Brak!"Apa maksudnya?!" Leo buru-buru menutup pintu kamar, meninggalkan Angela masih terlelap di atas ranjang. Di sepanjang lorong, napas Leo semakin memburu. Tak sabaran ingin cepat-cepat turun ke bawah, menemui sosok tersebut. Kini, tangannya terkepal kuat, menahan amarah yang membuncah di dalam dada sejak tadi. Pagi ini seharusnya wajah Leo terlihat bahagia. Namun, saat membaca pesan tersebut. Suasana hatinya langsung memburuk. Angela tak tahu bila ia keluar. Leo hendak menyelesaikan permasalahan yang datang tiba-tiba barusan."Leo?"Langkah kaki Leo terjeda seketika, manakala melihat Angelo berdiri di hadapannya sekarang sambil membawa goodie bag. "Angelo," sapa Leo juga dengan rahang masih mengeras. Berkerut sangat kuat kening Angelo, karena Leo berada di luar sepagi ini, terlebih saat ini raut wajah suami adiknya itu tak enak dipandang. "Ada apa denganmu? Mengapa kau keluar? Di mana adikku? Dia baik-baik saja 'kan?" tanya Angelo beruntun, sambil memperhatikan dengan seksama
Manik Leo membola, melihat Angelo terlebih dahulu melayangkan pukulan kuat di rahang Niel. Ia sekarang mulai penasaran dengan masa lalu Angela. Sampai-sampai Angelo terlihat amat kesal pada Niel sekarang. Pukulan serta umpatan cacian terdengar di sekitar. Angelo masih terus memukul Niel membabi buta, sehingga membuat lelaki yang umurnya sepantar dengan Leo itu terhuyung-huyung sambil mengeluarkan tawa keras."Biadap kau! Masih punya muka kau, setelah puas menyakiti adikku hah!" umpat Angelo, tanpa berniat sekali pun menghentikan gerakan tangan. Leo pun mematung di tempat tanpa mengedipkan mata sama sekali, tampak syok ternyata Angelo sangat bengis dan menyeramkan. Orang yang lalu-lalang di sekitar memusatkan perhatian ke arah mereka seketika, dan tak berani mendekat atau pun melerai pertikaian, sampai pada akhirnya Leo menarik kuat pakaian Angelo dari belakang. "Hentikan, kau hanya akan mengotori tanganmu!" seru Leo. Angelo mendengus, lantas menatap tajam Niel yang saat ini sudah
Leo membola, lantas melayangkan kembali pukulan bertubi-tubi di wajah Niel. Leo takut bila Angela belum sepenuhnya mencintainya. Amarah yang terbendung sejak tadi dia luapkan pada Niel saat ini. Lelaki gila itu tidak membalas sama sekali, menerima serangan dan tertawa-tawa keras seperti orang gila.Angelo berusaha melerai, tak mau pula Leo membunuh Niel di hadapan orang banyak. Akan tetapi, tak berhasil. Leo tuli, memukul-mukul Niel tanpa jeda. "Sialan kau! Aku suaminya hah! Berani-beraninya kau datang di saat kami sedang berbahagia!" seru Leo berapi-api.Tawa keras Niel masih berkumandang di sekitar. Sekarang, wajah lelaki itu sudah lebam dan mata kanannya pun agak bengkak. "Haha, bukankah sudah aku katakan tadi, aku tidak peduli—ahk!"Perkataan Niel terpotong tatkala Leo membenamkan pukulan di rahang kanan hingga membuat lelaki itu terpental ke lantai. Meski sudah babar belur, Niel berusaha bangkit berdiri membuat rahang Leo mengetat. Situasi semakin memanas. Buru-buru Leo mendek
Angela berkedip-kedip mendengar pertanyaan barusan. Dia tak langsung membalas, malah menatap dalam mata Leo. Leo semakin murung dan tertunduk dalam, tengah berusaha menyembunyikan matanya yang mulai merah. "Masih ada nama Niel di hatimu ya?" tanyanya dengan suara agak gemetar. Angela terkejut, dengan susah payah mengeser tubuh lalu memegang kedua pipi Leo hingga mata keduanya bertemu. Kembali membola matanya, melihat netra Leo berkaca-kaca saat ini. "Kau menangis? Astaga suamiku ini, kita sudah menikah, bukankah semua sudah jelas, kau tidak perlu bertanya lagi. Sekarang aku sudah menjadi istrimu, tentu saja pria yang aku cintai ada di depan mataku bukan Niel atau pun pria lain," katanya membuat Leo tersenyum tipis dengan air mata mulai mengalir. "Benarkah? Tapi aku takut dia akan merebutmu dariku, terlebih dia cinta pertamamu, tadi aku bertemu ...." Leo menjeda kalimatnya sejenak, tak mau Angela mengetahui bila tadi dia menghajar Niel. Kening Angela semakin mengerut, sebab Leo se
