Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya

Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya

Oleh:  Fitriyani  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
25Bab
528Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Mella janda muda, yang dituding mandul ingin membalaskan dendam pada mantan suami dan keluarganya. Bersikap cantik dan elegan, mampukah ia melewatinya dengan baik?

Lihat lebih banyak
Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
25 Bab
Bertemu Sang Mantan
Satu***"Sok, cantik kamu!" ucap Bang Afdal, menatap penampilanku lekat. Seperti sedang menelanjangi, bahkan mulutnya terus dibiarkan menganga lebar. Hingga lupa untuk ditutup!Memang aku cantik! Kamu saja yang buta, dengan bodohnya membuang berlian asli demi yang KW. Itu loh, wanita barumu yang katanya akan segera menikah.Aku melempar senyum, mengibaskan rambut panjang yang tergerai indah. "Apa kabar Bang? Lama nggak jumpa, ternyata secepat itu kamu move on." Kutunjuk wanita yang cantiknya tak lebih dariku, hanya bermodalkan tubuh ramping dan keseksian dengan belahan dada terpampang nyata.Keduanya sama-sama mendengkus, kenapa? Apa pertanyaanku ada yang salah? "Nggak usah banyak basa-basi deh, enek tahu nggak? Jelaslah aku move on," sahut Bang Afdal. Merangkul sang pujaan, dengan mesra. Menumbuhkan rasa cemburu, yang berkobar dalam diri. "Andini, jauh lebih baik dari kamu. Dan satu lagi, dia bukan wanita penipu."Dahiku mengernyit bingung, demi menanggapi ucapan mantan suami. Peni
Baca selengkapnya
Belahan Jiwa Yang Sudah Bersama Wanita Lain
Dua***Dadaku bergemuruh hebat, menahan sesak di dada. Menatap dua sejoli tengah duduk di pelaminan, dengan rasa gembira terpancar nyata.Kugigit bibir, merasakan perih di sekitar sana. Namun, hatiku jauh lebih sakit ... Atas pemandangan hari ini. Menyaksikan pernikahan sang mantan, bersama wanita lain. Tahan, Mella. Haram bagimu untuk menjatuhkan air mata di sini, mereka tak akan merasa iba. Justru sebaliknya, bahagia di atas penderitaan yang tengah mencabik. Kesedihanku makin bertambah, sebab, memutuskan untuk datang seorang diri. Arghhh dasar kamu, Mella! Modal nekat, datang ke nikahan mantan lebih menyeramkan dari sekadar bertemu hantu. "Apa kabar Mella? Mantan mantuku, yang mandul juga miskin?" tanya seseorang, menghentikkan langkah yang sudah mantap ingin menaiki pelaminan untuk memberi selamat.Aku mendesah enggan, berbalik badan. Mendapati mantan mertua, yang tengah berkacak pinggang. Allahu Akbar, ujian apa lagi ini? Kenapa harus membawa embel-embel mandul dan miskin? Du
Baca selengkapnya
Luka Yang Sama
Tiga***Sebulan berlalu, dan sang mantanpun sudah menikah dengan wanita lain. Namun, rasa cinta ini seakan enggan untuk pergi. Harusnya, perasaan lenyap seiring dengan luka yang dia beri. Cintaku memang buta untuk dia, perlu tambatan hati yang baru. Tapi pada siapa? Menjadikan seseorang untuk pelampiasan, bukannya sesuatu yang tak baik? Mengetuk kepala dengan keras, berharap rasa itu segera pergi. Menjelma menjadi benci dan dendam, yang ingin segera terlampiaskan.Harusnya cinta kita masih bisa disatukan, kalau saja tak ada aral melintang. Mertua selalu menjadi hambatan utama, belum lagi kehadiran ipar. Semua begitu ribet, membuat tali pernikahan kami tercerai berai. Menahan sesak di dada, kuhapus bulir bening yang sempat berjatuhan. Tak mudah menjalani hidup tanpa dia, cinta sejati yang kukira akan terpisah hanya karena ajal. Kutatap lekat, sebuah foto yang masih tersimpan di dalam ponsel. Dia yang tampan, rupanya hanya terbungkus dari penampilan luar. Dalamnya begitu busuk, men
Baca selengkapnya
