Share

Efek Mabuk

"Kau harus berhenti minum, Em," kata Shopie Kim, ketika melihat Emily yang baru muncul dari balik kamar tidurnya. Rambutnya mencuat kemana-mana.

Emily merenggangkan tubuhnya dengan menyatukan kedua telapak tangannya, lalu menariknya ke atas kepalanya. "Apa aku melakukan  kesalahan semalam?" tanya Emily kepada gadis berwajah asia yang sekarang sedang memakan sebuah apel. Sementara satu tangan Shopie mengenggam apel, tangannya yang lain memegang segelas air mineral.

"Kau tak ingat?  Setelah kembali dari toilet, kau merancau tak jelas tentang memberi pelajaran kepada para brengsek. Setelahnya kau langsung jatuh tertidur. Aku dan Jess berusaha keras membopongmu kembali ke apartement," jelas Shopie panjang lebar. Ia lalu menggigit apelnya lagi dan mengunyahnya lamat-lamat sambil menatap Emily.

Emily mengangkat bahunya. "Aku tidak ingat," katanya singkat.

"Ngomong-ngomong, Em. Siapa yang kau beri pelajaran ketika kau ke toilet?" tanya Shopie dengan wajah penasaran.

Emily mengerutkan dahinya. Mencoba mengingat kejadian semalam. Matanya ikut memicing. Ekspresinya nampak serius. Shopie ikut terdiam, menunggu cerita Emily.

"Aku tidak ingat," kata Emily akhirnya.

Shopie mendengus jengkel. "Apa yang bisa kuharapkan darimu," katanya sambil menegak habis air mineral di gelasnya.

"Jika, aku memang melakukan tindakkan kriminal kemarin. Hari ini pasti akan ada orang yang mencariku," kata Emily sambil menuangkan sereal dan susu ke mangkuknya.

Tiba-tiba terdengar suara bel. Membuat Emily dan Shopie saling berpandangan. "Siapa yang bertamu sepagi ini?" gumam Shopie lebih kepada dirinya sendiri, sambil berjalan ke arah pintu.

Shopie menatap ke arah interkom yang menampilkan wajah dua orang pria berbadan besar dan seorang lelaki pirang jangkung. "Apa yang bisa kubantu?" tanya Shopie lewat interkom.

"Apakah ini benar tempat tinggal Ms. Grace?" tanya si lelaki pirang.

"Ya. Benar. Ada urusan apa kalian dengan Emily?" tanya Shopie sambil mengerutkan kening.

"Ada apa, Shop?" tanya Emily yang tiba-tiba muncul dari balik punggung Shopie.

Shopie mengangkat bahunya. "Aku tidak tau. Mereka mencarimu," kata Shopie sambil melirik ke arah layar interkom.

Emily berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Ada yang bisa kubantu?" tanya Emily kepada tiga orang lelaki yang berdiri di hadapannya sekarang.

Lelaki berambut pirang membuka dompetnya. Lalu, ia menyodorkan secarik kartu nama kepada Emily. "Saya Anthony Black. Manager Mr. Spears," kata Anthony ketika Emily sudah menerima kartu namanya.

"Spears? Harold Spears yang kau maksud?" tanya Emily sambil mengerutkan keningnya.

"Yeah. Saya manager pribadi Mr. Spears."

Kening Emily berkerut semakin dalam. "Lantas? Ada perlu apa manager aktor papan atas mencariku?" tanya Emily semakin bingung.

"Mr. Spears memintaku untuk membawamu menemuinya. Ada suatu hal yang perlu di bicarakan dengan anda, Nona," jelas Anthony panjang lebar.

"Kau pernah bertemu Harold Spears?" tanya Shopie yang tiba-tiba muncul dari belakang Emily.

"Tentu saja tidak," jawab Emily yakin.

"Tidak. Kalian pernah bertemu, dan karena itulah Mr. Spears ingin menemui anda lagi," kata Anthony.

Emily menggelengkan kepalanya. "Aku yakin sekali aku tidak pernah berurusan dengan Harold Spears. Bertemu dengannya saja aku tak pernah," Emily menegaskan.

"Jika anda menolak ikut bersama kami, maka kami terpaksa harus membawa paksa anda," kata Anthony dengan raut wajah yang masih terlihat tenang.

Emily mengangkat tangannya. "Aku mengerti," ia menatap ngeri ke arah dua lelaki besar dengan jaket kulit yang sejak tadi hanya membisu. "Aku akan ikut denganmu. Tapi, setidaknya kau harus menjelaskan lebih detail mengapa aku harus ikut denganmu," Emily membuang napasnya pelan. "Aku tidak ingin mati tanpa tau alasan aku dibunuh."

