"Nanti akan aku ceritakan begitu aku sampai di sana, kakek ikutlah dengan mereka. Tuan Arthur akan menyambut kakek di sana," balas Austin.Tak ada balasan lagi dari Tuan Jacob, beliau menutup sambungan telpon dan mengikuti pengawal Arthur dengan patuh. Kakinya telah lumpuh, ia tak bisa ke manapun tanpa bantuan kursi roda dan orang lain.Sedangkan Austin, pria itu merebahkan tubuh berharap semua akan baik-baik saja begitu kakek sudah berada di tangannya. Pandangannya menoleh, menatap Peter yang masih tak sadarkan diri. "Sampai kapan pun aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu," gumam Austin. Lambat laun mata semakin memberat, ia pun menjemput alam mimpi dengan damai. Malam berlalu begitu saja, Peter terbangun lebih dulu. Pria berhati baik itu merasa bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk hidup. Ia pun teringat dengan keluarganya di Madripoor City. "Pasti mereka cemas karena aku tak memberi kabar," gumamnya. Dengan menahan sakit di dada, tangannya turulur mengambil ponsel
"Aku tak tahu jika ponselmu berdering, kau lihat saja waktu panggilannya. Sebelum naik pesawat ponselmu sudah mati," balas Peter.Baru juga Austin ingin menelpon Kenny, ponsel yang ada di tangannya kehabisan daya. Mau tak mau ia meminjam ponsel Peter untuk menelpon istrinya. Ia sangat penasaran, untuk apa Kenny menelponnya sebanyak itu?"Kau benar, ponselku kehabisan daya. Boleh aku pinjam ponselmu, aku takut terjadi hal buruk padanya," ucap Austin."Pakailah." Peter memberikan ponsel bututnya, ia hanya memiliki ponsel pengeluaran lama. Tanpa menunggu lama lagi, Austin menekan nomor ponsel Kenny yang sudah dihapalnya. Rasa cemas itu tak bisa ia tutupi, hingga Peter menatap heran dengan kecemasan yang dirasakan sahabatnya."Tenanglah, semoga bukan hal buruk," ucap Peter menenangkan.Berkali-kali Austin memanggil Kenny, tapi tak ada jawaban darinya. Rasa cemas itu semakin menghantuinya. Ia menelpon Nyonya Thomson untuk menanyakan keadaan di Madripoor City.Tak menunggu lama, dering ket
"Apakah kau tak menceritakan siapa dirimu yang sebenarnya pada sahabatmu?" tanya Tuan Arthur pada Peter.Peter menunduk dan hanya menggelengkan kepala. Sebenarnya ia adalah salah satu agen rahasia yang sangat kompeten, tapi kecerobohannya membuat musuh mengetahui keberadaannya, bahkan keluarganya.Beruntung saat naas dulu Tuan Jacob menolongnya karena kebetulan musuh yang sedang dihadapinya memiliki konflik dengan Tuan Jacob. "Mungkin ia tak ingin membuka luka lama, sebenarnya dia adalah salah satu agen rahasia negera. Tapi ia lebih memilih mengundurkan diri dan menjadi rakyat biasa untuk melindungi keluarganya," balas Tuan Arthur sambil menepuk-nepuk pundak Peter. Peter tersenyum kecut saat mengingat kebodohannya dulu. Ia pun mengangkat kepala dan menyetujui permintaan Tuan Arthur untuk menjadi bayangan Austin."Tuan, aku menyetujui permintaanmu untuk menjadi prisai Austin. Tapi aku mohon, apapun yang terjadi nanti, tolong lindungilah keluargaku," pinta Peter.Bukan tanpa alasan ia
"Kau duluan saja, aku akan ke rumah Lea sebentar," ucap Austin sambil berlari memasuki mobil."Hati-hati!" teriak Peter.Austin memutuskan untuk melihat Aurel terlebih dulu, ia kasihan dengan anak kecil yang sudah menganggapnya sebagai daddynya. Pria itu memang mencemaskan Kenny, tapi ia pikir Kenny bisa menunggunya sejenak. "Mana Aurel?" tanya Austin memburu begitu Lea membuka pintu rumahnya.Ia ingin cepat menenangkan Aurel dan pulang menemui Kenny. Ia pun masuk ke kamar gadis mungil itu, Aurel berlari, lalu memeluk Austin begitu melihat kehadirannya di kamar."Daddy...." ucap Aurel dengan isak tangisnya.Austin merasakan suhu tubuh Aurel, ia merasa kasihan dengan anak cantik yang ada digendongannya. "Kenapa kau sakit, hem? Apakah kau tak makan dengan teratur?" tanya Austin. Aurel tertunduk, ia tak menjawab ucapan Austin. Pertanyaan yang dilontarkan Austin membuatnya tak ingin berbohong. "Aku merindukanmu, Dad. Tapi kau tak pernah datang menemuiku, Mommy bilang kau sedang keluar
