Mobil yang di kendarai Fathan melaju menuju tempat wisata dunia fantasi, Abel memang terlihat senang, tapi ia merasa canggung. Setibanya disana, Haralina menggandeng tangan Abela, dan berjalan menyusuri area wisata itu, sementara Fathan, mengikuti dari belakang. Beberapa wahana, sudah mereka nikmati, Abela terlihat kelelahan, lalu Fathan, mengajaknya istirahat, dan membeli makanan ringan dan es krim. Mereka duduk bertiga layaknya keluarga kecil yang bahagia.Tiba-tiba dua orang reporter datang dan langsung merekam kebersamaan Fathan“Selamat siang Pak Fathan, bukankah Anda Bu Harafa, istri Pak Fathan, yang dinyatakan hilang dalam kecelakaan itu? Jadi anda belum meninggal?” Cerocos seorang reporter wanita.Fathan yang melihat itu geram, tapi sebaliknya, Haralina, tersenyum, dan menyambut ramah reporter .“Saya selamat dari kecelakaan, dan hilang ingatan selama dua tahun, dan saat ini ingatan saya pulih, oleh karena itu saya kembali kerumah suamiku,” jawab Haralina pelan namun tegas.“
Rania melangkah keluar menuju pintu, tiba-tiba tangannya di tarik Fathan.“Berhenti, biar aku yang keluar, kamu perlu waktu untuk meredam emosimu, tapi kamu harus tahu, aku menikahimu itu karena aku menginginkanmu berada disampingku, selamanya,” ucap Fathan.Perlahan Fathan melepas tangannya dari lengan Rania, wanita yang saat itu sedang marah, hanya diam membisu, batinnya terkoyak.Fathan melangkah lebar menuju pintu, dan ia pun pergi, Rania masuk ke dalam kamar, tenggelam kembali dalam tangisnya.Fathan keluar dari lift dan tanpa disangka, ia disambut pukulan keras mengenai perutnya.Dug! “Kamu lelaki pengecut, bisa-bisanya menikahi Rania, padahal masih beristri!” gertak Faiz.Safa kualahan menenangkan Papahnya. ”Pah..sudah Pah.”Fathan tak mau mengalah, ia meninju wajah Faiz, perkelahian dua pria tertubuh tegap berlangsung sengit, hingga dua security turun tangan melerai Faiz dan Fathan.“Jangan campuri urusan piribadiku Pak Faiz, atau kamu akan menyesal, telah berurusan denganku!”
“Aku akhiri rapat ini. Dan aku jamin, masalah pribadiku dan kembalinya Harafa tidak akan menganggu reputasi rumah sakit ini,” tegas Fathan.“Pak Fathan, rumah sakit ini bernama Harafa Hospital, alangkah baiknya, jika Bu Harafa juga ikut terlibat dalam manajemen rumah sakit,” saran dari seorang pemegang saham .“Harafa tidak akan terlibat dalam manajemen , rumah sakit ini aku dirikan satu tahu yang lalu, tidak ada andil sedikitpun dari Harafa, aku memberi nama ‘Harafa’ untuk mengenang keberadaanya, jadi tidak ada sangkut pautnya dengan manajemen rumah sakit ini, aku sudah berkompeten dan berpengalaman di bidangku. Aku tahu kemampuan seseorang yang bisa membawa Harafa Hospital, pada puncak kejayaan, jadi aku ingin kalian menghargai, diriku sebagai pemilik dan direktur rumah sakit,”tegas FathanLalu Fathan mengakhiri rapat, walau ada beberapa dewan direksi dan pemegang saham yang masih ragu dengan masalah yang dihadapi Fathan, tapi akhirnya mereka menerima keputusan Fathan.Sementara i
Abel, bikin mami terkejut,”ujar Haralina“Mami, yuk kita naik prahu, “ajak Abela.“Boleh, yuk...”Haralina, bangkit dari duduknya , dan keluar kamar, lalu berjalan menuju samping rumah, terlihat Abela, sudah berjalan mendekati Danau. Sebuah perahu kecil, ada ditepi danau.“Awas hati-hati Abel,”ujar Haralina.“Iya Mami.”Abela berjalan pelan, menuju perahu, tapi naas ia terpeleset, dan kecebur di danau, secepat kilat Haralina , masuk kedalam air dan berenang menyelamatkan Abela.Napas keduanya terengah-engah, sampai ditepi Danau.“Abela, kamu bikin jantungku mau copot,”gertak Haralina kesal“Maaf Mami.”Abela juga terlihat shock, bukan karena ia tercebur, tapi ia melihat keanehhan pada wanita yang berada disampingnya itu.“Mami sudah nggak mood lagi naik perahu, sekarang kamu ganti baju, dan masuk ke dalam kamar, saja,”suruh Haralina, dengan baju yang basah kuyub juga.Abel berjalan pelan menuruti perintah Haralina, gadis berusia sepuluh tahun itu, bergegas masuk kedalam rumah, membe
Fathan mengusap rambut Abela. ”Jangan dipikirkan, seseorang bisa berubah, apalagi kita berpisah dari Mami Hara dua tahun,” jawab Fathan menenangkan hati putri kecilnya itu.Tapi dalam hati, Fathan sangat terganggu dengan pernyataan Abela, mungkinkah Harafa berubah sedratis itu dalam waktu dua tahun.Fathan mengajak Abel, untuk makan malam bersama, lalu keduanya keluar kamar dan menuju ruang makan, sampai disana terlihat Haralina sudah selesai makan.“Maaf Mas, aku makan duluan, soalnya sudah lapar banget, oh... ya aku tidur dimana?”“Kamu tidur di palvilium tamu, biar Bi Surti yang mengantarmu,”suruh Fathan dengan tegas.“Okay, aku bisa tidur dimana saja, asalkan dekat dengan Abel,”balas Harlina, lau mencium pipi Abela.Haralina lalu melangkah pergi mengikuti Bi Surti, yang akan menunjukkan palvilium tamu, yang terletak didepan rumah utama.“Nyonya Hara, apa perlu aku siapkan susu hangat sebelum tidur?”“Tidak, aku tidak suka susu, siapkan saja air mineral dan minuman soda, ada ‘kan?”