Hari berganti hari, usia kandungan Angela memasuki trimester akhir. Leo terlihat begitu antusias menyambut kedatangan buah hatinya dan tepat hari ini perkiraan lahir anaknya. Sedari pagi pria berwajah elok itu sibuk sendiri memasukkan perlengkapan anak dan istrinya ke dalam tas. Dia tak mau ada yang tertinggal nantinya."Aduh, di mana pakaian yang aku beli kemarin ya?" gumam Leo sambil matanya berkeliling di kamar, mencari pakaian sang buah hati. Dari tadi gurat kepanikan terlukis jelas di wajahnya. Angela tertawa pelan, melihat Leo tak bisa diam sejak tadi. Wanita yang tubuhnya terlihat segar dan bugar itu sedang duduk di sofa sambil menyantap cemilan. Tak ada kepanikan tergambar di wajahnya, Angela nampak biasa-biasa saja. Berbeda dengan Leo sudah seperti orang gila. "Kenapa kau malah tertawa, Dear?" Leo mulai lelah lantas menoleh ke arah Angela. "Hehe, kau itu lucu, tenanglah, pakaian yang lain kan ada," jawab Angela diiringi tawa ringan. "Ck, tapi aku mau dia mengenakan pakai
"Ada apa Martin?" Diana mendekat dan tak lupa membawa bayi mungil bersamanya itu. Martin tak langsung menyahut, tengah mendengar dengan seksama teriakan Angelo di ujung sana yang membuatnya detak jantungnya mendadak berhenti dan panik setengah mati."Angelo, kau di mana? Kenapa kau berteriak? Apa kau terluka? Kau baik-baik saja 'kan?" Martin melirik Diana sekilas. Memberi jawaban melalui gerakan mata. Diana semakin penasaran berharap anak lelakinya dalam keadaan baik-baik saja. Tak pelak perkataan Martin barusan mengundang rasa penasaran Angela dan Leo pula. Mereka saling lempar pandangan dengan kening berkerut amat kuat sekarang. Sementara itu di lain sisi, tepatnya di perbatasan benua dekat dengan hamparan laut, Angelo bersama tim khusus tengah berlindung di balik bebatuan besar. Suara debur ombak di bibir laut terdengar amat jelas di sekitar saat ini. Angelo malah tertawa pelan setelahnya. "Sorry Dad, biasa temanku nakal dia hampir membuat persembunyian kami terendus para mus
Setiap pria pasti memiliki wanita idamannya masing-masing. Begitupula dengan Angelo Martinez, putra kesayangan mafia kejam yang berasal dari Venezuela, trah rothschild family, mempunyai karakteristik wanita masa depannya. Angelo menginginkan wanita yang lemah lembut, tidak bawel dan jarang berbicara, itulah impiannya selama ini. Karena dia tidak menyukai wanita yang banyak berbicara dan berisik seperti adik kembarnya. Angelo ingin hidup damai dan tentram. Akan tetapi, nasib sial menimpanya ketika harus dihadapkan dengan seorang wanita yang terkena skizofrenia menganggapnya seorang pangeran. "Angelo, paman meminta tolong padamu, untuk sementara waktu tinggallah bersama wanita ini, dia menganggapmu pahlawan, pulihkan dia, paman yakin ingatannya sengaja dihilangkan oleh seseorang.""Tapi Paman, wanita ini gila, lagipula dia berisik Paman, aku tidak mau!""Oh come on boy, bantulah paman, walaupun dia gila tapi cantik bukan, tunggullah sampai ingatannya pulih. Paman akan berusaha juga me
Mendengar teriakan di ruangan lain, Ronald, Abigail dan Eros pun berlari lincah menuju sumber suara. "Angelo ada apa ...." Ronald membuka mulut lebar-lebar kala melihat Angelo ditindih wanita berpenampilan kumal saat ini. Dapat diyakini sosok yang wajahnya tak dapat mereka lihat sekarang adalah sandera yang mereka bebaskan. "Pangeranku, pangeranku, kau sudah datang uh! Aku sangat merindukanmu!" pekik wanita itu dengan tawa aneh berkumandang di sekitar.Wanita berambut panjang dan pakaiannya kotor itu duduk di atas Angelo, meracau-racau tak jelas sedari tadi. Angelo tampak panik, mendongak ke atas, meminta tolong pada ketiga temannya itu. Namun, Ronald, Eros dan Abigail hanya mengulum senyum, menahan geli mendengar wanita itu memanggil Angelo dengan sebutan pangeran. Angelo mendengus kasar, lalu kembali menahan dada wanita itu agar tak bersentuhan. Akan tetapi, kepanikannya naik dua kali lipat sebab wanita tanpa identitas itu menggesek-gesek kemaluan di perutnya, terlebih tangannya