"Apa yang kau katakan?! Tidak, aku tidak menyetujinya," timpal Nyonya Thomson yang sedari tadi mendengar pertengkaran Julie dengan Austin. "Kenapa Mommy terus membela pria tak berguna ini? Lebih baik mereka bercerai, tak ada cinta juga di pernikahan mereka," balas Julie dengan keras kepala. "Aku akan menerima perceraian jika Kenny sendiri yang memintaku meninggalkannya. Aku memang pria miskin, tak memiliki apapun. Tapi aku yakin bisa membahagiakan Kenny tanpa kekayaan keluarga Thomson," timpal Austin dengan berani.Ucapan Austin terdengar hingga ke dalam ruangan. Kenny yang tadi memunggungi pintu masuk kini merubah posisinya. Matanya berkaca-kaca mendengar keyakinan yang dilontarkan Austin pada ibunya. "Apakah benar ia ingin mempertahankan pernikahan ini? Apakah yang dikatakan Mommy adalah kebohongan kalau Austin berselingkuh dengan Lea?" gumam Kenny sambil memandang ke arah pintu yang tertutup.Ia berusaha turun meski dokter melarangnya menggunakan kaki yang terluka. Entah apa yan
"Aku yang sengaja mengumumkannya, aku sangat bahagia setelah menemukanmu dan tak sabar memberitahu seluruh dunia tentang dirimu. Tapi kau tenang saja, aku tak memberitahu mereka tentang identitasmu. Aku masih merahasiakan identitasmu seperti yang kau pinta," balas Tuan Arthur.Memang benar jika di dalam pemberitaan mereka tak menyebutkan identitas pewaris sah Arthur Company. Mereka hanya mengabarkan bahwa Tuan Arthur memliki ahli waris sah, seorang pemuda berusia 27 tahun. "Tapi tetap saja kau membuat hidupku semakin sulit, Kek. Sekarang Ibu mertua mendesakku untuk menceraikan Kenny, ia ingin Kenny menikah dengan pewarismu," ucap Austin kesal.Tuan Arthur tertawa saat mendengar kekesalan sang cucu. "Kenapa kau tertawa, Kek?" tanya Austin bingung."Maaf ... maafkan aku ... aku merasa Ibu mertuamu sangat konyol. Biarkan saja Julie mau berkata apa, kau pertahankan saja pernikahanmu. Atau kau ingin bermain-main dengan Ibu mertuamu?" "Bermain-main seperti apa? Aku tak ingin membohongi s
"A-apa?! Membantuku mandi?" tanya Kenny terkejut. "Baiklah, aku telpon nenek saja," balas Austin.Pria itu paham arti keterkejutan Kenny, tak mungkin Kenny mau menerima bantuannya. Ia pun tak yakin bisa membantu Kenny membersihkan dirinya. Kenny hanya terdiam saat Austin hendak menelpon sang nenek, ia terus meremas tangannya. Sedari tadi ia meremas tangannya, rasa gugup saat ia membayangkan Austin melihat tubuh polosnya tanpa busana. "Syukurlah kau datang, Mom. Tolong bantu aku membersihkan diri," pinta Kenny pada Julie. Ia merasa lega akan kehadiran Julie di ruangannya. Sedangkan Austin, ia mematikan sambungan telpon yang belum tersambung ke Nyonya Thomson. Ada sedikit lega saat Julie hadir di ruangan itu. Tapi ia pun merasa cemas, takut Julie mengatakan hal yang membuatnya kesal. Mau bagaimana pun Julie masih saja kukuh dengan keinginannya untuk memisahkan mereka. Austin menatap wajah Julie yang sudah tak memberikan lagi sikap baik padanya. Wanita paruh baya itu bahkan tak menga
"Kenapa kau matikan telponnya?" tanya Peter penasaran. Belum sempat Austin menjawab pertanyaan Peter, ponselnya berdering kembali. Kenny menelpon Austin karena merasa penasaran dengan maksud Austin menelponnya. Pemilik gedung itu adalah Kenny, nomor yang agen berikan itu adalah nomor istrinya. Nama Kenny terpampang nyata di layar ponsel, Austin bingung harus berkata apa."Halo," ucap Austin."Kenapa kau mematikan telponnya? Apakah ada sesuatu hal yang terjadi hingga kau menelponku?" tanya Kenny penasaran."Tidak, aku hanya salah tekan nomor saja. Tadinya aku mau menelpon Tuan Jack, ya, Tuan Jack," balas Austin sedikit tergugup. "Aku pikir ada apa, apakah kau sudah makan?" tanya Kenny dengan perhatiannya."Sudah, kau?" "Aku juga sudah," balas Kenny."Kalau begitu aku tutup dulu ya, aku sedang berada di jalan dengan Peter. Sebentar lagi aku kembali ke rumah sakit.""Baiklah, hati-hati di jalan."Sambungan telpon terputus, Austin dapat bernapas lega meski harus berbohong. Peter yang