Share

“CCTV Di Kamar”

Jantungku lagi-lagi rasanya berhenti. Wanita yang di depanku saat ini adalah Mika, sahabat karibnya Naura. Bisa-bisanya kami bertemu di saat seperti ini.

"Apa kabar, Mik?" aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlihat gugup dan mencurigakan.

"Baik kok! Ini siapa?" tanya Mika bingung, menunjuk ke arah Intan.

"Ini saudara sepupuku, datang dari luar kota." jawabku cepat.

Mika terlihat percaya. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kamu sudah jarang sekali main ke rumah, sibuk banget ya?" tanyaku kemudian.

Mika menggeleng, perubahan ekspresi terlihat jelas dari wajahnya, "Aku kan bertengkar dengan Naura, kamu tidak tahu?"

Aku cukup terkejut mendengar itu, kenapa Naura tidak pernah mengatakan apa pun kepadaku?

"Panjang lah ceritanya, yang jelas sudah satu tahun kebelakang ini kami sudah tidak pernah lagi berhubungan," jelas Mika.

"Yasudah ya, Zain, aku sedang buru-buru, kapan-kapan kita mengobrol lagi."

Aku mengangguk, lalu Mika berlalu, meninggalkan kami berdua. Aku menghela napas lega. Setidaknya dengan pertikaian yang ada di antara Mika dan Naura, membuat ceritaku menenteng tas belanja bersama seorang wanita tidak akan sampai ke telinga Naura.

"Yuk kita cari makan," aku menggandeng tangan Intan lagi.

"Kita masak di rumah saja deh, Mas. Kamu mau cobain masakan aku gak? Tidak seenak masakan istri Mas sih," ucap Intan.

Aku terkekeh, belum mulai masak dia sudah pesimis seperti itu.

"Apapun yang kamu masak, Mas pasti makan kok. Yaudah kita pulang saja ya? Makan di rumah saja."

Intan mengangguk, lalu kami berjalan keluar menuju parkiran. Melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Tidak menunggu waktu lama kami tiba di rumah. Setelah menurunkan belanjaan, Intan segera menuju dapur.

Melihat ada apa saja di dalam kulkas yang bisa dimasak. Aku membiarkannya berkreasi sesukanya. Sedangkan aku melihat saja dari meja makan.

Untuk memasak saja Intan memilih menggunakan gaun pendek yang membuat tubuh seksinya terlihat. Demi menyenangkan mata suami. Tidak heran jika aku tergila-gila dengannya.

Entah perasaanku saja atau memang seperti itu. Aku melihat gerakan Intan seolah menggodaku. Dia menghidupkan kompor dengan sensual, sedikit mencondongkan pantatnya. Tapi tidak masalah bagiku, aku menyukainya.

"Masak apa sayang?" aku bertanya kepada Intan yang sedang asik memotong sayuran.

"Tebak," goda Intan.

Aku terkekeh. Lalu seolah berpikir, "Sup ayam?"

Intan menengok ke belakang dengan pandangan bingung, "Kok kamu tahu?"

Aku tertawa sebentar melihat ekspresinya yang menggemaskan.

"Tentu saja Mas tahu!" jawabku sombong.

"Ih, kebetulan saja." Intan terlihat tidak terima. Aku berdiri mendekati Intan.

Mendekap tubuh wanitaku itu dari belakang. Mencium dan merekam wangi yang menjadi ciri khasnya.

"Seru ya Mas, masak ada yang gangguin," celetuk Intan, membuatku terkekeh.

Aku menciumi tengkuk istriku itu. Aku benar-benar bingung karena sampai di fase benar-benar mencintainya. Padahal pertemuan kami terbilang sangatlah singkat, tapi dengan mudah Intan membuatku jatuh hati kepadanya.

"Terima kasih ya Mas sudah belanjain aku hari ini," ucap Intan tulus.

"Aku tidak pernah belanja seperti itu sebelumnya. Itu terlalu mahal untuk aku, tidak pernah aku bayangkan aku bisa membeli semua itu," Intan menjelaskan kepadaku. Dia memutar tubuhnya menghadapku, lalu memelukku dengan erat.

"Sama-sama, sayang." Aku mencium pucuk kepalanya dengan sayang.

"Apapun yang kamu mau, pasti Mas usahakan."

"Mas menyesal tidak menikah denganku?" Intan menatapku dalam. Ada ketakutan dari sorot matanya.

"Enggak, Mas beruntung sekali menikah dengan kamu."

Intan tersenyum, senyum yang sangat manis. Aku mengacak-acak kepalanya dengan gemas lalu membiarkannya kembali memasak.

"Sayang, Mas mandi dulu ya?" Intan mengangguk, dia fokus sekali dengan masakannya itu.

Aku bergegas pergi ke kamar mandi. Rasanya hari ini gerah sekali. Aku mandi cukup lama, sekitar lima belas menit berkutat dengan air, aku keluar kamar menggunakan handuk saja. Aku mendapati Intan tengah di kasurku, dia menatapku dengan buas.

"Kamu sudah selesai masak?"

Intan mengangguk, dia bangun dari posisi tidurnya. Dia mengelus dada bidangku yang masih setengah basah. Istriku ini memang sangat nakal. Bisa dengan mudah membuat aku mabuk kepayang.

"Badan kamu bagus, Mas," celetuk Intan. Tangannya meraba-raba tubuhku.

Intan berdiri, memelukku dengan erat, sengaja menempelkan tubuhnya kepadaku, membuatku dapat merasakan semua bagian tubuhnya.

Aku menciumi tengkuk nya. Jari-jemari lentik Intan meremas punggungku. Apakah kami akan melakukan adegan panas lagi?

Bagaimana tidak? Jika setiap kali aku selalu di suguhkan kenyamanan seperti ini, suami mana yang tidak akan tergoda.

“Mas, itu CCTV ya?” pertanyaan Intan membuat kening ku berkerut.

Lalu aku melihat ke arah telunjuk Intan, mataku menyipit sempurna, memperhatikan benda itu, CCTV? Sejak kapan ada CCTV? Karna kami benar-benar tidak pernah memasang CCTV di kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status