Pertemuan Selanjutnya
Empat***"Andini hamil. Dan bukti tersebut, cukup kuat untuk menjabarkan siapa yang tengah mengalami kemandulan di sini." Jiwaku sakit seakan tak berkesudahan, doaku tempo lalu rupanya tak diijabah. Dunia masih senang mempermainkan diri, dengan kabar menyesakkan. "Benarkah? Yakin, kalau itu benar-benar anakmu? Kalau dia bohong gimana?" cecarku, jelas masih menampik kenyataan yang ada. Kenapa hanya bersama Andin, cepat sekali Bang Afdal mendapat momongan?Tercekat dengan informasi yang ada, kunikmati segelas jus jeruk. Demi menetralkan segala asa, rela bertemu dirinya di sebuah Kafe. Sialnya, hanya untuk mendengar kabar bahagia yang jelas menusuk hati. "Jangan asal bicara kamu, Mell! Andin wanita kaya jua terhormat, tidak mungkin berbuat demikian." Mendengkus sebal, otakku terasa buntu untuk menjawab segala hal yang keluar dari mulutnya."Kamu ... Kerja apa sih? Tiap hari bawa mobil sendiri, penampilan juga ok banget. Kenapa nggak dari dulu, saat kita masih bersama? Mungkin, bisa ku
Baca selengkapnya
Komplain Dari Sang Youtuber
Lima***Hari yang suram, kantor kembali kedatangan tamu. Tubuhku seakan menegang, menatap satu kertas di tangan. Di sana tercatat jelas bawa produk kosmetik yang tengah kujalani, menjadi salah satu pemakaian berbahaya. Menekan kepala dengan keras, rasanya ini mustahil terjadi. Produk kami halal, sudah BPOM ada buktinya pula. Tidak mengandung zat berbahaya. Namun, wanita yang ngeyel itu tetap saja kekeuh dengan pendiriannya.Wanita cantik berbalut pakaian seksi, pasti dari kalangan atas. Hingga berani komplain langsung ke pusatnya, membuat diri merasa resah kala kesuksesan tengah berada di atas. Pikiranku tiba pada sosok Nyonya dan Tuan sewaktu kemarin, sedikit menerka bahwa ada sangkut-pautnya dengan kedatangan kemarin. Namun, bukti yang kuat amat dibutuhkan saat ini."Hello, gimana ini? Lihat wajahku, banyak bintik merah nggak jelas. Tanggung jawab kalian!" teriak si wanita, memegangi pipi sambil sesekali meringis. Drama apa ini? Dosakah jika aku berprasangka buruk pada orang tua
Baca selengkapnya
Hari yang Sibuk
Enam *** Udara di luar teramat dingin, begitu menusuk tulang. Namun, keadaan di rumah sang mantan justru terasa membara. Tuan dan Nyonya, merupakan orang paling sulit dalam mengucap kata maaf. Dengan sedikit ancaman, akhirnya Listi mau mengakui banyak hal. Mengumpulkan kami di sini, menuntut kejelasan atas apa yang sudah mereka perbuat. Tatapan tajam dari mereka, seakan menghunus jantung. Mendesah resah, aku sadar tak pernah sedikitpun diharapkan berada di rumah ini. Janji, aku nggak akan bawa ini ke jalur hukum. Asal, mereka mau mengucap kata maaf. Nggak lagi ganggu kehidupan aku, diri perlu jua ketenangan. "Kamu, punya Pabrik kosmetik? Nggak salah? Bukannya, kerjaan kamu hanya seorang PSK?" cecar Bang Afdal, jika sedang begini mulutnya berubah pedas bak seorang wanita dengan tingkat kelemesan. Jangan sok tahu kamu Bang! Selalu saja menilai aku dengan sesuka hati, tanpa memikirkan bagaimana perasaanku yang terus dituding dalam berbagai hal. "Jangan kebanyakan halu kamu
Baca selengkapnya
Sebuah Fakta Terbaru
Tujuh***Jantungku berdebar tak karuan, setengah jam berlalu hasil dari pemeriksaan belum jua keluar. Semoga masih ada harapan, duniaku akan sangat hancur jika sematan mandul memang benar adanya. Salahku, yang sedari dulu selalu menunda untuk memeriksakan diri. Kini, keluarga Bang Afdal seakan yakin bahwa akulah yang sedang bermasalah. Mendesah resah, otak mulai diselimuti banyak pikiran. "Mbak Mella," panggil seorang Suster. Membuat diri beranjak senang, "Silakan masuk, dokter sudah menunggu."Menarik napas panjang, langkahku terasa gontai. Ketakutan mulai menyergapi diri, ini merupakan kali pertama untuk aku. Senyum mengembang dari bibir sang dokter, kebetulan dia seorang wanita. Setidaknya lebih bisa mengerti, duduk dengan tenang beliau mulai membacakan hasil yang sudah kutunggu. "Jadi, kesimpulan dari semua yang sudah saya jelaskan. Mbak Mella ... Sehat, tidak sedang mengalami kemandulan." Alhamdulillah, air mataku menetes mengucap terima kasih berulang kali. Menatap hasil pe
