aku curiga pada Kinan, tapi kalau kamu masih ragu, waktu yang akan membuktikannya,” Fathan terlihat menghela napas pelan dan kembali fokus menyetir.“Kamu sudah makan?”Rania terbengong, ketika pria di sampingnya kini tidak lagi menyebut Bu Rania.“Bolehkan aku hanya menyebut namamu sekarang?” pinta Fathan sekali lagi dan itu membuat Rania gugup.“Boleh Pak Fathan.”Rania tersipu malu, tapi ia menyadari dirinya bukanlah seorang gadis, yang berbunga-bunga ketika seorang pemuda memberi perhatian. Baginya Fathan adalah orang ba
Larasati hanya menghela napas kesal, melihat sikap Safa, ia menatap punggung kecil cucu satu-satunya itu. Lalu Larasati menghubungi Faiz, lama ponsel Faiz tidak diangkat dan itu membuat Larasati kesal, jam dinding rumahnya menunjukkan pukul sembilan malam.Akhirnya panggilan ponsel, terjawab.“Hallo Bu, ada apa?” tanya Faiz di seberang ponsel.“Faiz, kamu dimana?”“Aku bersama Kinan di apartemen.”“Faiz, kamu jangan memikirkan dirimu saja dong, pikirkan Safa, dia sekarang ada di rumah ibu.” Larasati menghela napas sebentar kemudian melanjutkan pembicaraannya.”Kapan kamu pulang, Safa mengeluh kamu mulai mengabaikannya,” lanjut Larasati.“Itu perasaan Safa saja Bu, biasalah anak ABG, cari perhatian, dia sudah besar bisa melakukan keperluannya sendiri, kalau mau makan tinggal pesan di aplikasi makan ‘kan, kalau mau kemana-mana tinggal pakai ojek on
Rania meraih tangan Safa. ”Sekarang kamu sudah pandai menilai orang, waktu itu kamu sangat membanggakan Tante Kinan, tapi sekarang kenapa jadi sedih.”“Maafkan Safa, Mah, saat itu Safa terpikat dan kagum pada sosok wanita yang selalu berpenampilan cantik dan seorang pengusaha, rasanya sebagai wanita, Tante Kinan adalah wanita yang sempurna, tapi ternyata Mamah adalah wanita yang paling sempurna di dunia ini.” Safa tersenyum kecil.Rania membalas senyuman dan pujian Safa. ”Terima Kasih sayang, makanlah nanti baksonya keburu dingin. Maaf Mamah hanya bisa mentraktirmu di warung bakso bukan di kafe atau restoran,” timpal Rania terlihat sedih“Enak kok Mah, baksonya.” Safa tertawa, diikuti Rania, keduanya tampak akrab kembali tidak ada ketegangan seperti beberapa bulan yang lalu.****Sementara Faiz merayakan status dudanya bersama Kinan di sebuah restoran bintang lima yang mewah, iringan musik mengiringi gerak langkah mereka di lantai dansa.“Sebentar lagi kita menjadi pasangan suami ist
Rania sudah duduk di kursi sebuah ruangan, hari ini ia mendapat panggilan dari Pak Fahri kepala HRD RS Medika Internasional.Pak Fahri telihat memasuki ruangannya, dengan wajah angkuhnya, pria yang merasa berkuasa itu duduk di kursi kebesarannya. Menatap Rania lekat seakan matanya sedang menelanjangi tubuh wanita yang sedang duduk dengan menunduk itu.“Rania..” panggil Fahri.Rania baru mengangkat wajahnya, “Iya Pak.” jawab Rania singkat.“Aku sebenarnya ingin membicarakan masalah pribadi denganmu,” Fahri ragu dengan ucapannya, ia menjedanya dan itu membuat Rania penasaran.“Masalah pribadi?”“Kamu sekarang sudah berstatus janda ‘kan, mau kan nanti setelah sepulang dari kerja ikut aku, makan malam berdua,” ajak Fahri.“Maaf Pak, saya tidak ada waktu untuk makan malam, saya mengikuti kelas memasak selepas kerja setelah itu pulang beristirahat.”
