Suasana terasa tegang. Di ruang tamu kediaman Martin, kumpulan manusia sama sekali tak bersuara. Angela tengah duduk di dekat Leo sambil menundukkan kepala. Sedangkan Diana menyengol lengan Martin dari tadi, berharap sang suami mau menerima Leo. Sementara si kembar triplet dan Yuri yang kebetulan ada di rumah, duduk lesehan di depan televisi sembari berpura-pura menonton. Namun, telinga mereka sejak tadi mencoba mendengarkan apa yang akan disampaikan Martin. "Sayang!" Kesabaran Diana mulai habis. Sekali lagi senggolan pelan mengenai lengan kanan Martin. Secara perlahan Martin memutar kepala ke samping. "Iya, cium dulu."Diana melototkan mata meski tak lagi muda, jiwa Martin masih seperti dulu. Si kembar triplet serempak mendelikkan mata saat mendengar perkataan daddynya barusan. "Sayang, ini bukan waktunya untuk bermanja-manja, berikan jawaban sekarang," balas Diana tegas sembari melirik Leo sekilas, yang sejak tadi melempar senyum kaku. Martin berdecak lalu mengalihkan pandangan
Langsung merah merona pipi Angela. Dia enggan menyahut. Mendadak bayangan plus-plus menari-nari di benaknya seketika. Berharap malam pertamanya nanti tak sakit seperti yang dia dengar dari teman-teman sekelasnya tadi. "Apa sih! Aku datang bulan," balas Angela sengaja ingin meruntuhkan kesenangan Leo. Terbelalak sejenak mata Leo. Namun, sedetik kemudian matanya menyipit karena gelagat Angela terlihat mencurigakan. "Kau berbohong 'kan?"Angela menggeleng cepat sembari senyam-senyum sendiri, memandang Martha dan Theodore serta putri mereka yang pamit undur diri saat ini. "Jangan membohongiku, Dear. Kau tidak akan bisa lolos malam ini." Leo mengecup sekilas bibir Angela tiba-tiba. Membuat Angela terkesiap dengan mata melebar. "Kenapa kau menciumku?!" seru Angela. Leo mengulum senyum. Karena Angela sepertinya belum terbiasa atau mungkin lupa dengan status keduanya sekarang. "Kau kan istriku sekarang, biasakanlah Dear. Aku akan menciummu kapan pun aku mau."Berkedip-kedip mata Angela,
Leo keluar dari toilet dengan memakai handuk sebatas pinggang. Dia baru saja selesai mandi, tetesan air terlihat mengalir perlahan dari rambut dan tubuhnya. "Yah, istriku sudah tidur." Leo melangkahkan kaki sambil tersenyum jahil. Lelaki yang sudah handal memuaskan para wanita itu tentu saja sudah paham. Bila Angela saat ini tengah ketakutan dan hanya berpura-pura saja. 'Yes, rencanaku berhasil.' Di balik selimut Angela bermonolog, merasa dirinya sudah bebas. Namun, nyatanya harapan Angela langsung pupus tatkala Leo tiba-tiba menarik selimut. Angela memekik nyaring. Secepat kilat memundurkan tubuh hingga mentok ke headboard kasur. Panik dan ketakutan setengah mati ia, saat melihat Leo merangkak naik ke ranjang. "Hehe, kau tidak bisa membodohiku, Dear. Malam ini kau tidak bisa lolos." Leo menarik kaki Angela seketika dan langsung menimpa tubuh istrinya itu. "Leo please besok saja ya, aku capek tahu." Leo menggeleng cepat sambil tersenyum tipis."Tenanglah Dear, aku akan pelan-pela
Brak!"Apa maksudnya?!" Leo buru-buru menutup pintu kamar, meninggalkan Angela masih terlelap di atas ranjang. Di sepanjang lorong, napas Leo semakin memburu. Tak sabaran ingin cepat-cepat turun ke bawah, menemui sosok tersebut. Kini, tangannya terkepal kuat, menahan amarah yang membuncah di dalam dada sejak tadi. Pagi ini seharusnya wajah Leo terlihat bahagia. Namun, saat membaca pesan tersebut. Suasana hatinya langsung memburuk. Angela tak tahu bila ia keluar. Leo hendak menyelesaikan permasalahan yang datang tiba-tiba barusan."Leo?"Langkah kaki Leo terjeda seketika, manakala melihat Angelo berdiri di hadapannya sekarang sambil membawa goodie bag. "Angelo," sapa Leo juga dengan rahang masih mengeras. Berkerut sangat kuat kening Angelo, karena Leo berada di luar sepagi ini, terlebih saat ini raut wajah suami adiknya itu tak enak dipandang. "Ada apa denganmu? Mengapa kau keluar? Di mana adikku? Dia baik-baik saja 'kan?" tanya Angelo beruntun, sambil memperhatikan dengan seksama
