"Jadi ini rumahmu?" tanya Zara pada sang suami dengan ekspresi terkejut.Baru saja ia keluar dari rumah sakit dan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah suaminya. Beberapa bulan yang lalu, Zara masih mengira bahwa suaminya adalah orang miskin dan selalu mendapat hinaan gembel dari orang tua angkatnya. Namun, kini di depan matanya berdiri sebuah rumah yang mewah bak istana. "Maaf kalau aku dan keluargaku dulu selalu meremehkanmu, padahal kenyataannya jauh dari apa yang kami pikirkan selama ini," gumam Zara lirih menatap sang suami dengan rasa bersalah. Kevin tersenyum, “semua kan atas permintaan kakek, jadi ini semua bukan salah kalian. Berhenti menyalahkan diri sendiri,” jawab Kevin lembut.Zara tersenyum kecut. Ada perasaan penyesalan yang mendalam seketika ia menyadari kesalahannya. Suaminya tersenyum menenangkan, "Sekali lagi aku tekankan itu tidak masalah, Zara. Aku tahu kau belum tahu semuanya. Tapi yang terpenting, sekarang kita bisa mulai menjalani kehidupan bers
Zara tiba-tiba memeluk Kevin erat, tangisnya pecah, membuat suaminya bingung dan terkejut. "Ada apa, Zara?" tanya Kevin dengan perasaan khawatir. Dalam tangisnya yang terisak-isak, Zara menjawab, "Seandainya bisa memilih, aku rela hidup miskin bersamamu, asalkan Pedro dan Bi Inem bisa kembali." Zara terus menangis dalam dekapan sang suami, dan perasaan pilu mulai menyelimuti hati Kevin. Zara belum ikhlas menerima takdir ini. Sejak penculikan itu terjadi, dirinya merasa bersalah karena Pedro dan Inem meregang nyawa saat berusaha menyelamatkannya.Terbayang lagi wajah-wajah yang begitu setia melindungi dan melayaninya. Semakin larut dalam tangis, Zara merasa tak sanggup membendung rasa rindu yang mulai merebak."Mengapa mereka harus meregang nyawa? Apakah ini salahku? Apakah aku tak pantas menerima cinta dan perlindungan yang begitu tulus?"Lamunan pilu Zara hanya tersisihkan oleh pelukan hangat Kevin, yang berusaha menguatkan hatinya.“Ikhlaskan semua, jangan sampai kau menyalahka
"Siapa wanita ini?" tanya Daniel penuh amarah, merasa terkejut melihat kehadiran wanita tersebut di samping Kevin. Kevin menatap Zara, sang istri, dengan pandangan penuh kasih dan kemudian meraih tangannya erat."Sepertinya tak perlu lagi Kevin menutup-nutupi soal hubungan Kevin dengan Zara. Dia istri Kevin," jawabnya dengan tegas, membuat Daniel dan istrinya terbelalak tak percaya. Dalam hati Daniel bergumam, ‘Apa? Kevin sudah menikah selama ini? Dia pasti berbohong padaku!’ Dia lalu mengejek dengan nada marah, "Kau jangan bercanda Kevin!" Kevin hanya tertawa kecil, "Kami sudah menikah sejak tiga tahun yang lalu, dan Kevin terpaksa menutupi semuanya dari Paman. Sekarang Kevin mohon jangan pernah memaksa Kevin untuk menikahi Raras, anak semata wayang Paman." Tangan Daniel mengepal, marah meluap-luap dalam dadanya, ingin rasanya memberikan tinju di wajah Kevin. Tapi, sang paman berhasil menahan dirinya, mencoba mengedepankan akal sehat daripada emosi. Kevin berbalik pada Zara dan
Daniel mendengar kata-kata sang istri yang begitu emosional pun berujar, "Benar kata Mama, Papa hanya punya satu jalan yaitu menghabisi Kevin dan wanita sialan itu. Bisa-bisanya dia menikahi wanita lain, sementara sejak dulu kita sudah tekankan kalau dia harus menikahi Raras, anak kita." Terdengar Daniel meluapkan kekesalannya. "Ya benar Pa. Kita dianggap seperti tak punya harga diri olehnya. Maka kita harus buktikan kalau kita bisa membuat Kevin menyesal dengan keputusannya menikahi wanita lain tanpa sepengetahuan kita. Mama sangat membencinya," tambah istrinya Daniel, merasa begitu terhina. Daniel hanya bisa merenung mendengar ucapan istrinya itu. Hatinya merasa begitu tersayat, apa yang sudah terjadi dengan dirinya hingga Kevin seolah tak punya rasa hormat lagi padanya? Seolah dia dan sang istri sedang diarahkan kepada kebencian yang mendalam? “Papa harus segera bergerak, terlebih Kevin sudah tahu keterlibatan Papa atas kematian keluarganya. Jangan biarkan usaha kita sia-sia.
