"Maaf anda memanggil siapa? apa aku mengenalnya?" ucap Ganis mencoba untuk tetap terlihat tenang. Ramon berjalan mendekati Ganis. "Nis jangan berpura-pura. Tak mungkin kau melupakan aku," ujar pria itu menatap ke dalam mata gadis itu. Ganis segera menghindari tatapan Ramon. Masih sama tatapan yang membuatnya terlena. Ia tak boleh membiarkan sesuatu yang dikuburnya dalam-dalam mengusik kehidupannya lagi. Entah apa yang terjadi pada Ramon dan pernikahannya."Maaf aku bukan Ganis. Mungkin aku agak mirip dengannya. Kau salah orang. Aku harus kerja. Silahkan ambil motor anda, bayar di kasir dan pergilah," tukas Ganis segera menjauhi Ramon. Ramon langsung meraih tangan Ganis dan menariknya."Tidak. Kau Ganis. aku tak mungkin salah," ucap Ramon dengan penuh penekanan.Ganis mencoba untuk tetap santai tak terbawa perasaan. "Sudahlah! Mungkin. Anda terlalu merindukannya hingga melihat wajah gadis itu di wajahku. Saya tegaskan sekali lagi. Saya bukan Ganis tapi Gendis," ungkap Ganis mencoba
Ramon menyesap anggurnya dengan dada sesak. Ingatan dari ucapan Ganis berulang-ulang berputar di otaknya. Ia terus minum meskipun sudah mabuk. Hatinya terasa sakit dan remuk. Begini menyakitkannya patah hati itu. Baru pertama kali seumur hidupnya ia merasakannya. Kenapa pada Ganis? gadis biasa dengan standar biasa yang berani-beraninya memporak-porandakan dirinya. Begitu mudahnya gadis itu bilang kalau cintanya sudah hilang. Malah menuduh cinta yang ia rasakan adalah cinta yang semu dan tak nyata. Ia memang tak pernah jatuh cinta seperti pada Ganis sebelumnya. Mengapa di usianya yang sudah hampir kepala 4 ia baru mengalaminya. Selama ini ia selalu menganggap cinta sejati yang dialami dan dikatakan orang hanyalah suatu sia-sia. Kini rasanya bernafas saja susah. Hatinya mulai memanas rasa sakit itu kini menjadi kemarahan. Ia marah pada dirinya sendiri. Kenapa tidak sedari awal ia menyadari perasaannya yang sesungguhnya. Kenapa ia begitu bodoh menuruti saran Ganis untuk tetap bersama S
Malam itu Sofia seperti biasa terbangun di tengah malam. Ia akan mengambil air minum ketika ia melihat sinar dari luar. Ia bergegas melihat ke jendela kamarnya. Ternyata api telah berkobar dari beberapa sudut Mansion. Anehnya tak ada suara-suara ribut minta tolong atau kepanikan. Apakah semua penghuni tidak tahu kalau ada kebakaran. Sebenarnya inilah kesempatannya untuk melarikan diri. Kobaran api begitu cepat melahap seluruh bagian Mansion. Sofia dengan susah payah mencoba keluar dari kamarnya. Dari lantai dua lewat jendela ia terlalu takut. Jadi ia memilih lewat pintu utama. Sungguh ia sangat takut ketika merasakan api panas menyengat kulitnya. Asap mulai membuatnya sesak. Ia sempat berpikir mungkin saja ini perbuatan ayahnya untuk menyelamatkannya. Tapi mana ayah atau anak buahnya. Mengapa mereka tidak menyelamatkan dirinya terlebih dahulu sebelum membakar seluruh Mansion. Tiba-tiba sebuah papan terjatuh menimpanya. Ia merasa sudah tidak mungkin mencapai pintu keluar. Samar-samar
Dalam bunker di bawah bangunan mansion yang sudah tinggal puing-puing menghitam tampak semua penghuni mansion yang semuanya selamat dan sehat bugar. Mereka dikumpulkan dengan masih tanda tanya besar tentang peristiwa kebakaran yang terjadi begitu tiba-tiba.Tobias duduk di bawah tatapan ingin tahu semua orang. Kedua orang tuanya juga sama sekali tak mengerti apa yang sebenarnya direncanakan putranya itu."Hari ini kalian yang telah bekerja di mansion aku bebas tugaskan. Kalian akan mendapat pesangon dan tunjangan berikut sisa gaji kalian. Bilang pada orang luar kebakaran ini terjadi karena ada yang membakar," ucap Tobias memandangi satu persatu para pegawai yang sudah mengabdi berpuluh tahun pada keluarga Soares."Bagaimana kalau Tuan muda Ramon datang dan melihat mansion dan mencari kita semua?" ucap bibi Carmen masih tak bisa menghentikan tangisnya karena harus melihat mansion yang mengenaskan."Aku tak bisa pastikan kak Ramon akan kembali. Biarlah itu menjadi urusanku nanti. Jadi
