Share

Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya
Mantan Suamiku Tak Tahu Aku Kaya
Penulis: Fitriyani

Bertemu Sang Mantan

Satu

***

"Sok, cantik kamu!" ucap Bang Afdal, menatap penampilanku lekat. Seperti sedang menelanjangi, bahkan mulutnya terus dibiarkan menganga lebar. Hingga lupa untuk ditutup!

Memang aku cantik! Kamu saja yang buta, dengan bodohnya membuang berlian asli demi yang KW. Itu loh, wanita barumu yang katanya akan segera menikah.

Aku melempar senyum, mengibaskan rambut panjang yang tergerai indah. "Apa kabar Bang? Lama nggak jumpa, ternyata secepat itu kamu move on." Kutunjuk wanita yang cantiknya tak lebih dariku, hanya bermodalkan tubuh ramping dan keseksian dengan belahan dada terpampang nyata.

Keduanya sama-sama mendengkus, kenapa? Apa pertanyaanku ada yang salah?

"Nggak usah banyak basa-basi deh, enek tahu nggak? Jelaslah aku move on," sahut Bang Afdal. Merangkul sang pujaan, dengan mesra. Menumbuhkan rasa cemburu, yang berkobar dalam diri. "Andini, jauh lebih baik dari kamu. Dan satu lagi, dia bukan wanita penipu."

Dahiku mengernyit bingung, demi menanggapi ucapan mantan suami. Penipu katanya, aku tergelak. "Memang, aku menipu apa Bang?"

"Banyak hal. Salah satunya, penampilan kamu yang terbungkus bak orang kaya. Juga mobil mewah yang pasti harganya amat fantastis, dapat dari mana? Kalau bukan hasil, merebut suami orang. Mendekati Om-om misalnya." Aku meneguk ludah, tawaku lepas. Tak peduli dengan tatapan orang banyak, di mana kami sedang menghadiri pernikahan.

"Kamu lucu, Bang. Sepicik itu pikiranmu tentang aku, lupa bahwa kita pernah saling mencinta? Berbagi peluh di atas ranjang, dengan saling mendesah." Yesss, wajah tampannya bersemu merah. Tampak sang wanita mencubit pinggangnya dengan keras, hingga Bang Afdal meringis kesakitan.

"Aww, itu hanya masa lalu sayang. Jangan dengarkan dia! Please, percaya sama aku. Mella hanya sedang dibakar api cemburu, dia itu cinta mati sama Abang." Hueeek, mendengar ucapannya barusan. Membuat diri ingin segera mengeluarkan seluruh isi dalam perut, pede bener!

Kutatap sekeliling gedung, begitu ramai juga mewah. Sang mempelai wanita, adalah temanku dan Bang Afdal semasa SMA dulu.

Karena keterbatasan biaya, mau tidak mau aku harus mengalah. Dengan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, maklum kami hanya keluarga biasa bukan terlahir dari orang kaya.

Tentang kenapa aku dengannya sampai bercerai? Jawabannya, karena anak!

Bang Afdal dan keluarganya, menuduhku sebagai wanita mandul. Bayangkan lima tahun menikah, belum ada tanda-tanda akan hadirnya si jabang bayi.

Dan jurang kemiskinan, membuat mereka selalu menghina. Membandingkan aku dengan Andini, wanita konglomerat dengan warisan di mana-mana.

Arggggh, kenangan pahit tak perlulah untuk dikenang terlalu lama. Nyesek gaesss.

"Memang, wanita mandul seperti dia nggak pantas bersanding dengan kamu. Yang sempurna," ungkap Andini. Sembari bergelayut manja pada sesemantan, tahan Mella! Cemburu boleh, tapi, harus pake otak!

Aku tersenyum getir, terlalu banyak omong. Bikin suasana jadi nggak happy, sial. "Siapa yang mandul, aku atau kamu Bang? Perasaan kita belum ada sekalipun, cek ke dokter. Kaliaan, seenak udel menuduh sembarangan tanpa bukti!"

Kutatap mereka dengan tajam, kalau bukan karena tali pertemanan dengan sang mempelai. Malas aku bertemu dengan mereka, manusia tak punya adab!

"Pelankan suaramu Mella, nggak enak kalau yang lain dengar! Udahlah, kamu terima aja. Dengan sematan mandul, mana mungkin aku yang gagah perkasa mempunyai riwayat menjijikan seperti itu."

