Share

Jadi Pembantu

Dua Belas

"To-long, kasihani kami Mella ...," pintanya. Lagi menggunakan air mata, sambil bersimpuh penuh derita.

Berdecak sebal. Kutatap beliau, yang datang seorang diri tanpa ditemani kedua anak kebanggaannya.

Kenapa hari-hariku seakan sibuk? Justru dengan kehadiran mereka, yang datang silih berganti. "Bu, coba bangun! Kenapa lagi? Apaaa ucapanku kemarin belum jelas?"

Bukan jawaban yang kudengar, melainkan jeritan suaranya yang didominasi dengan tangisan pilu. Kalau sudah begini, aku bisa apa?

"Ibu lapar ...," sahutnya. Lantas menunduk lebih dalam, seakan malu dengan apa yang baru saja diucapkan. "Afdal jatuh miskin, nggak ada duit buat sekadar beli makanan."

Mendelik tajam, aku menelisik wajahnya. Takut jika beliau sedang drama, demi meraup hartaku yang susah payah didapat.

Merogoh uang dalam tas branded, satu lembar berwarna merah kuselipkan pada tangan beliau. Cukuplah untuk makan hari ini, bersyukur aku masih baik.

Bila ingat perlakuannya tempo lalu, mana sudi memberi sepeser
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status