Ayyara merasakan aura kemarahan sang suami yang amat besar. Dia mengerti, tidak ada seorang suami yang tidak akan murka jika melihat keluarganya sendiri menjebak istrinya untuk diserahkan kepada lelaki hidung belang.Ayyara kembali menatap layar cctv. Dia menggeleng kepala tidak percaya. Berulang kali mereka ingin menjual dirinya terhadap pria lain demi keuntungan mereka. Berulang kali mereka berniat mencelakai dan merusak rumah tangganya.Tak terasa air menetes dari kedua mata Ayyara, “Aku benar-benar nggak menyangka mereka setega itu sama aku,” keluhnya.Begitu pun dengan Nugraha. Walau dia masih belum tahu rencana Margareth dan Radit, tetap saja dirinya tidak bisa menerima perbuatan mereka.Nugraha menoleh pada Ayyara, “Apa yang mereka lakukan terhadapmu di sana? Kamu baik-baik saja, 'kan?” dia tampak khawatir. Ayyara dilema harus menjawab apa. Dia takut kalau berterus terang membuat kesehatan sang Kakek kembali menurun.“Aku baik-baik saja. Kakek nggak perlu khawatir,” jawab Ayya
“Manusia iblis! Cepat ke rumahku!” titah Nugraha terdengar begitu murka. “Beraninya kalian menyerahkan cucuku ke lelaki hidung belang! Kalian harus merasakan amarah dari seorang Kakek dan suami!” Margareth tercengang mendengar Nugraha mengetahui rencana jahatnya, tetapi dia yakin Ayyara yang telah mengadu dan menuduhnya telah bersekongkol dengan Herman. “Lah kok bisa? Aku aja terkejut mendengarnya. Papa jangan main nuduh sembarangan dong. Papa jangan percaya begitu aja sama Ayya. Dia pasti ngarang cerita.” Margareth membela diri. “Kalau kamu dan Radit tidak merasa bersalah, datanglah ke sini sekarang juga!” tantang Nugraha. “Baik. Aku dan Radit nggak takut karena kami nggak salah!” balas Margareth. Dia lalu memutus sambungan sepihak. Margareth malah tersenyum penuh kemenangan, “Ahhhh senangnya aku. Akhirnya balas dendamku terbayarkan.” Suaranya yang begitu nyaring, membuat Radit kaluar dari rumah. “Ma, ada apa sih? Kok teriak-teriak?” tanya Radit sembari menggaruk-garuk tubuhny
“Sekarang sudahkah kalian siap mendapat hukumanku?!” seru Nugraha sembari mengepalkan kedua tangannya. “Sebelum aku menyerahkan kalian ke polisi, kalian harus menerima hukuman dari seorang Kakek!”Radit gelagapan, tetapi tidak dengan Margareth. Bahkan wanita itu terlihat tenang. “Ya, tadi aku memang masuk ke kamar Papa, tapi aku cuma ingin cek aja kamar Papa sudah dibersihin atau belum,” kilah Margareth.Memang di rumah ini terdapat banyak cctv, tetapi hanya terpasang di bagian luar, sedangkan tidak ada satu pun yang terpasang di setiap kamar.Nugraha menggelengkan kepala. Dia tak menyangka Margareth masih bisa memberikan alasan yang sangat tidak masuk akal.“Baiklah, sepertinya aku harus pakai cara kekerasan,” gertak Nugraha. “dan satu lagi! Mulai detik ini juga kalian bukan lagi bagian dari keluarga Nugraha!” “Papa mau ngapain?!” teriak Margareth kala melihat Nugraha menghampirinya dengan tatapan penuh amarah.Nugraha berhenti tepat di hadapan Margareth, “Anggap saja kita tidak pe
“Baiklah, anda memang pantas mendapatkan pukulanku!” seru Raja. “Sudah terlalu banyak anda berusaha mencelakai istriku!”Margareth syok, ternyata dia salah langkah.“Kamu benar-benar mau memukulku?” Margareth menunjuk hidungnya. “Hahaha. Bisa saja kamu. Mana mungkin kamu tega memukul Tante.” dia tertawa awkward, sekaligus berharap Raja hanya bercanda.Tante? Kedengarannya sangat menggelikan.“Aku tidak sedang bercanda!”Raja menjawab tegas dengan tatapan serius. Dia sama sekali tidak sedang bercanda.“Kenapa anda plin-plan? Bukankah anda sendiri yang memintaku untuk memukul anda?” sindir Raja.Margareth menelan ludah. Dia tak menyangka Raja benar-benar ingin memukulnya, padahal ucapannya barusan hanyalah sebuah permintaan palsu untuk menarik simpati semua orang.Namun, sayangnya Raja bukanlah orang bodoh. Dia bahkan mengangkat alisnya menunggu jawaban dari Margareth.“Jadi, bagaimana? Sudah siapkah anda mendapatkan pukulanku?”Margareth tidak menjawab. Dia semakin tersudut kala meliha