“Kau pikir aku akan menyerah untuk menghancurkanmu huh?” desis Mario Baron pada Kevin.Kevin menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya sambil melipat tangan di depan dada.“Dan aku tidak akan ikhlas begitu saja kau membunuh Papaku,” sambungnya lagi.Kevin sengaja mengizinkan Mario Baron masuk ke dalam ruangannya, karena dia yakin Mario Baron ini cerdik dan licik, tidak seperti Tuan Baron yang penuh emosi.“Kau pikir aku peduli?”Mendengar kalimat yang terucap dari mulut Kevin tentu membuat Mario Baron tersulut emosi.“Kalau Papamu menculik istriku, membunuh pengawalku dan pelayan kesayanganku, boleh?”Kevin masih menatap tajam pria muda di depannya. “Kau belum lahir saat aku dan keluargaku menjadi korban kejahatan Papamu!” desis Kevin penuh amarah. “Kau pantas mendapatkan itu, harusnya kau ikut mati dengan keluargamu,” sahut Mario Baron.Pria itu berusaha menahan emosi di depan Kevin, padahal iblis di dalam dirinya ingin rasanya mencakar Kevin saat ini juga.“Kenapa tidak kau s
Setelah sampai di kediaman Daniel mereka pun mulai berbincang.“Kau sebenarnya ngapain di sini?” tanya Daniel.“Ceritanya panjang. Awalnya Tuan Baron ingin membeli anak angkatku. Tapi suami miskin anakku menghalanginya.”Galen menceritakan semua yang terjadi antara dirinya dan Kevin.“Aku akan memberimu imbalan besar, asal kau bisa melakukan tugasmu,” ucap Daniel.Daniel mengeluarkan amplop yang berisi banyak uang pecahan 100 ribu.“Ini uang mukanya, kalau kau mau melakukan tugas dariku. Sebab kalau kau kembali ikut ario Baron, aku yakin kau tak akan mendapatkan apapun. Dia sedang terpuruk, semua usahanya gagal, bahkan tempat dia menyimpan senjata ilegal dan bom rakitannya meledak,” ungkat Daniel.“Pantas saja dia tak pernah datang menemui kami,” sahut Galen.“Hubungi anakmu, kirimkan dia uang yang banyak, bilang kau dan istrimu sedang ada pekerjaan di Kota ini, tapi kalau anakmu mau datang ke Kota ini juga tak masalah,” usul Daniel.Galen berbincang bersama sang istri lalu mengambil
Galen melangkah perlahan ke dalam ruang kerja direktur utama Adamson Corporation. Di sana ia melihat sosok pria elegan dengan pakaian mahal, yang tengah memunggunginya sambil menatap keluar jendela. Seribu macam perasaan campur aduk dalam pikiran Galen; takut, cemas, dan sedikit penasaran. Kira-kira Apa yang sedang dipikirkan orang ini? Apakah dia menyadari keberadaannya di sini? Apa yang akan terjadi padanya setelah ini? pikir Galen dalam hati, sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian untuk mendekati pria itu. Tangan Galen terasa dingin dan berkeringat, namun ia mencoba menenangkan dirinya sebelum berbicara, "Permisi Tuan muda, saya salah satu pemilik bahan baku yang sedang perusahaan anda butuhkan. proposal sudah saya ajukan pada bawahan anda.”Demi apapun baru kali ini Galen merasa takut, terlebih suasana mendadak menjadi horor."Dari mana Anda bisa tahu kalau perusahaan Adamson Corporation sedang membutuhkan bahan baku?" tanya sang presiden direktur pada Galen. Mendengar suar
Galen menghela nafas panjang ketika bercerita pada Daniel tentang sosok Kevin, pemilik Adamson Corporation yang ternyata merupakan keponakan Daniel sekaligus menantu yang sangat dia benci. “Bagaimana? Apa kau berhasil menemuinya?” tanya Daniel antusias.Galen mengangguk lemah, “dia itu adalah suami anak angkatku. Karena dia juga yang mempengaruhi anak angkatku untuk melawanku!”Daniel terkejut bukan kepalang, “jadi wanita yang diakui oleh Kevin sebagai istrinya adalah anak angkat-mu?”Galen kembali menjawab dengan anggukan, “iya itu Zara anak angkatku.”Galen menggenggam erat kedua tangannya, perasaan jengkel menggelayuti pikirannya. “Kenapa jadi seperti ini?” gumama Daniel. “Lalu apa dia yang mengenalimu?”“Pertanyaan macam apa itu? Bertahun-tahun kami hidup satu rumah, bagaimana mungkin dia tak mengenaliku? Justru aku yang terkejut melihatnya sebagai direktur perusahaan.”Dia tidak pernah menduga jika Kevin adalah orang yang kaya raya, pikirnya. “Apa kau sekarang merubah niatmu