“Kalian kerjakan dulu tugasnya. Bapak mau ke ruang guru sebentar,” ucap guru Kimia kemudian keluar dari kelas.
Perlahan tapi pasti para siswa yang berada di dalam kelas itu mulai ribut seiring dengan perginya guru Kimia dari kelas mereka. Ada siswa yang mulai mengobrol, ada yang berdiskusi mengerjakan tugas Kimia, ada yang tetap tenang, ada juga yang pergi dari bangkunya dan mengganggu teman-temannya yang lain.
Hansa termasuk salah satu yang tetap tenang mengerjakan tugasnya. Dia tidak lupa di sebelahnya sedang duduk seseorang yang baru kemarin membuatnya jatuh cinta dan itu yang membuatnya harus mengerjakan tugasnya dengan jantung berdegup kencang.
Hansa sedikit mempercepat gerakan tangannya dalam menuliskan jawaban atas tugasnya. Dia tahu ada yang akan terjadi tidak lama setelah tugasnya itu selesai. Tidak sampai 10 menit kemudian, tugas Hansa akhirnya selesai juga. Gadis itu lalu beberapa
Kriiing ….Bel istirahat akhirnya berbunyi. Vindreya tiba-tiba memukul mejanya karena tidak tahan lagi menampung rasa cemburu dalam dadanya. Suara pukulan meja itu membuat Elvano terkejut. Baru saja laki-laki itu akan bertanya ‘ada apa’ untuk kesekian kalinya pada Vindreya, gadis itu malah sudah keburu pergi dari mejanya dan berjalan menuju meja di pojok kanan belakang.Vindreya menarik tangan Kenzo. “Ken, ke kantin, yuk!”“Hem.” Kenzo masih memasukkan alat tulisnya ke tas.“Ih, buruan!” Vindreya menarik semakin kuat tangan Kenzo dan memaksa laki-laki itu untuk segera beranjak dari bangkunya.Kenzo menarik tangannya dari genggaman Vindreya dengan raut kesal. “Bisa sabar dikit nggak, sih?”“Nggak!” Vindreya kembali menarik tangan Kenzo dan membawa
“Udah dong, Vin. Jangan nangis lagi,” suruh Kenzo yang telinganya semakin panas mendengar tangisan Vindreya.“Gue takut, Ken.”“Iya, gue tau lo takut. Tapi setiap ketakutan itu nggak harus dituangin dalam bentuk air mata, ‘kan?”Vindreya tak menjawab lagi dan terus melanjutkan tangisannya. Sepanjang berjalan di koridor sekolah, Kenzo dan Vindreya menjadi pusat perhatian dan para siswa beranggapan bahwa Kenzo adalah penyebab gadis itu menangis. Yah, mau bagaimana lagi? Vindreya menangis dan tidak mau memberi kesaksian apa-apa pada para siswa itu hingga tidak heran jika para siswa berspekulasi sendiri.Salah satu siswa yang merupakan teman sekelas Kenzo dan Vindreya berdiri di depan pintu kelas untuk berjaga-jaga. Matanya seketika membulat ketika melihat Kenzo dan Vindreya sedang berjalan menuju kelas. Siswa itu cepat-cepat masuk ke kela
“Ken,” panggil Vindreya. Gadis itu lagi-lagi sudah berada di atas punggung Kenzo.“Apaan?” balas Kenzo sembari terus melangkahkan kakinya menuju rumah Vindreya.“Lo beneran bakal jemput gue ‘kan malam ini?”“Hem.”“Janji?”“Hem.”“Wah. Kalo beneran, itu artinya ini bakal jadi pertama kalinya lo datang ke acara yang diadain temen sekolah kita. Selama ini, lo selalu aja nolak, ‘kan?”“Hem.”“Walaupun gue ragu lo bakal dateng entar malam, tapi pokoknya gue nggak mau tau, lo harus dateng. Ingat, gue majikan lo. Rahasia besar lo ada di tangan gue. Lo nggak bakal aman kalo nolak satu aja perintah dari gue. Denger tuh, Ken?”“C
Tinggal 15 menit lagi sebelum jam 08.00 malam. Vindreya masih setia menunggu Kenzo di teras rumahnya bersama Hansa. Vindreya terus saja menatap layar ponselnya, berharap Kenzo segera mengirim pesan atau menghubunginya. Namun, hal itu tak kunjung terjadi.“Coba chat atau telepon aja Kenzonya, Vin,” suruh Hansa.Vindreya mengangguk lalu langsung menghubungi Kenzo. Panggilannya berhasil terhubung, tetapi Kenzo tak kunjung mengangkatnya.Tit tit tit.Tampaknya Kenzo dengan sengaja mematikan telepon dari Vindreya. Alis Vindreya merapat. Dia menatap bingung pada ponselnya.“Kok dimatiin, sih?” kesal Vindreya.Ting.Sebuah pesan dari Kenzo masuk. Melihat nama itu saja membuat Vindreya yang tadinya sudah mulai lelah menunggu kini kembali bersemangat dan dengan cepat membuka isi pes