"Tidak akan ada yang membunuhmu, Miss."

"Bukankah aku bisa melaporkan kalian ke kantor polisi karena percobaan penculikkan, atau menganggu ketenangan masyarakat sipil lainnya," komentar Shopie yang ternyata masih ikut menyimak keributan di depan apartemennya.

"Silahkan saja anda menghubungi polisi, Nona. Tapi, mungkin itu akan tambah menyulitkan teman anda," komentar Anthony. Ia lalu mengalihkan pandangan ke arah Emily. "Jadi, apakah anda akan ikut denganku, Nona?"

"Tidak. Dia tidak akan ikut dengan anda, kecuali anda menjelaskan lebih detail apa yang sebenarnya terjadi di sini," tegas Shopie sambil memegang lengan Emily dan berjalan satu langkah di depannya. Ia berusaha membentengi temannya.

Anthony yang sejak tadi berbicara tenang akhirnya menghembuskan napasnya cepat. "Baiklah." Anthony menatap Emily yang berdiri di belakang Shopie.  "Kau semalam mabuk bukan, Nona?" tanya  Anthony kepada Emily.

"Bagaimana kau tau?" tanya Shopie sambil memicingkan matanya, dan memberikan tatapan menyelidik ke arah Anthony. Ia tidak memberikan kesempatan Emily untuk membuka mulutnya sendiri.

"Karena semalam, ketika mabuk, kau melakukan penyerangan terhadap Harold Spears," jelas Anthony.

"Penyerangan?" kali ini Emily yang bersuara. Kebingungan semakin terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Jelaskan!" titah Shopie. "Temanku, tak pernah dengan sembarangan menyerang seseorang ketika mabuk," imbuhnya.

"Tapi, pada kenyataannya itu yang dilakukan teman anda. Kami mempunyai rekaman CCTV-nya. Ms. Grace dengan jelas mencium Mr. Spears. Hal ini, bisa menjadi kasus pelecehan seksual jika—"

"Oh.... My.... God," kata Emily sambil menutup mulutnya. Ingatan samar dirinya mencium seseorang terputar cepat di kepalanya.

Shopie menolehkan kepalanya cepat ke arah Emily. "Jadi, kau benar mencium Harold Spears?"

"Aku tidak yakin. Tapi, kurasa aku memang mencium seseorang."

"Kurasa, aku mengerti. Jadi, ketika kau mengatakan telah memberi pelajaran kepada seseorang ketika mabuk. Apakah itu maksudnya kau mencium orang tersebut?" tanya Shopie.

"Aku tidak ingat. Tapi, kurasa... ya!" jawab Emily.

"Astaga, Em. Kau dalam masalah besar," komentar Shopie.

"Ehm...." Anthony berdeham, membuat dua gadis di hadapannya mengalihkan pandangan ke arahnya. "Jadi, Ms. Grace. Apa kau akan berkerjasama?"

Emily menganggukkan kepalanya setelah menelan ludahnya. "Baiklah, aku akan ikut denganmu. Aku perlu meminta maaf secara langsung dan memberikan konpensasi," kata Emily. "Tapi, aku perlu bersiap terlebih dahulu. Kau tidak akan membiarkanku pergi hanya dengan piyama, bukan? Walaupun aku sudah melakukan hal yang tidak sopan ketika mabuk. Tapi, setidaknya aku masih memiliki kesopanan ketika sadar," imbuh Emily panjang lebar.

"Baiklah. Kami akan menunggu di luar," kata Anthony.

"Kalian yakin tidak ingin menunggu di dalam saja?"  tawar Shopie, ketika Emily sudah masuk ke dalam apartemen mereka.

"Tidak. Kami menunggu di sini saja," jawab Anthony.

Shopie mengangkat bahunya acuh. "Baiklah, jika itu yang kau inginkan." Shopie segera menyusul Emily masuk ke dalam apartemennya.

Tiga puluh menit kemudian, Emily sudah keluar dengan pakaian lengkap. Diikuti dengan Shopie yang mengekor di belakangnya. Hal itu membuat Anthony menatap Shopie dengan tanda tanya.

"Biarkan aku ikut. Aku hanya ingin memastikan bahwa temanku aman," pinta Shopie.

"Baiklah. Ayo kita pergi," kata Anthony.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status