“Bahkan ini baru permulaan!” ucap Raja serius. “Masih ada hukuman lain yang harus kalian terima. Tapi tenang saja, aku tidak akan sampai membunuh kalian. Kecuali kalian ingin mati, aku bisa membantunya.”Margareth dan Radit terkejut bukan main. Mereka seolah tidak percaya mendengar ucapan itu.Sementara, Nugraha dan Ayyara percaya kalau Raja hanya menggertak kedua orang itu untuk memberikan efek jera.“Iblis kamu, Raja!” Raut wajah Margareth mengerut. “anakku bersalah. Dia berbesar hati menerima hukuman untuk menebus kesalahannya, tapi bukan berarti kamu boleh menghukum anakku semaumu!” Radit menatap Raja dengan penuh amarah, “Siapa yang kayak binatang?! Aku atau kamu?! Aku akan melaporkanmu, bangsat!” suaranya meninggi. Sesaat dia menoleh pada Nugraha. “Kek, ini nggak bisa dibiarkan begitu saja. Raja mau membunuhku.” Tatapannya dengan cepat bergeser ke arah Ayyara. “katakan, apa sekarang kamu masih mau membela suamimu yang sangat bringas?”Seolah ada kesempatan, Margareth kembali m
“Iya atau tidak?!” Suaranya penuh penekanan. “ 5 tahun di kandang sapi? atau 10 tahun di penjara?!”Margareth dan Radit dibuat mati rasa. Mereka tidak tahu harus menjawab apa. Mereka semakin tak punya harapan kala melihat ekspresi Nugraha yang tampak menyutujui ide konyol menantunya.“Baiklah, aku beri kalian waktu satu menit!” tegas Raja.Di titik ini, Ayyara melihat Raja berganti menatapnya. Lantas dia menggerakkan bibirnya tanpa suara, “Apa, Mas?”“Begitu.” Hanya kata itu yang diucapkan Raja.Pupil mata Ayyara mengecil. Dia tidak mengerti apa yang diucapkan Raja. Yang dia tahu sang suami pasti memberikan sebuah kode isyarat.“Apa, Mas?” Ayyara kembali menggerakkan bibirnya. “Direktur,” jawab Raja.“Direktur?” Alis Ayyara berkedut. Dia semakin tidak mengerti ke mana arah pembicaraan suaminya. Apa hubungannya dengan situasi sekarang? “Mas?” Ayyara tidak sabar karena sedari tadi Raja hanya menatapnya tanpa memberi jawaban.“Nanti aku jelaskan,” jawab Raja, membuat Ayyara sedikit k
“Seorang direktur harus bisa memutuskan sendiri,” ucap Raja. “sekarang putuskan, mau menemui Marcel atau tidak. Tapi, terkadang kita harus mengesampingkan hubungan di luar pekerjaan demi kepentingan perusahaan.” Raja ingin Ayyara belajar mengambil keputusan. Dia sengaja tidak menyuruh ataupun mencegah, walau dia tahu ada niat buruk di balik kedatangan pria itu yang ingin menemui Ayyara. Ayyara menatap Raja dengan senyuman kecil. Dia tahu Raja saat ini menginginkan dirinya berperan sebagai seorang direktur, bukan sebagai seorang istri. Ayyara berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk, “Iya, Mas.” Dia lalu menoleh pada security itu. “Baiklah, Pak. Saya akan ke luar menemuinya.” “Baiklah, Bu Ayya,” tanggap security sebelum berbalik pergi. “Mas, temani aku,” pinta Ayyara. “Duluan, nanti aku menyusul,” jawab Raja. Ayyara mengangguk. Dia lalu bangkit dan melangkah keluar. Dia sebenarnya tidak suka dengan kedatangan Marcel, tetapi tidak ada salahnya menemui pria itu sebentar saj
“Berliannya adalah suamiku, dan anda adalah kotorannya!” sindir Ayyara dengan suara penuh penekanan. Dia sudah muak meladeni pria itu. “Anda memang benar, bodoh jika membandingkan berlian dengan kotoran.”Marcel seketika tersulut emosi. Ucapan wanita itu adalah penghinaan baginya. “Ayya?! Jaga omonganmu!”Dengan beraninya, Ayya menatap dingin pria itu, “Anda merasa terhina? Jika anda tidak suka dihina, maka jangan suka menghina orang lain.”Marcel mendengus miring, “Aku bicara fakta. Suamimu memang manusia sampah yang pantas dihina. bahkan boleh diinjak-injak.”Ayyara berusaha menahan amarahnya sekuat tenaga. Dia sadar akan buang-buang waktu meladeni orang angkuh seperti Marcel“Baiklah, Kalau tidak ada keperluan lain, silahkan anda pergi dari sini,” ucap Ayyara akhirnya.Raut wajah Marcel berubah kesal, “kamu mengusirku? Ingat, Ayya … aku sudah berbaik hati menawarkan bantuan untukmu. Tanpa bantuanku, kamu nggak bakalan bisa menghidupkan kembali perusahaan ini. Jadi, kamu jangan cer