Baca selengkapnya
Uang Ganti Rugi
Delapan***"Besar juga kantormu," pujanya. Namun, dengan suara yang terdengar ketus.Sekian lama tak berjumpa, entah apa yang membawa beliau datang. Dengan gaya khasnya, yang selalu menunjukkan ketidaksukaan.Netranya yang tajam, terus menyapu seluruh ruangan. Sesekali mulutnya mengoceh banyak hal, "Mella ... Ibu mau bicara."Aku mendengkus sebal, apa katanya tadi? Mau bicara? Nah, yang barusan apa? Ck, geram sudah rasanya. Merusak mood, yang sudah kubangun beberapa hari ke belakang."Bagi duit dong!" Tangan yang satu, dibiarkan menengadah. Tanpa rasa malu, "Anggap saja sebagai ganti rugi, 'kan selama menikah Afdal yang sudah banting tulang buatmu."Damn! Matre sekali dirimu, wahai mantan mertua! Sepeserpun aku tak sudi, membiarkan setiap jerih payah dinikmati olehmu! "Bu, itu 'kan kewajiban dia sebagai suami. Masa harus ganti rugi segala? Mana ada," elakku, tak mau diperalat begitu saja. "Banyak omong kamu! Katanya orang kaya, tapi, ngasih duit aja pelit. Lima puluh juta, lumayan
Baca selengkapnya
Mendadak Miskin
Sembilan***"Kesel aku sama kamu," kataku sambil melempar tas branded yang baru terbeli beberapa bulan lalu. Niat untuk pulkam, lagi tertahan karena ada satu hal penting yang tak bisa diwakilkan."Siapa sih orangnya? Memang, nggak bisa kamu tangani sendiri?"Mengibaskan rambut ke belakang, kutatap sekretaris tersebut. Menelisik wajah, yang tampak santai sambil tersenyum mencurigakan.Lagi, demi sebuah pekerjaan rela mengorbankan hati Ibu. Yang sudah meronta meminta pulang ke kampung halaman, beliau kekeuh ingin perginya bersama aku."Duitnya gede Mell," teriak Serly, antusias. Allahu Akbar, kalau sudah urusan yang satu itu dia memang parah. "Sayangnya, nih orang mau temu langsung sama kamu."Mendelik tajam, rasa kepoku seakan meronta. "Cepat katakan, dari Perusahaan mana dia?" Bukan menjawab, Serly hanya terkikik dengan senyum menggoda. Menyebalkan sekali, "Hm, dia ... Biasa masak. Kayak chef gitu."Netraku terbelalak sempurna mendengar pengakuan darinya. Chef? Lantas, apa urusannya
Baca selengkapnya
Menolak Lupa
Sepuluh ***"Mell, ini rumah aku juga 'kan? Segera, setelah kita rujuk semua akan kembali seperti yang dulu." Aku meneguk ludah, demi mendengar kehaluan sang mantan. Benar nggak ada akhlak, memutuskan seorang diri tanpa bertanya terlebih dulu.Ketiganya merangsek masuk ke dalam rumah, mengabaikan ketidaksukaan yang terpancar jelas di kedua netraku dan Ibu. Enak saja, aku tetap nggak sudi! Jangan harap, kalian ikut menikmati setiap apa yang sudah menjadi perjuanganku selama hidup. "Pede sekali kamu, bahkan kamu belum tanya. Mau atau nggaknya, udah menyimpulkan sendiri. Ck," sahutku berdecak sebal. Kok, ada spesies macam mereka? Benar-benar langka, ya kali urat malunya sudah putus. Kak Indri dan Ibunya, terus menatap rumahku dengan netra berbinar. Sesekali terdengar pujian dari bibir mereka, takjub dengan apa yang sudah kuperoleh. "Pasti mau, sayang. Aku tahu betul, kamu nggak bisa hidup tanpa aku! Lagian, kekayaan yang kamu miliki saat ini. Pasti bukan hasil sendiri, bisa jadi ban
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status