Satu minggu sudah Rania bekerja di restoran, sebagai pramusaji. Saat ini ia sedang sibuk melayani pengunjung dari meja ke meja, sesekali tangannya mengusap peluh di keningnya. Dan ia tak menyangka siang itu Dinda, Larasati dan juga Kinan ada di salah satu meja restoran. Sebenarnya Rania mau menghindari tapi apa boleh buat, tidak ada karyawan lain yang menggantikannya, dengan perasaan kacau dan kesal ia menghampiri meja dimana tiga orang yang dibencinya duduk.“Rania...jadi kamu menjadi pelayan restoran,” ucap Larasati.“Woow sebuah kejutan mantan kakak ipar yang melayaniku,” timpal Dinda tak kalah ketus.“Sudah kuduga, kamu kembali ke kastamu, bercerai dengan Faiz,” sela Larasati.“Rania, besok datang ke pernikahan Mas Faiz dan aku, Safa sudah mengantarkan undangannya ‘kan?”“Aku pasti datang, kalian akan makan apa, cepatlah pesan,” Rania menyodornkan daftar menu ke atas meja.Kinan meraih daftar menu. ”Restoran ini langgananku, biasanya pramusaji sudah tahu apa yang akan aku pesan,”
Faiz dan Kinan menebar senyum dan tawa bahagia, Rania mencoba bersikap tenang, sesekali berbicara dengan tetangga Larasati yang menanyakan kabarnya, banyak dari mereka menyayangkan sikap Faiz.“Mba Rani, aku nggak habis pikir ternyata Faiz, bisa mengkhianati berselingkuh dengan Kinan, setahuku dulu Kinan menjadi kekasih Faiz, tapi Kinan memilih pergi merantau, sudah bagus menikahi Mba Rani, yang mau menemani Faiz dari belum menjadi siapa-siapa sampai sekarang bekerja di kantor pemerintahan,” ujar seorang ibu.“Mungkin kami hanya berjodoh sampai tujuh belas tahun pernikahan,” jawab Rania Datar.“Tapi, Kinan sekarang menjadi wanita sukses punya usaha butik dan salon, tentu saja Faiz lebih memilih Kinan,” tukas seorag Ibu satunya.Daripada mendengar ocehan ibu-ibu yang tidak ada gunanya Rania memilih berrpamitan pergi.Langkah Rania menuju luar ballroom, matahari tepat di atas kepala, hari ini Rania izin tidak masuk kerja, dan setelah pulang dari acara pernikahan mantan suaminya, Rania
Tak bisa digambarkan bahagianya Rania atas permintaan Bu Fatma, dipercayai menjadi asisten cheff di restoran berbintang adalah suatu keajaiban bagi wanita sederhana seperti dirinya. Senyum terus mengembang di wajah Rania, ketika jalan yang terasa sulit seakan dibuka bergitu lebar.Masih ada orang-orang baik di antara orang–orang jahat, itu kehidupan. Dan Rania semakin tahu bagaimana harus menyikapi kehidupan, keterpurukan, kesulitan adalah bagian dari pelajaran hidup.Sementara Joko mengebrak meja kerjanya, setelah Fatma, pergi.“Sial Bu Fatma selama ini tidak pernah mencampuri keputusanku, dan saat ini merusak segalanya, ternyata Rania adalah murid kelas memasaknya,” gerutu Joko dengan wajah masamnya.***Siang itu Rania menjalankan tugas pertamanya sebagian asisten cheff, baju khas putih dan penutup kepala khas seorang cheff. Dengan sedikit arahan dari kepala cheff, Rania sudah paham dan mengerti.Tepat di jam makan siang restoran begitu ramai, dan kebetulan dapur dipegang oleh s
Rania meletakkan cangkir di atas meja, menatap dalam Fatma yang tampak mengeryitkan dahi.“Dokter Fathan mencurigai sesuatu Bu Fatma, satu minggu sebelum kecelakaan terjadi, Pak Bima mengrim surel pada Dokter Fathan, sebenarnya Pak Bima, menyesal menikahi Kinan, dan berniat kembali rujuk dengan Bu Fatma, tapi sayang sebelum niat itu terwujud maut lebih dulu menjemput.”“Benarkah Ran. “Rania mengangguk, Fatma meneteskan air mata, ia tak menyangka di akhir hidup Bima, pria itu menyesali perbuatannya. ”Lalu Ran, apa yang membuat Fathan curiga.”“Dalam darah Pak Bima ada kandungan obat tidur, jika Pak Bima sengaja minum obat tidur, tidak mungkin ‘kan, ia menyetir mobilnya sendiri?”Fatma kembali menarik napas dalam, dadanya terasa sesak, mendengar pernyataan Rania.“Kamu benar Ran, apa mungkin Kinan pelakunya, waktu di restoran malam itu, Bima datang sendiri.&rd