Menjijikan kata dia? Bukankah itu salah satu takdir Tuhan, yang bisa jadi untuk menguji kesabaran umat-Nya. Ish, bahasamu terlalu kasar. Memang, sejalan dengan kelakuannya selama ini.

"Benar sekali, Bang. Mella ini 'kan orang miskin, pasti banyak penyakit yang bersarang dalam tubuhnya. Beruntung, kamu nggak harus ketularan sama dia." Andini ikut menimpali, penyakit apa lagi? Gemar betul mereka, dalam membuat hatiku tercabik.

Mengabaikan tudingan mereka, aku memutuskan untuk mencicipi berbagai menu yang telah dihidangkan. Hati yang kuat, perlu diisi dengan banyak makanan.

Satu piring nasi, penuh dengan lauk tak lupa teman-temannya ikut berkumpul. Membuat Andin dan Bang Afdal, berdecak tak percaya.

"Kenapa kaliaan? Nggak makan? Lagi diet ya? Kasian." Aku mencebik, merasa bersyukur karena makan banyak tak pernah membuat bobot tubuh bertambah. Tetap di angka yang sama, ideal. Idaman para laki-laki, kecuali sesemantan yang tengah terjerat oleh pesona Andini.

"Malu aku, kalau yang lain tahu. Bahwa kamu adalah mantan istriku, porsi kayak kuli begitu." Mengendikkan bahu dengan tenang, Kutatap mereka sekilas. Kembali menikmati hidangan, tanpa merasa terganggu.

Dianggap bukan mantanpun. Sebenarnya aku nggak rugi, terbebas dari jerat mertua plus kakak ipar adalah hal paling membahagiakan.

Bang, siapkan mentalmu dengan kuat. Sekarang, aku bukan lagi Mella yang dulu. Miskin, dengan harga diri yang selalu terinjak.

Kamu bahkan nggak tahu, aku kaya usai kamu menghempas diriku. Semua karena apa? Kerja keras yang tak kenal lelah, juga motivasi dari kalian yang selalu memandang sebelah mata.

Mungkin, aku masih jauh dari Andini. Namun, yang ia dapat hari ini karena membanggakan sebuah warisan keluarga. Bukan jerih payahnya sendiri.

Usai makan, aku berniat untuk menghampiri Rissa. Teman sekaligus sahabat sewaktu SMA, entah ke mana perginya pasangan menyebalkan di tahun ini. Sudahlah, jengah juga aku sama mereka!

"Mella ... Wow, cantik banget kamu. Wiiih, barangmu branded semua. Kalah aku," puja Rissa. Berdecak kagum, menatap penampilanku yang berubah drastis. Sama seperti Bang Afdal, bedanya nggak perlu menganga lebar. Hihihi.

Tak ingin banyak cakap. Kupeluk dirinya dengan erat, belum saatnya Rissa tahu. Semua masih gelap, mereka hanya bisa menerka bahwa yang kudapat hasil dari merebut suami orang. Atau hal buruk lain, yang tak perlu menjadi beban pikiran.

"Biasa aja kali, Riss. Cantikan juga Andini," cetus Bang Afdal. Entah sejak kapan, sudah mengekor dari belakang.

Apaan sih?

Silakan saja, kamu berkata sepuas yang dimau. Sang waktu, akan membuktikan bahwa yang kalian punya sekarang bisa saja menghilang.

"Iyain aja, say. Iri bilang boss!" Aku dan Rissa, sama-sama terkikik. Menatap tak peduli pada pria macam dia, heran kenapa juga pernah cinta mati?

"Jangan sombong, warisan keluarga biasanya nggak akan kekal jika yang mengelolanya tidak baik."

Tamu yang hendak memberi selamat, hanya ada kami bertiga. Jadi lebih leluasa, saling menyindir satu sama lain menjadi hal paling menyenangkan saat ini.

"Jaga bicaramu Mella! Sok sibuk mengurusi orang lain, lihat dirimu. Hanya simpanan Om-om pasti," serunya masih saja bertahan dalam tudingan yang sama.

Usai cipika-cipiki, gegas aku berlalu. Kuping terasa sakit, mendengar ocehan darinya. Baru sadar bahwa dia teramat bawel, salah satu sifat yang diwarisi dari sang Ibu.

Menaiki mobil mewah, netra ini sempat beradu dengan Bang Afdal. Tak lupa Andini, yang selalu ada dekat bersamanya.

Mereka tampak tak suka, mungkin merasa aku yang miskin tak pantas menaiki mobil keren dengan harga fantastis.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status