Manik Leo membola, melihat Angelo terlebih dahulu melayangkan pukulan kuat di rahang Niel. Ia sekarang mulai penasaran dengan masa lalu Angela. Sampai-sampai Angelo terlihat amat kesal pada Niel sekarang. Pukulan serta umpatan cacian terdengar di sekitar. Angelo masih terus memukul Niel membabi buta, sehingga membuat lelaki yang umurnya sepantar dengan Leo itu terhuyung-huyung sambil mengeluarkan tawa keras."Biadap kau! Masih punya muka kau, setelah puas menyakiti adikku hah!" umpat Angelo, tanpa berniat sekali pun menghentikan gerakan tangan. Leo pun mematung di tempat tanpa mengedipkan mata sama sekali, tampak syok ternyata Angelo sangat bengis dan menyeramkan. Orang yang lalu-lalang di sekitar memusatkan perhatian ke arah mereka seketika, dan tak berani mendekat atau pun melerai pertikaian, sampai pada akhirnya Leo menarik kuat pakaian Angelo dari belakang. "Hentikan, kau hanya akan mengotori tanganmu!" seru Leo. Angelo mendengus, lantas menatap tajam Niel yang saat ini sudah
Leo membola, lantas melayangkan kembali pukulan bertubi-tubi di wajah Niel. Leo takut bila Angela belum sepenuhnya mencintainya. Amarah yang terbendung sejak tadi dia luapkan pada Niel saat ini. Lelaki gila itu tidak membalas sama sekali, menerima serangan dan tertawa-tawa keras seperti orang gila.Angelo berusaha melerai, tak mau pula Leo membunuh Niel di hadapan orang banyak. Akan tetapi, tak berhasil. Leo tuli, memukul-mukul Niel tanpa jeda. "Sialan kau! Aku suaminya hah! Berani-beraninya kau datang di saat kami sedang berbahagia!" seru Leo berapi-api.Tawa keras Niel masih berkumandang di sekitar. Sekarang, wajah lelaki itu sudah lebam dan mata kanannya pun agak bengkak. "Haha, bukankah sudah aku katakan tadi, aku tidak peduli—ahk!"Perkataan Niel terpotong tatkala Leo membenamkan pukulan di rahang kanan hingga membuat lelaki itu terpental ke lantai. Meski sudah babar belur, Niel berusaha bangkit berdiri membuat rahang Leo mengetat. Situasi semakin memanas. Buru-buru Leo mendek
Angela berkedip-kedip mendengar pertanyaan barusan. Dia tak langsung membalas, malah menatap dalam mata Leo. Leo semakin murung dan tertunduk dalam, tengah berusaha menyembunyikan matanya yang mulai merah. "Masih ada nama Niel di hatimu ya?" tanyanya dengan suara agak gemetar. Angela terkejut, dengan susah payah mengeser tubuh lalu memegang kedua pipi Leo hingga mata keduanya bertemu. Kembali membola matanya, melihat netra Leo berkaca-kaca saat ini. "Kau menangis? Astaga suamiku ini, kita sudah menikah, bukankah semua sudah jelas, kau tidak perlu bertanya lagi. Sekarang aku sudah menjadi istrimu, tentu saja pria yang aku cintai ada di depan mataku bukan Niel atau pun pria lain," katanya membuat Leo tersenyum tipis dengan air mata mulai mengalir. "Benarkah? Tapi aku takut dia akan merebutmu dariku, terlebih dia cinta pertamamu, tadi aku bertemu ...." Leo menjeda kalimatnya sejenak, tak mau Angela mengetahui bila tadi dia menghajar Niel. Kening Angela semakin mengerut, sebab Leo se
Hari berganti hari, usia kandungan Angela memasuki trimester akhir. Leo terlihat begitu antusias menyambut kedatangan buah hatinya dan tepat hari ini perkiraan lahir anaknya. Sedari pagi pria berwajah elok itu sibuk sendiri memasukkan perlengkapan anak dan istrinya ke dalam tas. Dia tak mau ada yang tertinggal nantinya."Aduh, di mana pakaian yang aku beli kemarin ya?" gumam Leo sambil matanya berkeliling di kamar, mencari pakaian sang buah hati. Dari tadi gurat kepanikan terlukis jelas di wajahnya. Angela tertawa pelan, melihat Leo tak bisa diam sejak tadi. Wanita yang tubuhnya terlihat segar dan bugar itu sedang duduk di sofa sambil menyantap cemilan. Tak ada kepanikan tergambar di wajahnya, Angela nampak biasa-biasa saja. Berbeda dengan Leo sudah seperti orang gila. "Kenapa kau malah tertawa, Dear?" Leo mulai lelah lantas menoleh ke arah Angela. "Hehe, kau itu lucu, tenanglah, pakaian yang lain kan ada," jawab Angela diiringi tawa ringan. "Ck, tapi aku mau dia mengenakan pakai