"Mama!!" teriak Sofia sambil terisak begitu melihat mama dan juga kedua adik perempuannya. Kedua adiknya hanya memandang kakaknya sinis. Mereka kesal gara-gara untuk menyelamatkan kakaknya Ayah mereka harus mendekam di penjara."Sofi kau baik-baik saja nak?" ucap Clarita memeriksa penampilan Sofia. Tampak kuyu dan kantong mata menghitam. "Aku yakin kau gadis kuat. Sofia," ujar Clarita menghela nafas penuh keprihatinan. Ia bersyukur anaknya tenyata selamat dalam kebakaran itu. Mulanya semua sudah mengikhlaskan jika Sofia tak dapat selamat seperti yang dikatakan Alfaro. "Tobias menyelamatkanku. Terlambat sedikit aku sudah tewas terpanggang. Sekarang ayah ada di mana Ma?" tanya Sofia memandang dua saudaranya. "Kakak jangan pura-pura. Apakah Tobias tak bilang sama sekali. Ayah di penjara. Dengan tuntutan tak main-main. Kita akan jatuh miskin," ujar adik kedua Sofia. Sofia begitu sedih mendengar itu. Tobias menatap Clarita memberi tanda kalau waktu mereka telah habis. "Sofia kembalila
Ramon menerima ponselnya dan segera membuka pesan dan panggilan. Pesan Tobias muncul dan membuatnya terdiam sejenak. "Hallo Tobias?" ia memutuskan untuk menghubunginya."Kak Ramon aku kira aku sudah hilang kontak denganmu," sahut Tobias sangat senang akhirnya kakak sepupunya itu merespon pesannya. "Apa maksudmu dengan membakar mansion?" tanya Ramon tak mau bereaksi sebelum tahu apa yang terjadi selengkapnya."Alfaro sudah kalah kak. Dia sudah miskin dan sebentar lagi akan masuk ke hotel prodeo selamanya," jawab Tobias dengan penuh kebanggaan."Yah aku salut padamu. Kau hebat. Dia tak akan jadi duri lagi di Soares grup," sahut Ramon tak mengira bakal secepat itu Tobias menyingkirkan Alfaro yang begitu serakah dan licik. "Tapi maksudmu mansion telah habis terbakar?" tanya Ramon yang hatinya sedikit terganggu. Gimanapun juga mansion itu adalah tempat untuknya pulang. Mansion itu sarat kenangan dengan ibunya."Ya lebih baik aku sendiri yang membakar mansion itu dengan semua penghuni da
Ramon turun dari mobilnya. Hari masih pagi. Hawa sejuk pegunungan terasa begitu menyegarkan. Ia jadi paham kenapa Pak Dirman memilih pulang kampung daripada bekerja terus untuknya. Ia memberi isyarat pada salah satu anak buahnya untuk bertanya pada seorang wanita paruh baya yang sedang menggendong balita di depan sebuah rumah kecil dan sederhana yang terbuat dari papan dan juga anyaman bambu. Bi Sunnah segera berbalik untuk kembali masuk ke dalam rumah namun terlambat salah satu orang dari mereka telah memanggilnya."Bu maaf bisa mengganggu sebentar," tanya seorang pria mendekati bi Sunnah. Bi Sunnah mencoba tersenyum seraya menyembunyikan wajah Givani. Ia hanya ingin mengantisipasi kekhawatirannya seandainya dugaannya benar kalau pria barat itu kemungkinan ayah Givani."Ya ada apa ya pak?" kata Bi Sunnah."Apa anda tahu pak Dirman? apa pria itu masih tinggal di sini?" tanya orang itu. Bi Sunnah berpikir cepat. Ia menjadi lebih waspada. "Ini memang kediaman Pak Dirman. Anda mengena
Beberapa kali Tobias membawa perempuan berbeda ke apartemen. Masih tetap sama ia akan bercinta seenaknya di segala sudut ruangan apartemen tanpa peduli dengan keberadaan Sofia. Seperti biasa pula Sofia tetap dengan wajah acuhnya mengerjakan tugasnya. Malam itu Sofia sedang tidur seperti biasa ketika Tobias dengan kurang ajarnya membawa seorang perempuan ke kamarnya."Pergi Sofia aku ingin bercinta di atas ranjang mu," ucap Tobias tak menghentikan cumbuannya pada seorang jalang yang terkikik geli karena sentuhan Tobias. Tentu saja Sofia yang baru bangun sempat bingung. Ia beranjak dari kamar tidurnya memandangi kelakuan tidak senonoh di depannya. Tobias dan wanita itu langsung saling tindih di atas tempat tidur yang baru saja ditidurinya. Entah kenapa kali Sofia tidak bisa menoleransi semuanya. Kemarahan menggelegak menyesakkan dadanya. Dengan segenap tenaganya ia menyerang perempuan itu dan berusaha memisahkannya dari Tobias. Tobias tertegun melihat Sofia seperti kesetanan. "Dasar