Setelah rapat usai, Fathan kembali ke ruangannya, beberapa jam lagi akan diadakan konfrensi pers, untuk meredam kekacauan, yang menimpa Harafa Hospital, tapi Fathan cemas, ini berarti hubungannya dengan Rania semakin rumit.Fathan menghubungi Fadil, sang pengacara. “Pak Fadil, datanglah ke kantorku, sekarang kita perlu bicara!” perintah Fathan.“Baik Pak , 30 menit saya akan sampai di kantor Bapak,” balas Fadil.Kemudian Fathan berlanjut menghubungi Rania, tak lama ponselpun terhubung.“Ran, bagaimana keadaanmu?”“Kenapa masih menanyakan keadaanku Mas, kamu tahu betapa hancurnya diriku. Lihat anggapan publik, terhadapku, aku seperti wanita rendah, dan saat bersembunyi karena takut di hujat,” gertak Rania.“Sabar Ran, kamu harus percaya padaku, ini tak akan lama.” Fathan menghela napasnya.”Nanti sore aku akan membuat pernyataan pada media, apa yang aku katakan nanti, itu hanya untuk meredam, gosip yang bereder, dan demi Harafa Hospital,” lanjut Fathan lagi.“Terserah, apa yang ingin
“Mamah!” teriak Safa.”Papah kenapa?”“Safa cepat panggil ambulance, Papahmu terluka, ia banyak keluar darah!”suruh Rania, dengan nada gemetar.Safa meraih ponsel, dan melaksanakan perintah ibunya. Faiz masih tak berdaya, rupanya pecahan vas yang terbuat dari kaca merobek kulit kepala Faiz.Safa dan Rania gemetar saling berpelukan menatap nanar tubuh yang berlumuran darah itu, tak lama petugas ambulance datang dan segera menangani Faiz.Safa dan Rania mengikuti ambulance, menuju Harafa Hospital, setelah sampai disana, Faiz langsung ditangani team dokter.“Pasien banyak kehiangan darah,”ucap dokter.Rania dan Safa terduduk lemas, hanya bisa menunggu di depan ruang UGD“Mah..apa yang terjadi? Mamah melukai Papah?”tanya Safa bernada sedih.“Papahmu, ingin melecehkan Mamah, Safa. Aku reflek ingin melindungi harga diriku,”jawab Rania. Sambil berdiri dan berjalan mondar –mandir.”Aku sudah bilang padamu ‘kan, jangan pernah bercerita apapun tentang masalah Mamah, jika kamu ingin bertemu Papahm
Dengan langkah lebar, dan raut wajah memendam amarah, Fathan menuju kamar perawatan Faiz. Saat itu Faiz sendiri didalam kamar, karena Larasati pergi ke kantin rumah sakit untuk sarapan.Brak! Pintu dibuka kasar, kemudian ditutup kembali dan dikunci, Faiz terkejut, tapi ia tak heran, jika Fathan datang dalam keadaan marah.“Baguslah, Rania, sudah memberimu pelajaran, aku harap setelah ini kamu sadar, jika Rania sudah muak denganmu!”gertak Fathan.Faiz tersenyum getir, seraya menahan pening di kepalanya. ”Fathan, entah apa yang terjadi denganku, aku semakin mengilai Rania, disaat kami sudah terpisah, rasanya aku tak pernah akan menyerah, walau nyawa di ujung tanduk sekalipun,” balas FaizPernyatatan Faiz membuat geram Fathan.”Aku bisa saja menyuntikmu dengan obat mematikan, jadi jangan coba-coba kamu mengancamku atau bahkan mendekati Rania, aku sudah bilang, jika kamu ingin mendapatkan Rania kembali langkahi dulu mayatku!”“Lenyapkan aku sekarang, ini kesempatanmu mumpung aku tak ber