Tok tok tok.“Vin, keluar, dong. Ada yang cariin, tuh,” kata Gavin sambil menempelkan telinga kanannya di pintu Vindreya.“Siapa yang cari, Pa?!” teriak Vindreya dari dalam.“Kamu liat aja sendiri.”Di dalam kamar, mata Vindreya seketika membulat. “Apa jangan-jangan yang dateng itu Kenzo, ya? Makanya yang nyuruh aku keluar bukan Mama, tapi Papa.”Vindreya bergegas turun dari tempat tidurnya lalu berlari kecil menuju pintu kamarnya kemudian membukanya.“Kenzo ya, Pa?” bisik Vindreya.“Liat aja sendiri. Orang itu minta jangan dikasih tau dulu dia siapa.”“Aaah, pasti Kenzo itu.”Vindreya seketika kembali bersemangat dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Dia berlari
Di sebuah bangunan tua, terdapat tiga buah kursi dengan sebuah meja bundar di tengah-tengahnya. Di sana, tampak Kenzo sedang duduk bersama pamannya dan seorang pria berusia 40 tahun yang mana pria itu adalah orang yang menginginkan Gavin untuk dibunuh.Paman Kenzo membuka obrolan. “Jadi, sesuai dengan aturan bahwa clien yang datang pada kami harus membawa data dan bukti kekejaman dari target yang ingin dibunuh. Kalo nggak ada bukti kekejaman dari target, kami nggak akan membunuh. Sementara itu, kalo kami nggak bisa membunuh target sementara di sisi lain jelas-jelas target udah memenuhi kriteria untuk dibunuh, clien boleh melakukan apapun pada pembunuh bayaran sebagai bentuk kekecewannya karena si pembunuh bayaran nggak bersedia menepati perjanjian.”Pria berusia 40 tahun atau clien itu mengangguk paham.“Jadi, hanya untuk malam ini, apa yang ingin Bapak lakuin sama pembunuh bayaran kami?&rdq
Keesokan paginya di meja makan, Vindreya hanya diam, berbeda dengan dia yang biasanya selalu menjadi orang yang paling berisik di rumah itu.“Vindreya, jangan bilang kamu marah sama Mama karena Mama nggak sependapat sama kamu mengenai Kenzo,” ucap Freya.Gavin menggenggam punggung tangan Freya yang berada di atas meja. “Udah, Frey. Jangan bahas itu dulu.”“Vin, sebagai seorang ibu, aku wajar kalo takut anak aku deket sama seorang pembunuh.”“Iya, Frey, iya. Itu wajar, kok, tapi ‘kan ada waktu yang lebih tepat untuk bahas itu nanti.”Ting!Vindreya meletakkan sendoknya di atas piring lalu bangkit dari kursinya. “Aku berangkat sekarang.”Gadis itu berjalan menghampiri Gavin kemudian Freya untuk mencium punggung tangan kedua orang tuanya itu lalu
Jumat pagi itu, Vindreya dan Hansa berjalan beriringan memasuki gerbang sekolah. Keduanya tampak diam, sibuk memikirkan ada di mana dan apa yang terjadi sebenarnya pada Kenzo hingga berhari-hari menghilang tanpa kabar seperti ini. Di depan gerbang, tepatnya di pilar gerbang sekolah tadi, kedua gadis itu masih saja tak melihat Kenzo di sana. Sambil harap-harap cemas, Vindreya dan Hansa terus melangkah, berharap Kenzo sudah lebih dulu berada di kelas nanti.Dengan tatapan kosong, tetapi kaki terus melangkah maju, pikiran Hansa tak pernah lepas dari Kenzo. ‘Lo di mana, Ken? Di saat gue udah ngerasa nyaman banget ada di dekat lo, di saat akhirnya kita didekatkan dengan cara duduk semeja, lo malah menghilang kayak gini.’Langkah kaki Hansa memelan dan mulai tidak terarah menuju kelas tanpa dia sadari. Di sisi lain, Vindreya juga melamun, tetapi dengan langkah kaki yang lebih cepat dan dia masih mampu sedikit lebih mengontr